Minggu, 21 Juni 2020

Soeharto bertekut lutut kepada syarat IMF


Gambar hasil jepretan Associated Press ini bertutur banyak kisah, baik sebelum atau sesudahnya. Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus berdiri dengan bersedekap, memandang kepada Presiden Soeharto ketika ia menandatangani perjanjian, adalah kenangan buruk yang masih saja melekat. Di bawah keterpurukan nilai Rupiah dari Rp 2.500 ke angka Rp 17.000, Soeharto betul-betul di bawah tekanan. Inflasi sedemikian parahnya. Demi hidup-mati pemulihan ekonomi dan juga mengamankan masa depan politiknya, presiden menandatangani perjanjian utang kepada IMF sebesar $43 juta.

Soeharto bertekut lutut kepada syarat IMF untuk menggugurkan beberapa monopoli kunci yang dikendalikan oleh keluarga dan kroninya. Dengan penandatanganan ini, Soeharto harus merelakan beberapa konsesi pribadinya termasuk penghapusan program Mobil Nasional yang pelaksanaannya diberikan kepada kedua putranya. Juga kartel produksi dan distribusi semen, tambang, perkebunan, kertas dan kayu lapis yang dikuasai oleh lingkaran kroni terdekatnya.

Namun pasca penandatanganan ini, ada banyak kisah yang jauh lebih dahsyat. Presiden Soeharto berubah pikiran. Dia menarik Steve Hanke, seorang analis keuangan yang juga bekerja untuk pemerintah Bulgaria, menjadi penasehat ekonomi khusus presiden. IMF tentu saja kecewa, apalagi Hanke membuat rumusan baru untuk menyelamatkan Rupiah dengan membentuk "Currency Board" (Dewan Mata Uang). Jika cara Hanke itu dilakukan, komitmen bantuan dari IMF akan ditarik dan dibatalkan.

Beberapa pengamat menilai, balik badan Soeharto adalah rasa gamang yang selama ini menghantuinya. Jika syarat IMF yang dipakai, kekuatan monopoli dan oligarki yang selama ini menopang kekuatan politiknya akan tumbang - kata Nietzche: "apapun yang tidak menghancurkan sekeliling saya, adalah yang membuat saya kuat". Pengamat Randall Forsyth menilai, arus modal yang selama ini memagari kekuasaan Soeharto akan runtuh cepat di tangan IMF. Soeharto menyadari itu sepenuhnya.

Namun kita semua tahu pada akhirnya. Tidak ada yang mampu menyelamatkan kekuasaan Soeharto: IMF maupun Hanke tidak sanggup merubah takdirnya. Benar kata Gus Dur: "tidak ada jabatan di dunia ini yang harus dipertahankan mati-matian."
.
☕☕☕
.
.
.
Islah Bahrawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar