Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar
Demokrasi kita setelah reformasi, demokrasi paling sabar dan ramah. Demokrasi yang paling santun dan beradab. Semua orang menikmati wahana demokrasi ini, dari kelompok ekstrim kanan sampai ekstrim kiri. Semua bebas bersuara, sepanjang tidak melanggar hukum.
Namun, tidak sedikit yang ngelunjak, memanfaatkan suasana ini untuk melampiaskan hawa nafsu, mengumbar kebencian dan menyebarkan api fitnah di tengah masyarakat.
Aparat pemerintah juga menjadi sasaran. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dikritis, diprotes, di-bully, dinyinyiri, diajar dan diatur oleh sebagian warga yang disampaikan melalui berbagai media.
Padahal Presiden dengan segenap aparatur pemerintahan (sipil, polisi dan militer) dipilih dan diangkat untuk mengatur semua urusan mereka agar hajat hidup mereka bisa terpenuhi. Presiden menjadi “wakil” Tuhan dalam mengatur dan mengurus hamba-hamba-Nya.
Pada hakikatnya, semua hajat, urusan dan rezeki masyarakat sudah diatur oleh Allah swt. Sebagian syari’at-nya melalui kebijakan pemerintah. Kata Syaikh Ibnu Athaillah
اَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ,
"Istirahatkan dirimu dari ikut mengatur, apa saja yang sudah diatur oleh selainmu maka kamu jangan mengaturnya untuk dirimu”
Dalam syarah Al-Hikam, Syaikh Zarruq menjelaskan: Seorang hamba diperintahkan untuk berhenti dan beristirahat dari melakukan sesuatu yang bukan tugasnya karena hanya melahirkan lelah dan penat. Mengatur bukanlah tugas seorang hamba. Maka, jika seorang hamba turut mengatur, ia pasti ditimpa penat, lelah dan gelisah. Karena itulah seorang hamba diperintahkan untuk istirahat dari ikut mengatur.
Kelelahan itu muncul karena ketika seseorang ikut mengatur, berarti ia tengah berupaya melawan serta menentang ketentuan dan takdir Tuhan.
فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لَا تَقُمْ بِهِ لِنَفْسِكَ
"Apa saja yang telah dilakukan oleh selainmu untukmu tak perlu lagi kau lakukan.”
Turut mengatur pemerintah, nyinyir, nge-bully dan menuntut pemerintah memenuhi keinginan kita merupakan pekerjaan yang kurang berguna. Membuat hati lelah. Lama kelamaan hati menjadi keras.
Kata Syaikh Ibnu ‘Atha’illah:
اجتهادك فيما ضمن لك وتقصيرك فيما طلب منك دليل على انطماس البصيرة منك
"Kesungguhanmu meraih apa yang telah dijamin untukmu dan kelalaianmu mengerjakan apa yang dituntut darimu merupakan bukti padamnya mata hati.”
Karena pemerintah sebagai pemilik wewenang (shahibul shalahiyah) sudah tahu apa yang seharusnya dan yang terbaik diberikan kepada masyarakat. Sambil memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengawasi, mengkritisi dan mengoreksi.
Bandung, 26 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar