Senin, 15 Juni 2020

KILL THE MESSSENGER BINTANG EMON


Oleh: Birgaldo Sinaga

Ramai di beranda timeline twitter nama Bintang Emon muncul. Bintang Emon komika muda yang cerdas bernas itu tetiba diserang dengan narasi pengguna narkoba.

Foto Bintang Emon dengan caption Bintang konsumsi shabu2 agar kuat stand up commedy sontak menjadi trending topic di twitter. Akun Bintang langsung terkunci. Tergembok.

Bermula dari kasus Novel Baswedan. Penyiram air keras NB dituntut JPU hanya satu tahun. Jaksa menyebut penyerang NB tidak sengaja menyiram air keras.

Bintang Emon lalu bersuara dengan gaya khasnya seperti di hastag #DPO. Saya dua kali menonton video itu. 

Bintang mempertanyakan JPU yang menyebut gak sengaja sebagai unsur memperingan tuntutan. Bintang dengan ciri khas mimik muka dan logatnya tidaklah  kasar dan misuh2 seperti Sugik Nur. Standar2 saja kata2nya. Memang begitulah Bintang dari sononya.

Najwa Shihab memposting video Bintang itu di akun IGnya. Mendadak timeline medsos wajah Bintang berseliweran di beranda.  Bintang Emon viral di jagad medsos. Saya ikut tertawa menonton postingan Najwa itu.

Apa yang dialami Bintang Emon itu pernah juga dialami Najwa Shihab. Kala itu Najwa diserang membabi buta.  

Muncul foto Najwa bersama Pangeran Cendana Tommy Soeharto. Padahal itu foto lama yang tidak ada sangkut dengan tugas jurnalistik Najwa. 

Najwa dihajar kiri kanan. Sampai2 suami dan ayahnya Quraish Shihab ikut kena getahnya.

Aktivis Faizal Assegaf lebih keras lagi membuat cuitan bersambung dengan menuding Najwa orang munafik. 

Kehidupan pribadi Najwa dibongkar. Faizal dengan gamblang membingkai kerasnya Najwa menentang Revisi UU KPK karena ada hubungan dekat dengan lembaga KPK. 

Menurut Faizal suami Najwa bekerja pada satu firma hukum bersama dengan mantan komisioner KPK Chandra Hamzah. Ayah Najwa Quraish Shihab juga tidak luput dari tudingan Faizal yang ditudingnya pembela Soeharto pada masa Orde Baru berkuasa.

Saya mengecam keras serangan picisan ala kill the messenger  kepada Najwa. Pun juga sekarang kepada anak muda bernama Bintang Emon. Serangan model ini bisa membunuh demokrasi. Demokrasi yang kita perjuangkan bersama saat menjatuhkan diktator Soeharto.

Sejatinya, serangan kill the messenger  ini biasa dilakukan oleh penguasa otoriter yang tidak mampu membantah substansi isu yang disampaikan. 

Maka cara mudah bunuhlah karakter si pembawa pesan. Bunuh namanya dengan semua peluru yang ada. Bisa dengan jalur suaminya, anaknya, mertuanya, ayahnya atau apapun yang bisa dipakai. Bisa juga dengan foto2 Bintang Emon yang diedit pake shabu2.

Saya teringat Film Kill The Mesenger yang tayang pada 2014 lalu. Film ini diangkat dari kisah nyata Gary Webb, seorang jurnalis San Jose Mercury News.

Webb peraih hadiah Putlizer ini melakukan investigasi kongkalingkong seorang jaksa federal dalam sindikat drugs trading perdagangan narkotika di Amerika Tengah.

Dalam upaya investigasi itu Webb dengan gigih menemui banyak sumber informan. Ia dengan enteng masuk ke penjara juga melihat langsung bagaimana narkotika diselundupkan.

Penciuman tajam jurnalis ini akhirnya berujung analisisnya bahwa ada keterlibatan CIA. Analisis Webb ini berangkat dari kecurigaannya pada agen CIA yang membantu mensuplai senjata pada pemberontak Nicaragua.

Semua investigasi Webb ini dituliskannya dengan lengkap dengan judul Dark Alliance. Aliansi Gelap.

Publik Amerika terkejut. Heboh. Tapi tak semua percaya. Perlahan CIA membangun narasi kill the mesenger. 

Kehidupan pribadi Webb ditelanjangi. Istri, ayah ibu dan keluarganya dimata-matai. Teleponnya disadap. Kemanapun Webb pergi dibuntuti. 

Teori kill the messenger adalah karena kehidupan pribadi Webb bermasalah maka tulisan investigasi Webb pasti omong kosong.

Belakangan teori kill the messenger ini dipakai untuk membunuh karakter Bintang Emon. Pekerjaan Bintang   dikuliti. Managernya dikerjai. Emailnya dikerjai. Semua yang berhubungan dengan Bintang diteropong.  

Tujuannya adalah bagaimana orang yang selama ini percaya pada Bintang hilang. Orang jadi distrust. Bintang lalu takut bersuara.

Saya terus terang kecewa pada perangai  orang yang menyerang orang yang berbeda pendapat dengan metode kill the messenger ini. Ini cara busuk dalam melindungi kekuasaan. Culas dan jahat.

Saya bukanlah pendukung Bintang Emon. Tapi sebagai anak bangsa yang percaya pada nilai demokrasi, membungkam Bintang bersuara sejatinya akan membunuh nilai demokrasi kita. Mungkin hari ini Bintang Emon. Besok2 bisa juga kita. 

Kita boleh berbeda pendapat dalam menyikapi persoalan. Kita boleh berbeda pikiran soal Novel Baswedan. 

Tapi cara2 kill the messenger dengan menyerang kehidupan Bintang Emon adalah cara keji biadab.  Perbuatan culas dan jahat.

Saya menolak cara2 kill the messenger. Meminjam kata2 Voltaire "Je hais vos idées, mais je me ferai tuer pour que vous ayez le droit de les exprimer".

"Saya tidak setuju dengan apa yang Anda katakan, tapi saya akan membela sampai mati hak Anda untuk mengatakan itu".

Salam perjuangan penuh cinta

Birgaldo Sinaga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar