Selasa, 02 Juni 2020

NGAWUR DALAM MEMETIK HIKMAH DARI VIRUS CORONA


Oleh Ayik Heriansyah

Mengambil hikmah di balik bencana, menjadi tabiat orang-orang yang berakal. Karena setiap bencana adalah ayat (sign/code) bagi masing-masing individu. Hikmah apa yang didapat, tergantung kondisi ruhani seseorang dengan Allah swt. Tergantung jauh dekatnya seseorang dengan Allah swt. Dan tergantung ikhlas dan tulusnya hubungan seseorang dengan Allah swt. 

Hikmah paling hakiki dari pandemi virus corona adalah mengetahui bagaimana positioning kita di hadapanNya. Pada posisi kontra terhadap-Nya kah? Jauh, dekat, amat dekat atau melebur?

Di antara indikasi  posisi kontra terhadap-Nya adalah menolak bencana virus corona sebagai qadla-Nya. Menganggap fenomena tersebut berjalan secara alamiah menurut hukum-hukum materi.

Kemudian menjadikan bencana virus corona sebagai isu untuk menyudutkan, membenci dan melecehkan orang lain yang berbeda keyakinan, aspirasi politik dan pendapat fiqih dengannya.

Waktu virus corona masih endemi di Wuhan Cina, ada yang berkomentar, tentara Allah swt sedang menyerang musuh umat Islam. Seolah-olah itu ibrah, ilmu dan hikmah. Lalu virus corona menjadi pandemi di negeri-negeri Muslim. Fakta ini membantah hikmah "tentara Allah". Contoh ngawur memetik hikmah dari suatu bencana karena sentimen ideologis.

Negeri Indonesia ternyata juga "terinfeksi" virus corona. Lalu menjadi isu untuk menyudutkan pemerintah. Seolah-olah salah pemerintah. Ini contoh ngawur mengambil hikmah akibat perbedaan aspirasi politik.

Virus corona ternyata juga menjadi isu dalam sengketa ikhtilaf fiqhiyah. Kelompok Wahabi merasa menemukan kebenarannya tentang pendapat mereka dalam masalah cadar, berjabat tangan antar lawan jenis, keluar rumah bagi wanita dan status negara Islam atau kafir.

Padahal, anjuran memakai masker, salaman jarak jauh dan lebih banyak tinggal di rumah terkait dengan doktrin hifdz an-nafs (menjaga keselamatan jiwa). Hifdz an-nafs adalah salah satu tujuan syariat Islam (maqashisy syari'ah). 

Hifdz an-nafs kewajiban yang pasti yang penerapannya berdasarkan akal atau ijtihad politik pemerintah jika terkait dengan keselamatan warga negara. 

Adapun masalah cadar, bersalaman lain jenis, diam atau keluar rumah bagi wanita dan status negara Islam atau kafir, itu semua masalah dzanniyah. Hukum wajib sunnahnya masih debatble. Jadi tidak ada hubungannya bencana virus corona dengan pendapat Wahabi tentang hal-hal tadi.

Setiap bencana pasti ada hikmahnya. Setiap orang akan mendapatkan hikmahnya. Asal tidak ngawur.

Bandung, 17 Maret 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar