"Paimo tuh, baru ok. Gak kaya Paijo, sama-sama direktur, gaji sama, masa jomplang banget hidupnya?
Paimo dan Paijo memang sama-sama menduduki jabatan direktur salah satu anak perusahaan BUMN, keduanya bergaji Rp 200 juta tiap bulan.
Paimo menghabiskan Rp 100 juta setiap bulannya untuk tagihan bank. Cicilan dua mobil mewah untuk dua anak perempuannya dan sebuah motor Ducati bagi anak laki-lakinya, dan sebagian lagi untuk cicilan rumah.
Untuk memenuhi gaya hidupnya yang mewah dan demi eksistensinya sebagai seorang direktur, Paimo tak merasa sayang untuk memgeluarkan biaya sebesar hampir Rp 70 juta tiap bulannya.
Luar biasa Paimo...,dia sangat mengerti bagaimana menghargai hidup.
Sementara, Paijo juga memiliki tagihan bank sebesar Rp 120 juta tiap bulannya karena investasi tanah dikampungnya untuk keperluan kebun sengon dan usaha pabrik kayu lapis yang belum terlalu besar. Ketiga anaknya hanya memiliki motor biasa, itupun karena perhitungan ekonomis dibandingkan dengan harus naik kendaraan umum bagi kegiatan sehari harinya.
Rp 50 juta dia pakai untuk asuransi pendidikan ketiga anaknya, dan sisanya dia hemat bagi kebutuhan harian. Keluar makan, paling banyak hanya empat kali dalam sebulan.
Paijo hidup dengan sederhana, tak berbeda dengan banyak orang dilingkungannya.
Ketika keduanya pensiun, yakni setelah dua puluh tahun menjabat, Paijo sudah menjadi pengusaha besar. Asetnya berkali lipat dibanding hutang bank yang pernah dia ambil demi merintis usahanya.
Ketiga anaknyapun kini sudah sukses dan mereka semua mengecap pendidikan diluar negeri.
Paimo tidak miskin, dia masih tetap perlente dengan asesoris melekat pada tubuhnya. Tiga anaknya juga sudah bekerja, namun tak sehebat ketiga anak Paijo.
Hidup keluarga Paimo begitu-begitu saja, dia tidak miskin, tapi juga tidak berubah menjadi kaya. Dia mengalami hidup yang flat, datar dan tak banyak ada perubahan.
Mungkin, beginilah gambaran tentang makna "middle income trap" yang akan menempatkan Indonesia menjadi "middle income country" sebagai istilah bagi Indonesia yang tak akan beranjak menjadi negara maju bila tidak segera berbenah. Indonesia akan begitu-begitu saja.
Ini bukan ngarang, ini sebuah peringatan bank dunia kepada pemerintah Indonesia saat awal Jokowi memerintah di tahun 2014 silam.
Jokowi sebagai Presiden berbenah. Dengan memanggil Sri Mulyani pulang, Presiden berharap "Indonesia yang begitu-begitu saja" tak harus terjadi.
"Kurangi sunsidi, tambal kebocoran, budayakan hidup sederhana". Itulah yang diminta oleh Sri Mulyani. Bisa?
Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Presiden langsung membayangkan betapa akan terjadi perlawanan besar dari banyak orang mapan yang selama ini menikmati kebocoran yang disengaja dalam banyak anggaran pemerintah.
"Kurangi sunsidi? Alamaak..." Gumam Presiden dalam hati.
Subsidi adalah lahan. Lahan bagi regulator, sekaligus lahan panen pujian bagi politisi yang akan didapatkan atas kebijakan populis dari rakyat.
"Budayakan hidup hemat?? Orang Indonesia harus hemat? Lha wong gaji banyak temenku cuma 5 juta belanjanya bisa 8 juta, ini malah suruh hemat? Mati aku..!", tak terasa Jokowi berbisik galau.
Indonesia yang miracle, bukan mitos. Banyak orang dengan struck gaji tercetak 5 juta tapi bisa punya tiga mobil bukan rahasia. Banyak orang yang kerjanya hanya nongkrong di depan kantor urusan publik, tak pernah kehabisan uang beli rokok.
Lantas kini Jokowi harus merubah itu? Pasti akan terjadi banyak konflik dalam lima tahun kedepan.
Dan itu sungguh terjadi. Jokowi tak memilih cara hidup Paimo yang menghabiskan seluruh pendapatannya dan terbukti telah membuat Paimo tak beranjak dari status "middle", menjadi Paimo yang kaya. Paimo terjebak dan tak pernah bangkit dari posisinya, bahkan saat dia sudah menjadi tua.
Benar adanya bahwa Paimo tidak lantas menjadi miskin, demikian pula Indonesia tak akan menjadi miskin hanya gara-gara subsidi dan membiarkan korupsi terjaga pada level seperti kemarin-kemarin.
Lebih-lebih, Jokowi dijamin tak akan di ungkit apalagi dijahilin, dan yang pasti, Jokowi juga akan terangkut menjadi orang yang sangat kaya bila dia membiarkan saja budaya yang sudah lama itu terus lestari.
Konyolnya, Jikowi memilih cara Paijo. Jokowi memilih seperti Paijo yang hanya membelikan motor biasa dan uang jajan seperlunya buat ketiga anaknya. Jokowi menginvestasikan uang yang dulunya bisa dibagi-bagi, dengan infrastruktur dan banyak regulasi baru.
Berbeda dengan ketiga anak Paijo yang nurut saja meski hanya dikasi motor disaat anak tetangga pak Paimo bisa memiliki mobil mewah, banyak rakyat Indonesia berlaku marah pada tindakan Jokowi.
Banyak pejabat merasa dikhianati oleh Jokowi karena pendapatannya menurun drastis. Cara hidup yang lama telah mendarah daging, kini berubah. Ini bukan pilihan enak. Mereka marah!
Kini "miracle Indonesia" yakni bergaji 5 juta berbelanja 8 juta sulit ditemukan. Mereka yang hanya nongkrong dan menjadi calo, tak lagi bisa sepuasnya beli rokok. Namun, rakyat dijamin tak akan kelaparan dan mati karena tak bisa berobat.
Hari ini, tanda-tanda bahwa Indonesia telah melangkah dengan benar, dan proses itu sudah berjalan selama lima tahun, telah menunjukkan hasilnya. Benar belum semua menikmati hasilnya, namun infrastruktur telah terhampar nyata bahkan didepan rumah kita.
Hari ini, hampir tidak ada kampung tak berlistrik dan ber"jalan", semua orang sudah dapat melakukan yang dulu mustahil.
Indonesia memang sedang berbenah, dan dalam berbenah, pasti ada yang harus dibuang dan dilempar ketempat sampah. Mereka yang dibuang ketempat sampah adalah mereka yang tak mau berbenah dan berubah.
Siapakah mereka? Yang masih ngamuk dan marah-marah.
.
.
.
Rahayu
Karto Bugel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar