Mblandang, sedikit agak mewakili tapi masih gak pas. Nekat, terlalu menunjuk kebiasaan melekat kelompok ini. Goblok, mungkin lebih tepat. Kombinasi mblandang dan nekat tanpa melihat seberapa kuat pijakannya, telah membuat kelompok ini jadi Goblok.
"Piyek" (anak unggas baru kemarin sore lahir) ngelabrak banteng, tepok jidatpun masih terlalu halus untuk menggambarkan kebodohan akut itu.
Tahun 1996, PDI sudah berani tolak pinggang dan sebelah tangan kemudian menunjuk_nunjuk muka penguasa Orde Baru, embahnya preman di atas preman.
Saat itu, F*I, jangankan lahir, indukannya diselingkuhin saja belum terpikir. Orde Baru belum tertarik bikin preman berdaster. Masih terlalu kuat. Orde Baru masih jadi penguasa tunggal bagi segalanya.
27 Juli 96 adalah puncaknya. Sebelumnya, orasi kebangsaan, hiburan langka di jaman Soeharto berkuasa baru dapat kita nikmati hampir setiap hari di jalan Diponegro no 58 itu.
Tempat itu selalu ramai. Ruang politik seolah mendapat tempat di panggung itu, dimana sebelumnya dijamin pasti akan disambut dengan pentungan dan tembakan.
Jadi ingat peristiwa Priok. Masjid sebelah rumah di Kelapa Gading BCS saat itu, beberapa hari terakhir terdengar khotbah langka, khotbah menyindir sang penguasa.
Benar. Tak lama kemudian, barisan tentara terlihat menyisiri sawah yang saat itu masih tersisa beberapa petak. Tentara mengepung masjid kecil itu dan mengamankannya.
Keesokannya, heboh Priok terjadi. Suara tembakan, entah siapa dan kenapa harus ditembak, tak penting lagi. Menteri penerangan yang akan membuat pernyataan.
Demikian pula peristiwa Juli 96. Orang-orang berbadan tegap (karena hanya seperti ini berita koran waktu itu) mengepung, menyerang dan kemudian menghancurkan panggung plus bangunan di Diponegoro 58.
Untuk membuat efek dramatis, entah bagaimana ceritanya, beberapa tempat yang tak terlalu jauh dari peristiwa gropyokan Diponegoro 58 itu, tiba-tiba terbakar.
Ke esokan paginya, berita bahwa para perusuh membakar adalah mereka yang kemarin berada di Diponegoro 58. Tak ada klarifikasi, karena yang bertugas klarifikasi sudah digebukin dan bengkak-bengkak entah dikurung di mana.
Itu adalah gambaran Jakarta saat itu. Itu gambaran ketika Orde Baru terusik, marah dan selalu berakhir dengan cara yang sama. Selalu ada bakar- bakar menyertai.
PDI tak gegabah. Di bawah Megawati, ketenangan dan kehati-hatiannya membawa berkah, PDIP menjadi penerus sah PDI. Dan kini adalah partai terbesar negeri ini.
PDIP aset berharga negara ini sedang dirong-rong gurem. PDIP, satu-satunya partai politik pada era reformasi sebagai partai perjuangan, partai yang berjuang dengan mengorbankan darah dan nyawa dalam pendiriannya.
PDIP memang lahir karena perjuangan, bukan dibentuk karena hasrat seseorang yang ingin mencalonkan menjadi Presiden. Perjuangan dari tekanan Orde Baru terhadap pengerdilan demokrasi.
PDIP membuka pintu reformasi 98.
Perjalanan sejarah partai yang satu ini sungguh berbeda dibanding yang lain. Halangan, tantangan, bahkan penghancuran dengan kekerasanpun dialami, dan kini ada "piyek" mau main-main dengannya? Memancing marah dengan mem PKI kan dan membakar benderanya?
Kaum bigot itu bukan lawan tanding seimbang dan PDIP tak sebodoh itu. Dengan mudah, markas plus manusia bodoh penghuninya akan rata dengan tanah bila militan partai turun.
PDIP tak mungkin merendahkan martabatnya dengan mengotori tangannya sendiri menyentuh barang haram yang keberingasan seperti yang mereka mulai. Cukup dengan teriakan proses hukum, mereka akan terkencing kencing.
Ya..., mereka hari ini berlaku bodoh, mereka masuk ranah sakral raksasa kalem yang tak punya kebiasaan marah. Mereka membakar bendera kebanggaan, mereka membangunkan raksasa tidur. Hanya masalah waktu mereka kaum bodoh itu akan dilumat sistim.
Nasib mereka sedang di ujung tanduk. Rasa marah dan benci kepada Presiden yang sah telah menggiring mereka masuk jebakan yang dibuatnya sendiri.
Membenturkan diri dengan tembok perkasa PDIP, sungguh itu perbuatan bodoh.
Bukan hanya pembakar bendera dan korlap, donaturnyapun, jangankan tidur lelap, hanya pingin kencing saja, dia harus mulai tengok kanan, tengok kiri. Jam tayangnya sudah "diset" dengan waktu berbatas.
.
Rahayu
(Karto Bugel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar