Minggu, 21 Juni 2020

PENDANGKALAN AGAMA DAN BUDAYA -


Bangsa Indonesia sedang mengalami gegar budaya (culture shock) dan pendangkalan agama. Budaya Arab puritan diadopsi sebagai aksesori agama dan mengubahnya menjadi "budaya kita".

Budaya baru yang dangkal!

Di Indonesia saat ini, orang orang yang merasa beragama - dengan baju agamanya - tak ragu menindas orang lain, berperilaku bengis represif, enteng mengkafir-kafirkan orang. Meminggirkan kaum minoritas, sesama bangsa Indonesia. Merusak keragaman dan kesatuan.

Di Indonesia saat ini, dakwah dakwah keagamaan lebih banyak membahas omong kosong yang tidak terkait dengan masalah pokok bangsa ini, yaitu korupsi, kolusi, nepotisme dan intoleransi. Juga radikalisme. Bahkan ikut menyuburkannya!

Setiap tahun jumlah rumah ibadah bertambah dan warga yang berangkat ke tanah suci terus bertambah, naik peminatnya. Mereka yang bergelar haji juga bertambah. Tapi indeks korupsi dan kolusi tidak menurun karenanya. Gak ngaruh! Bangsa Indonesia belum benar benar menjadi bangsa yang soleh - melainkan baru sekadar "kelihatan soleh"

Beragama menjadi satu hal. Dan mempraktikan nilai agama menjadi hal lain. Mengaji, ya, dan pergi haji, ya. Korupsi dan kolusi juga, ya. Pakai hijab iya, menyebar hoax, iya juga.

Dakwah dakwah keagamaan di Indonesia saat ini tidak relevan dengan kehidupan sehari hari dan rujukan praktis kemasyarakatan yang berlaku, tapi hanya mengurus yang remeh temeh dan tidak substansif - tak jauh dari urusan poligami dan kelamin - membawa kita kembali ke peradaban rendah masa lalu. Mundur berabad abad!

Ibadah ibadah agama menjadi kegiatan mekanis dan pertunjukan panggung hiburan yang dangkal. Bukan penghayatan spiritual!

Mengutip ucapan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, "agama sudah seperti infotainment".

Acara acara agama jadi tempat bergosip. Bergunjing. Saling mengungkapkan kebenaran sendiri atau kelompok, untuk hiburan dan jadi tangga popularitas pengisi acaranya, dengan menyebarkan brand masing masing artisnya.

Pada akhirnya kita layak bertanya: untuk apa agama hadir dalam kehidupan? Khususnya kita sebagai bangsa Indonesia.

Dalam memandang sudut keIndonesiaan apa keuntungan kita berpenampilan keArab araban?!

Bangsa kita dapat apa dengan meniru niru budaya Arab?! Pakai gamis, hijab dan niqab? Jenggotan. Menghitamkan jidat?! Dapat apa?!

Apa Tuhan hanya menerima kita dan memasukkan ke surga kalau kita meniru niru Arab dan menjadi ke Arab Araban?!

Sengaja dalam hal ini saya tekankan Indonesia dan keIndonesiaan!
Dimana kita lahir dan tumbuh. Tumpah darah kita. Karena kita budaya besar - Budaya Nusantara!


Di Indonesia, saat ini - hal yang paling meresahkan dari maraknya pendangkalan agama saat ini adalah usaha intensif menghapus tradisi dan budaya lokal, warisan leluhur yang merusak keIndonesiaan!

Untuk apa Tuhan melahirkan kita sebagai makhluk sawo matang di bumi Nusantara? Tanah air kita?

Tradisi dan budaya adalah ciri khas suatu masyakat sekaligus pembeda dari kelompok lainnya. Tradisi dan budaya juga merupakan ekspresi artistik dari masyarakat dimana budaya itu hidup.

Tradisi dan budaya tidak sekedar hasil kreatifitas manusia tetapi sekaligus juga merupakan pembeda antara manusia dengan makhuk lain.

Manusia akan tetap menjadi manusia meski tidak beragama dan tidak menjalankan kegiatan agama - ketika masih berbudaya dan memiliki tradisi. Tapi ketika manusia sudah tidak berbudaya maka sebenarnya dia sudah tidak menjadi manusia lagi.

Sebagai makhluk, derajadnya akan tergadrasi - merosot menjadi seperti hewan atau malaikat.

Atas dasar ini maka setiap upaya penghancuran tradisi dan kebudayaan sebenarnya merupakan upaya merendahkan derajat kemanusiaan, sekalipun itu dilakukan atas nama agama.

Beragama tanpa kebudayaan akan menjadikan menusia menjadi seperti malaikat yang derajadnya juga berada di bawah manusia.

PEMAHAMAN agama yang instan, dangkal, sangat rawan terhadap penyimpangan. Sebab, agama saat ini juga telah menjadi komoditas dan kepentingan tertentu. Alat politik.

Dalam meraih kekuasaan, agama tidak dijadikan sumber nilai. Tapi alat pembenar dari ambisi pribadi dan kelompok.

Agama seharusnya mendorong setiap penganutnya menghayati nilai-nilai fitrah dan yang paling dalam. Akhlak mulia dan budi luhur.

Sehingga, agama menjadi salah satu pusat perilaku dan membuat bangsa menjadi bangsa yang religius sekaligus matang.

Dengan agama bangsa ini tidak menyimpang, tidak korup, dan menyalahgunakan kekuasaan. Masyarakat menjadi dewasa menjalani agama, tidak hedonis dan konsumtif.

MERUJUK pada kehidupan di hari ini di abad 21 ini saya ingatkan bahawa pertama tama kita ini adalah bangsa Indonesia.

Apa pun agama yang Anda anut adalah anda bagian adalah bangsa Indonesia. Agama Anda adalah susulannya.

Di abad ini kita menjadi bagian dari negara. Maka patuhlah pada negara. Peduli lah pada negara.

Warga yang tak beragama masih diurus negara. Sebaliknya meski Anda beragama kalau Anda tak punya negara Anda akan jadi sengsara.

Belajarlah pada nasib para pengungsi dan mereka yang keleleran karena tak punya negara.

Atau mereka yang sedang terlunta lunta di Arab sana karena rajin cari perkara dengan hukum hukum positif di negara kita . ****

Supriyanto Martosuwito

Tidak ada komentar:

Posting Komentar