Minggu, 29 Maret 2020

CATATAN TIAONGHOA TENTANG PERSIA (Masa Dinasti T'ang)

Menjelang wafatnya Nabi Besar Muhammad SAW agama Islam sudah berkembang luas diseluruh  jazirah Arab. Pengambangan keluar  jazirah barjalan tarus,

diantaranya yang menarik perhatian ialah bahwa pengembangan tersebut sudah

mencapai Tiongkok dizaman Khalifah Usman Ibn 'Affan, ketika perutusannya

tiba disana dibawah pimpinan Sa'd Ibn Abi Waqqas, Mereka berlayar rnelalui Lautan Hindia dan Laut Tiongkok menuju pelabuhan Kwangcou di Tiongkok Salatan. Bahkan ada disabut-sebut juga bahwa dalam zaman Nabi Basar sendiri telah pernah utusan baliau ke Tiongkok untuk memaklumkan tampilnya agama Islam dan dengan

maksud mengembangkannya di negeri itu.

            Dalam zaman tersebut bukan kebetulan Tiongkok sedang dipimpin dinasti T’ang (618-907 M) tepat diwaktu negara tersebut sedang membuka pintu untuk kedatangan orang luar. Dewasa itu orang-orang Arab sudah berada di bandar-bandar pelabuhan bagian benua tersebut. Sebelumnya menurut sarjana Van Leur perkampungan perdagangan orang arab sudah ada di Canton sejak abad ke 4 Masehi. Dan diketahui berada kembali disana sejak tahun 618 dan 628.
            Bagi penalitian bila Islam mencapai Indonesia, khususnya Aceh adalah cukup penting adanya fakta (a) sudah terlaksananya peng Islaman diseluruh jazirah Arab
sebelum Nabi Besar wafat; (b) dengan demikian padagang/pelaut Arab yang melintasi lautan sajak masa itu sudah tardiri dari orang-orang Muslim; dan (c) bahwa
pelaut/padagang Arab yang manuju Tiongkok dari negerinya, tentu melintasi Selat Malaka dan oleh karana itu tidak mustahil lagi mereka mampir disalah satu pantai di Sumatera Utara, haik untuk menunggu musim maupun un­tuk menambah perbekalan, bahkan juga malakukan barter perdagangan.
            Dalam zaman dinasti T'ang itu juga sejarawan Tionghoa sudah lebih berminat membuat data-data tentang kadatangan orang-orang Arab dan Parsi kenegerinya
ataupun kagiatan dagang yang bertalian dangan nagerinya. Terhadap orang Arab mareka sebut namanya orang Tashi atau Tazi, dan orang Farsi mareka namakan Po-ssu.
            Bratschneider   mengutip dari sejarawan Tionghoa pada zaman dinasti T'ang itu yang disebutnya sebagai labih mencukupi dari catatan Tionghoa sebelumnya
tentang Ta shi (pasal 258 b)sebagai berikut:
 
"Negeri ini terdiri dari wilayah yang dahulunya masuk hagian Po-ssu (Persia). Orangnya barhidung lebar, berjanggut hitam. Mereka menyandang pedang perak dan cincin perak. Merska tidak minum anggur dan tidak mengenal musik. Wanitanya putih dan manutup muka bila kaluar rumah, Banyak sekali rumah ibadat, setiap tujuh
hari sekali Raja berpidato (berkhotbah) kepada rakyatnya, dari suatu mimbar dalam rumah ibadat itu, dengan katakata berikut:
Barang siapa yang tawas oleh musuh akan bahagia.
Itulah sebabnya maka Ta shi itu sedemikian parkasa barperang, Saban hari mereka
Sambahyang lima kali mengabdi kepada yang mahakuasa, Negeri tersebut
berbatu-batu, sedikit sekali yang subur. Kehidupan meraka kebanyakan dari
barburu. Mempunyai kuda sambarani yang dapat barlari 1.000Li sehari. Juga ada unta”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar