Oleh Ayik Heriansyah
Pengurus LD PWNU Jabar
Pancasila dirumuskan dan disepakati oleh para ulama NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam bersama tokoh-tokoh nasionalis religius pada tahun 1945. Tahun dimana Taqiyuddin an Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir), mengabdi sebagai hakim di Palestina yang secara adminstrasi masuk wilayah Yordania, yang secara politik di bawah kendali Inggris. Tahun dimana M. Ismail Yusanto, Abu Fuad, Hafidz Abdurrahman, Rohmat S Labib, Suteki, Fahmi Amhar, Felix Siauw, Ahmad Khozinuddin, dan kawanan mereka lainnya, masih di alam ruh.
HTI sama sekali tidak mempunyai history standing (pijakan sejarah) untuk komentar soal Pancasila. HTI juga tidak mempunyai legal standing (pijakan hukum) untuk berbicara soal Pancasila karena HTI menolak Pancasila sebagai ideologi negara yang sah. HTI pun tidak mempunyai moral standing (pijakan moral) untuk membahas Pancasila karena HTI tidak ikut merumuskan dan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara.
Karena tuna sejarah, tuna hukum dan tuna moral, ramai-ramai aktivis HTI ikut nimbrung bicara soal Pancasila. Mereka ingin membentuk opini seolah-olah mereka Pancasilais, berkamuflase mengelabui aparat dan masyarakat agar nanti tidak diciduk karena merencanakan kudeta.
HTI berjuang keras memisahkan agama dan Pancasila. Pola-pola sekularisasi Pancasila yang dulu pernah dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Sekularisasi Pancasila memaksa masyarakat menjadi split personality (kepribadian yang terbelah). Satu sisi, mereka penganut agama, sisi lain penganut ideologi Pancasila.
Meski demikian, meski dipaksa-paksakan, ternyata masyarakat yang berkepribadian ganda tidak pernah terwujud. Masyarakat tetap agamis dan Pancasilais, karena pada hakikatnya agama dan Pancasila itu satu jiwa, satu nyawa dan satu ruh.
Upaya HTI melakukan sekularisasi Pancasila agar mempunyai celah untuk dibenturkan dengan umat beragama, dipastikan akan sia-sia. Yang terjadi justru sebaliknya, integrasi agama dan Pancasila semakin kokoh dan kuat seiring meningkatnya ilmu pengetahuan agama, iman dan taqwa masyarakat.
HTI paham betul, Pancasila tidak compatible dengan ideologi mereka. Pancasila penghalang ideologis bagi Khilafah Tahririyah versi HTI. Jika HTI berhasil kudeta, Amir mereka dibai'at menjadi Khalifah, Khilafah Tahririyah tegak; Pasti Pancasila lenyap. Lalu NKRI hancur karena wilayahnya pecah berkeping-keping.
HTI membawa isu PKI/Komunisme guna mengalihkan perhatian publik, padahal sebenarnya HTI lah yang anti Pancasila. Dari sudut pandang akhlak agama, HTI lebih bejat ketimbang PKI. Se-PKI-PKI-nya PKI, tidak pernah membawa-bawa nama Allah, tauhid, Rasulullah, syariah, dakwah dan hijrah sebagai tameng politik. Sedangkan HTI, selalu menjadikan asma Allah, tauhid, Rasulullah, syariah, dakwah dan hijrah sebagai alat propaganda. Na'udzubillah min dzalik.
Integrasi agama dan Pancasila telah menutup celah bagi HTI untuk memprovokasi tokoh agama dan masyarakat agar menolak Pancasila. Agama dan Pancasila tidak bisa dipisahkan meskipun HTI tidak menyukainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar