Para culas berwajah tamak, yang jumlahnya tak banyak namun berkantong tebal mulai tersingkir. Sementara, mereka yang jumlahnya lebih banyak, kaum nekad tak berotak dengan wajah bengis, sorot mata selalu marah dan penuh kebencian, mulai linglung.
Seperti pasir diayak, mereka kini terpisah. Ada jelas perbedaan mana batu dan pasir. Kapan pasir akan diaduk dengan semen lalu dijadikan tembok, kapan batu kasar akan dimasukkan dalam campuran beton, terserah pemilik proyek.
Yang jelas, jumlah pasir pasti jauh lebih banyak dibanding batu-batu kasar. Yang jelas, batu-batu kasar itu kemarin bersembunyi seolah menyatu dengan pasir. Mereka nyaman selama masih dalam satu ikatan.
Namun..,yang pasti, tak ada orang mengayak pasir hanya untuk disimpan. Tak lama lagi akan diolah menjadi tembok dan beton. Hanya tunggu waktu.
Saat mereka terpisah, tak ada lagi siapa berlindung dibalik siapa. Demikian juga para perusuh negara. Terlalu lama mereka nyaman dalam ikatan saling melindungi, saling mendapat keuntungan dalam kamuflase.
Para petinggi, mulai dari distributor, kasir, bendahara hingga boss yang punya uang telah dipisah dan ditempatkan pada titik tertentu. Mereka inilah batu-batu itu.
Sementara, para kroco yang jumlahnya banyak, juga sudah dipisahkan dengan sesamanya dengan klasifikasi ukuran. Halus dan kasar. Mereka sengaja sudah dipencarkan tanpa dapat koordinasi satu dengan yang lain.
Ketika para bohir tak mampu berkoordinasi lagi dengan bendahara, kasir dan mereka yang mampu mendistribusikan amplopnya, bencana keruntuhan adalah kemana mereka akan tuju.
Demo sopir angkutan bagi distribusi BBM di Pertamina Balongan tak dapat berlangsung lama. Hanya tiga hingga empat hari saja mereka sudah menyatakan takluk. Mereka berlutut mohon ampun tanpa rasa malu.
"Kenapa?"
Mereka terpuruk jauh sebelum keinginan mereka sempat mereka teriakkan. Mereka tak sanggup bertahan, karena tak ada koordinasi lagi.
Mereka menyerang secara serampangan tanpa strategi yang jelas. Mereka tak lagi memiliki bohir yang mampu memberi nutrisi selama mereka berjuang.
Siapa para bohir di Pertamina, itu sudah diayak dan sudah dipisahkan. Siapa-siapa mereka, negara sudah memberi kode dan label.
Mereka, para pendemo, berusaha mengacaukan negara dengan serangan sporadis tak bermakna tanpa peran bohir yang tak tahu bagaimana masuk pada kelompok itu. Semuanya terkunci dalam strategi yang tak pernah mereka bayangkan.
Demo dengan keinginan menjatuhkan kredibilitas negara yang sedang sibuk dengan bencana adalah tindakan pengecut dan memalukan.
Seolah tak mau tahu bahwa bencana ini hanya akan dapat berhenti bila semua pihak terlibat, mereka justru memilih berdiri diseberang. Mereka menyerang dengan kelebihan yang mereka miliki. Mereka berhenti memasok BBM agar rakyat makin marah.
Dengan sigap, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa memerintahkan Kapusbekangad Mayjen TNI Isdarmawan Ganemoeljo untuk melakukan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Dalam OMSP ini, pasukan Batalion Bekang 3/Rat dikerahkan untukmengemudikan truk tanki bahan bakar di Balongan, Indramayu, menggantikan para karyawan yang mogok.
Seorang Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jendral Andika Perkasa langsung terjun, bohir mana berani menembus barikade semacam itu?
Sungguh, mereka tidak pernah menyangka akan dipukul dengan sangat mudah. Sungguh, mereka benar-benar terjebak dalam kebodohan mereka sendiri.
Mereka adalah bagian dari orang-orang bodoh yang tak pernah mau belajar.
"Kapan mereka ditindak?"
Bukankah Menpan-RB, Menag hingga Mendagri belakangan ini terlihat sibuk memilah siapa ASN yang terindikasi radikal? Bukankah Menko Polhukam juga sudah mengirim data kepada Menag BUMN siapa-siapa yang sudah terindikasi radikal di lingkungannya?
Tak mungkin kita mengayak pasir demi untuk menyimpannya, demikian pula ketika negara sudah memilah dan mendata lalu meletakkan dalam kotak yang berbeda mereka-mereka yang dianggap radikal.
Harusnya, tidak lama lagi. Tinggal menungggu waktu yang tepat.
"Kapan"
Hehehehe...,,,🙄
.
.
.
Rahayu
Karto Bugel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar