Selasa, 07 Juli 2020

Denny Siregar Dan Perjuangan Melawan Hantu Penistaan Agama


Setelah sebulan penuh saya dihukum oleh Admin FB karena tulisan saya yang bertajuk "Surat Terbuka untuk Gubernur DKI Jakarta" dianggap melanggar standar komunitas, hari ini saya bernafas lega karena akhirnya saya terbebas dari hukuman. Namun kelegaan saya tidak terlalu sempurna, karena saya mendengar sahabat saya sesama pegiat medsos Denny Siregar (DS) kembali dipidanakan karena tulisannya.

Lagi-lagi sekelompok orang begitu mudah melemparkan tuduhan seram penistaan agama kepada penulis nasionalis yang sedang mengkhawatirkan nasib anak-anak yang merupakan tunas muda bangsa karena dieksploitasi oleh orang dewasa yang tidak bertanggungjawab. Pada saat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bergeming alias tidak bereaksi apapun dengan keadaan yang memprihatinkan ini, kemudian ada orang yang peduli kepada anak-anak menyampaikan keprihatinannya tapi justru malah dipidanakan. Ini menurut saya sangat ironis dan tidak 'fair'.

Untuk menciptakan suatu dialektika intelektual yang sehat seharusnya tulisan dibalas dengan tulisan, pendapat di-counter dengan pendapat dan pemikiran seharusnya dilawan dengan pemikiran juga. Kalau hal ini terjadi akan tercipta alam demokrasi yang menyehatkan dan mencerdaskan bangsa. Lalu mengapa selalu berulang sebuah tulisan atau pemikiran langsung dipidanakan? Apalagi dengan tuduhan 'hantu' penistaan agama. Inilah yang terjadi di negeri ini. Fenomena ini sangat berbahaya bagi kebebasan menyuarakan pendapat dan kebenaran bagi kaum nasionalis yang sangat peduli dengan keutuhan negeri ini.

Sayapun berkali-kali mendapat tuduhan atau framing seolah-olah saya memusuhi agama Islam. Ini stigmatisasi yang sesat. Bagaimana mungkin saya yang beragama Islam dan sangat memuliakan Islam, kemudian dituduh memusuhi agama saya sendiri? Ini sesat pikir yang sangat memprihatinkan. Padahal seperti halnya DS dan para penulis lain, saya hanya menyuarakan pendapat agar negeri ini tetap aman dan lurus dalam marwah Pancasila dan NKRI. Yang saya lawan adalah pemikiran dan tindakan kelompok tertentu yang menyalahgunakan atribut agama Islam yang bisa berpotensi menghancurkan negeri ini. Hal yang sama juga dilakukan oleh DS dan para penulis lainnya. 

Kini nasib buruk sedang menimpa DS. Meskipun ini adalah konsekuensi dari perjuangan dalam menegakkan kebenaran, tetap saja saya sangat prihatin. Tapi saran saya kepada sahabat saya DS, karena masalah ini sudah terlanjur masuk ke ranah hukum, dia harus 'gentlemen' menghadapi. Ikuti saja setiap tahapan proses hukum dengan kepala tegak. Tidak perlu patah semangat karena ini resiko perjuangan. Apalagi dalam proses hukum nanti DS akan didampingi oleh seorang penasehat hukum yang tangguh dan andal yaitu Muanas Al Aidid. Jadi kita sebagai sesama sahabat, cukup bisa sedikit tenang dan bernafas lega. Di samping itu, satu hal yang saya yakini, kebenaran tidak akan berpihak pada kejahatan. Gusti Allah mboten sare.

Yang saya sesalkan adalah terjadinya ekses dari kasus ini yaitu teror bobolnya data pribadi DS yang konon katanya diakses dari nomor ponselnya. Ini berbahaya. Data-data pribadi seseorang bisa dengan mudah diakses oleh orang yang tidak bertanggungjawab, adalah sebuah tragedi sekaligus kejahatan yang luar biasa. Jangan sampai tuduhan dan kekhawatiran publik bahwa perusahaan operator seluler telah disusupi kelompok radikal terbukti adanya. Ini kekhawatiran yang sangat serius. Untuk itu pihak operator seluler yang bersangkutan harus menjelaskan dan bertanggungjawab kalau hal ini benar-benar terjadi. Kita tunggu klarifikasinya.

So, untuk Bung DS, tetap semangat mas bro. Inilah resiko sebuah perjuangan. Jangan berkecil hati, saya dan jutaan orang Indonesia yang berakal sehat akan tetap mendukung sebuah perjuangan untuk menegakkan Merah Putih agar tetap berkibar di negeri yang indah ini.

Salam SATU Indonesia,
07072020

✍🏼 Rudi S.Kamri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar