Kamis, 16 Juli 2020

CINTA RAKYAT PADA JOKOWI KALAHKAN AROGANSI MEDIA

Dulu, di era Soeharto, media kita dibungkam, Otoriter, Tak boleh sembarangan memberitakan. Tak boleh ada kritikan, sekalipun itu benar. Tak boleh ada berita negatif tentang pemerintah, sekalipun itu benar  terjadi dan fakta.

Semua media di bawah kendali Soeharto. Suka2 dia. Kegiatan mancing keluarga Presiden jauh lebih penting dari semua berita apapun di dunia saat itu. Dan kegiatan tidak berfaedah tersebut bisa menghentikan breaking news apapun.

Semua media nurut, Tunduk, Yg nggak nurut, atau lalai meloloskan kritik pada pemerintah, langsung dibredel. Ditutup. Atau kantornya diteror dan dihancurkan.

Tidak hanya media, orang biasa pun tak boleh berkomentar negatif. Kalau maksa, besoknya hilang ditelan bumi. Bisa juga ditembak mati atau diculik dan disiksa.

Namun sekarang di era Jokowi, semua berbalik 180 derajat. Presiden bebas dicaci maki. Presiden juga tidak pernah mempersoalkan atau melaporkan pihak2 yg mencaci dan memfitnahnya.

Bahwa ada beberapa orang pembenci Jokowi masuk penjara, umumnya mereka punya kasus lain. Seperti halnya Habib Bahar yg punya kasus menganiaya santri. Jonru yg divonis karena kasus SARA. Dhani ditangkap karena bermasalah dg Banser, ujaran kebencian.

Sekalipun semua mereka kerap menghina Presiden Jokowi, tapi masuk penjaranya karena kasus lain. Sama seperti Rizieq yg sepanjang tahun menyebarkan provokasi dan ujaran kebencian, tapi kabur ke Arab hanya gara2 selangkangannya Firza.

Selain itu, memasuki periode kedua Jokowi, media jadi lebih ugal2an menyerang pemerintah. Dari mulai clickbait, framing, bahkan hoax.

Media mainstream kita, yg katanya netral itu, kini terjebak politik praktis menyerang pemerintah.

Namun Jokowi tetap tenang atas semua pemberitaan click bait, framing dan hoax yg dilakukan oleh media2 kredibel. Yg selama ini kerap jadi hakim di media sosial, merasa benar sendiri dan netizen selalu salah.

Sampai saat ini, tidak sekecap pun Presiden Jokowi menegur, mengeluhkan atau sekedar menyindir media2 di Indonesia. Padahal yg dilakukan oleh para wartawan sudah melampaui batas. Terang2an menyebar hoax hanya agar bisa menyerang dan menjatuhkan Jokowi.

Tapi meski Presiden diam saja, masyarakat tak mau tinggal diam. Contoh Detikcom, yg ratingnya semula 4 koma sekian, hari ini sudah turun menjadi mungkin kurang 2 koma. Kolom komentar pun penuh dg hujatan dan kekecewaan terhadap detikcom.

Sebelumnya pernah juga Tempo dibuat nyungsep ratingnya gara2 memuat konten provokasi terhadap Presiden. Tidak etis, berlebihan.

Bukan hanya media, Bukalapak juga sempat dibuat nyungsep gara2 Zaky sang founder menyerang Jokowi dg data salah. Dan gara2 ini, Zaky sampai menghadap Presiden dan meminta tolong agar serangan pada Bukalapak bisa dihentikan. Karena bukan ratingnya saja yg nyungsep, tapi transaksinya juga anjlok, terjun bebas.

Saat itu Presiden Jokowi dg kerendahan hatinya, karena tak ingin Bukalapak tumbang, Presiden meminta agar masyarakat berhenti membully. Berhenti menyerang Bukalapak, karena bagaimanapun Bukalapak adalah perusahaan anak negeri yg harus didukung.

Tapi nasi sudah jadi bubur. Meski Zaky sudah minta maaf, tetep saja rating dan bisnis bukalapak terus anjlok. Makian dan kekecewaan masyarakat tidak terbendung.

Saya ingat betul waktu itu sempat ditanya, bagaimana cara menghentikan serangan terhadap Bukalapak? Mengingat kita ikut mengkampanyekan uninstall dan beri rating kecil. Saya jawab tidak bisa. Itu adalah harga kekecewaan yg harus dibayar kontan.

Dari kejadian2 ini, saya merenung. Betapa masyarakat kita sangat mencintai Presiden Indonesia yg sekarang. Masyarakat mudah sekali tersinggung jika Jokowi dijadikan target framing atau hoax. Kekecewaan tersebut bisa terjadi begitu saja, tanpa komando dan bahkan tak bisa dihentikan oleh siapapun. Bahkan meski Jokowi sendiri sudah memaafkan mereka secara terbuka.

Rakyat Indonesia seolah tau kapan harus bertindak. Dan selalu siap bertindak.

Semakin sabar seorang Jokowi, semakin hening dan tak merespon atas serangan media padanya, maka kita semakin solid masyarakat bergerak, tanpa ragu bertindak.

Jokowi, bukan Ketum partai, bukan anak tokoh atau elite. Bukan dari kalangan militer. Tapi hari ini kita semua menjadi saksi, betapa Jokowi sangat dihormati dan dijunjung tinggi oleh rakyat Indonesia. Siapapun yg berani menyenggolnya, akan mendapat respon yg setimpal.
Wassalam..
.
(Alifurrahman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar