Senin, 30 Oktober 2023

Periodisasi dan Evolusi Agama Yahudi

Oleh: July Temon
Menurut sejarawan, agama Yahudi itu tidak muncul begitu saja dari langit lalu tiba-tiba menjadi monotheis, melainkan memiliki perkembangan dan berevolusi sehingga membentuk model kepercayaan Yahudi sekarang, berikut periodisasi keagamaan Yahudi Kuno;
*Periode Migrasi (2100- 1800 SM)
*Periode Patriach (1800-1500 SM)
*Periode Musaic (1500-1000 SM)
*Periode Monolatry (1000-520 SM)
*Periode Monotheis (520-146 SM)
*Periode Reformasi (146 SM -37 SM)
*Periode Fragmentasi (37 SM - 70 M)
*Periode Pasca Bait Kedua.
 

1. Periode Migrasi (2100 - 1800 SM ?) Ditandai dengan kedatangan para pengungsi dari Mesopotamia yg melarikan diri ke Syria dan Kanaan akibat runtuhnya Kekaisaran Akkadia yg disebabkan oleh serbuan Suku Gut.

2. Periode Patriach (1800 - 1500 SM?) Ditandai dengan akulturasi antara para imigran dari Mesopotamia dengan beberapa suku nomadik di Kanaan, suku-suku ini terdiri dari suku Abraham, Ishak, Yakub dan Yusuf, kemudian mereka membentuk konfederasi bernama Yitzrael. Kumpulan suku nomad ini pada mulanya mempunyai Ilah-ilah (tuhan lokal) tersendiri, hingga pada suatu waktu mereka merekontruksi Ilah baru untuk menyatukan kekerabatan antar anggota konfederasi, pada masa ini mereka mulai mengidentifikasikan dewa-dewa yg mereka sembah dengan Dewa tertinggi Kanaan, yakni El.

3. Periode Musaik (1500 - 1000 SM) Ketika sudah membentuk konfederasi Israel, mereka sering diserbu oleh bangsa asing karena tempat tinggal mereka yakni di Sinai merupakan tempat yg strategis, sehingga banyak kerajaan yg memperebutkan gurun Sinai. Akibatnya, hal ini mempengaruhi sifat bangsa Israel yg gemar berperang untuk mempertahankan diri dari serbuan bangsa asing, dari sinilah mereka menciptakan Tuhan bernama YHWH yg tak lain merupakan personifikasi dari dewa perang. Namun dewa YHWH ini hanyalah salah satu dewa di antara sekian banyal dewa yg disembah oleh Bani Israel.

4. Periode Monolatry (1000 - 520 SM) Ketika memasuki era Daud dan Salomo, YHWH ini kemudian dikultuskan sebagai dewa utama bani Israel, karena YHWH dianggap sebagai dewa yg paling berperan dalam kehidupan bangsa Israel selama pengembaraan di padang gurun. Namun bukan berarti YHWH itu satu-satunya Ilah yg disembah oleh orang Israel, melainkan YHWH itu adalah dewa utama yg paling sering disembah. Periode ini berlangsung semenjak masa Kerajaan Israel Bersatu hingga era pembuangan Yahudi ke Babel. Pada masa ini pula, peran Dewa El sebagai panteon tertinggi Kanaan diidentifikasikan sebagai YHWH. El yg dulunya merupakan personal name (Ismu Saksy) dari sosok dewa, berangsur-angsur berubah maknanya menjadi netral, yaitu hanya berarti dewa/tuhan (Elohim, El, Eloi, Al-Ilah) yg bisa disematkan kepada dewa mana pun.

5. Periode Monotheis (520 SM - 146 SM) Masa ini ditandai semenjak kejatuhan Judea ke tangan Babel (586 SM), orang-orang Yahudi saat itu dibuang ke Babel dan dijadikan budak di sana. sejak masa itulah, orang Yahudi mulai membenci bangsa yg telah menaklukannya dan menganggap dewa-dewa orang Babel sebagai dewa palsu/setan. Untuk menanamkan jiwa patriotisme, para Nabi menghilangkan segala unsur politheisme dalam kultus keagamaan Yahudi dan menyisakan YHWH sebagai satu-satunya Ilah yg layak disembah, hal ini dimaksutkan untuk memberikan semangat chauvunisme ke dalam pikiran bangsa Yahudi yg dibungkus dengan jubah religius. YHWH sekarang tidak hanya merupakan entitas dewa lokal, melainkan dewa universal yg kedudukannya berada di atas semua bangsa. Namun meski bersifat universal, YHWH ini hanya memilih bani Israel sebagai bangsa pilihannya, dan menganggap bangsa di luar Israel sebagai Ghoyim (kafir). Makanya tak mengherankan mengapa nabi itu hanya ada di kalangan Bani Israel. Semenjak masa inilah orang Yahudi beralih dari monolatry ke monotheis. 
 
6. Periode Reformasi (146 SM - 37 SM) Semenjak kejatuhan Judah ke tangan Antiokhus Ephifanes, orang Yahudi mengalami keguncangan iman. Sebab pada masa itu penguasa Yunani melecehkan kesucian dari tradisi Yahudi dan memaksa orang Yahudi untuk mengikuti agama Yunani. YHWH sebagai Tuhan YME tidak mampu menolong bani Israel dari penjajahan bangsa Yunani, untuk memberikan kesan bahwa Tuhan itu maha hadir dan maha adil, orang Yahudi mulai memasukan unsur imortalitas (kehidupan setelah mati atau kehidupan di akherat) dalam kepercayaan mereka. Hal ini dimaksutkan supaya orang Yahudi yakin bahwa YHWH akan memberikan keadilan di akhirat kepada orang-orang yg beriman, jika pahala dari orang Yahudi itu tidak dibalas di dunia, maka masih ada peluang di alam akhirat sebagai tempat alernatif. 
 
Meskipun begitu, tidak semua masyarakat Yahudi mempercayai kehidupan setelah mati, salah satu sekte Yahudi seperti Saduki tetap menolak kepercayaan baru ini karena mereka hanya menerima otoritas dari Taurat Tulisan. Sedangkan sekte Farisi menerima kepercayaan tentang immortalitas, dan semenjak itu pula mulai berkembang konsep tentang surga dan neraka.

7. Masa Fragmentasi (37 SM - 70 M) Masa ini ditandai dengan kejatuhan Keimamahan Hasmonayim ke tangan Republik Romawi hingga masa penghancuran Bait Suci Kedua. Secara garis besar, mode kultus dari keagamaan Yahudi pada era ini sudah mulai terstruktur, walaupun begitu, masing-masing dari kelompok Yahwihist ini mempunyai pandangan yg berbeda-berbeda terkait pemahaman tentang teologi, intinya pada masa ini orang Yahudi terpecah menjadi beberapa sekte seperti Saduki, Farisi, Esseni, Qumran, Samaria, Hellenis, bahkan ada sekte baru bernama Notzrim yg dianggap sebagai agama baru sempalan Yahudi yg diciptakan oleh seorang bid'ah (sesat) yg mengaku Tuhan bernama Yeshua. 
 
 
8. Pasca Bait Kedua Setelah kehancuran Bait Suci Kedua, kultus keagamaan Yahudi mulai lebih eklusif dan terstruktur. Orang Yahudi arus utama yakni kaum Farisi menjadi sekte yg paling dominan dan menjadi aktor utama dari terbentuknya Yahudi modern. Jadi Yahudi masa sekarang yg kita kenal sebenarnya merupakan continunitias dari sekte Farisi, di samping sekte bid´ah (sesat) Kristen yg ikut berkembang besar di kemudian hari.

Catatan:
Sekali lagi tread ini tidak bermaksut menyinggung pihak mana pun, khususnya bagi yg beragama Kristen dan Yahudi, melainkan hanya melihat perkembangan Israel dari sudut pandang historis dan antropologis. 
 
 
Sumber:
Bertrand, Russel, (1945), Sejarah Filsafat Barat.
David L, Backer dan Bimson, John, (2004), "Mari Mengenal Arkeologi Alkitab". Lumingkewas,
Marthin Steven. EL & YAHWEH: Allah Israel Albright William F., (1939), The Israelite Conquest of Canaan in the Light of Archaeology.
Wellhausen J., 1885, Prolegomena to the History of Israel, trans. J.S.
Black and A. Mazies, (Edinburgh: A. & C), Ze’ev Meshel and Meyers Carol. (1976). “The Name of God in the Wilderness of Zin,” BAR. Vol. 39.

Selamat Berakhir pekan @everyone

Kamis, 19 Oktober 2023

SEJARAH ALLAH

 
Oleh: July Temon

Sejak kapan kata Allah ini digunakan? Dari mana asal-usul kata Allah ini berasal dan benarkah Allah itu merupakan sosok persona yg baru muncul semenjak lahirnya Islam?   

("Maaf jika terlalu panjang")   

PENGGUNAAN KATA ALLAH PADA MASA PRA-ISLAM   

Berdasarkan sumber sejarah yg ada, kata "Allah" ini sebenarnya sudah digunakan oleh orang Arab-Kristen sebelum kelahiran Islam. 
Fakta ini dibuktikan dengan adanya sebuah catatan gereja kuno, mengenai seorang Uskup bernama Abdullah dari Elosa. 
Karena pada saat itu bahasa yg umum digunakan oleh masyarakat bawahan Romawi adalah Yunani, maka nama Abdullah ini terhellenisasi menjadi "Abdellas".   

Kemudian, menurut catatan Jacob dari Edessa (640-708) dia menyaksikan adanya suku-suku Arab-Kristen dan ia mengetahui pula adanya terjemahan Alkitab berbahasa Arab, walaupun digunakan di lingkup yg sangat terbatas.   

PRASASTI ARAB-KRISTEN BERTULIISKAN ALLAH   

Supaya lebih meyakinkan, kita bisa menjumpai adanya temuan dari prasasti-prasasti Arab Pra-Islam, di mana pada prasasti tersebut terdapat inkripsi bertuliskan Allah atau Al-Ilah, di antaranya sebagai berikut; 

1). Prasasti Ummul Jimal II,  selain penemuan Ummul Jimal Pertama, terdapat prasasti Ummul Jimal Kedua yg bertarikh abad ke-6 M. Pada prasastsi yg kedua ini, aksara yg digunakan sudah hampir mirip dengan abjad Arab sekarang, menurut penemunya, inkripsi yg tertulis di prasasti itu berbunyi   "Allah mengasihi Ulaih bin Ubaidah, sekretaris al-Ubaid, pemimpin Bani Amr, pemimpin dari ........"   Penemuan ini memberikan indikasi bahwa perkembangan bahasa Arab berasal dari bahasa Aram.  

 2). Prasasti Zabad (512) Kemudian ada yg lebih menarik lagi, yakni Prasasti Zabad yg ditemukan di Syria dan bertarikh 512 M, dan tentunya lebih awal dari kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, di mana beliau lahir pada 571 M. 
Pada prasasti ini tertulis dalam tiga bahasa, yakni Yunani, Aram dan Arab, hal ini dikarenakan pada saat itu, bahasa Yunani adalah bahasa lingua franca, dan bahasa Aram adalah bhs regional yg digunakan oleh orang Arab yg merayakan liturgi suci.   

Inkripsi itu bertuliskan Dengan nama al-Ilah: Sergius bin Manaf, dan Hani bin Mar al-Qays, Sergius bin Saad, Sur dan Shuraim.   Menariknya lagi adalah, terdapat kata "Bismi al-Ilah"  بسم الإله pada inkripsi tersebut.   

Dari penemuan prasasti ini membuktikan bahwa bahasa Arab sudah digunakan oleh orang Kristen sebelum lahirnya Islam.

PENDAPAT PARA ULAMA'   
Dari kalangan ulama sendiri, terdapat silang pendapat mengenai asal-usul kata Allah, ada ulama yg menyatakan bahwa Allah berasal dari bentuk kata lain, sedangkan ulama lain berpendapat bahwa Allah merupakan  nama persona dari Tuhan itu sendiri.   

Ulama-ulama seperti Syeikh Nawawi al-Bantani dan Imam al-Ghazali berpendapat bahwa Allah itu adalah nama diri, dimana nama itu tidak bisa dijamah, tidak bisa ditemukan bentuk dualnya. Tapi ada banyak sekali ulama-ulama klassik yg mengatakan bahwa nama Allah itu mempunyai asal-usul dari bentuk kata lain. Uniknya ulama² yg berpendapat ini justru berasal dari ulama yg menekankan pada aspek linguistik. Sebagai contoh ada tafsir al-Kasaf dari Imam Zamakhsari, lalu ada tafsir dari Imam Baidhowi, bahkan Ibnu Jarir al-Thabari malah mengatakan bahwa Allah itu berakar dari bentukan kata lain yakni الإله al-Ilah. "Al" itu kata sandang (seperti the) dan Ilah itu berarti sesembahan.   

PENDAPAT DARI ILMU BAHASA ARAB   
Nah, untuk urusan linguistik, kita bisa merujuk pada ahli tata bahasa Arab dan pendiri ilmu nahwu, yakni Ibnu Sibawaih;  

 *Imam Sibawaih berpendapat bahwa kata Allah berasal dari kata الإله "Al-Ilah" yg terbuang hamzahnya, mula² kata Ilah (sembahan) kemudian ditambahkan kata sandang Al (the) untuk menyatakan kekhususannya.   

*Kata Allah mulanya berasal dari kata Alaha الة yang artinya menyembah, atau الة yg artinya mengagumi.   

Dari sini jelaslah bahwa teori yg menyatakan kalau nama Allah berasal dr kata الإله Al-Ilah itu bukan pendapat dari orientalis, melainkan dari para ulama islam sendiri.  

 LALU BAGAIMANA CERITANYA "AL-ILAH" BERUBAH MENJADI "ALLAH" ?   
Perubahan ini merupakan suatu gejala bahasa yg umum dijumpai dalam tata bahasa, mirip seperti penggunaan beberapa kosakata dalam bahasa Melayu yg mengalami perubahan pada bahasa Indonesia, sebagai contoh; Kata "sahaja" menjadi "saja", "jikalau" menjadi "jika", "bahwasanya" menjadi "bahwa", "sahaya" menjadi "saya". Jadi singkatan² seperti itu ada dalam setiap bahasa.  

Demikian halnya dalam bahasa Arab, kata الاله "Al-Ilah" disingkat menjadi الله "Allah", kemudian ada contoh lain, seperti kata الاناس "Al-Unas" menjadi الناس "An-Nas".   

Menurut Imam Zamakhsari dalam "Tafsir al-Kasyaf" menyatakan bahwa "Kata Allah dibuang hamzahnya untuk menunjuk kepada satu²nya sesembahan yg benar dan tidak pernah diberikan kepada selain dia"   

BANTAHAN 
Namun, pendapat di atas mendapatkan bantahan keras dari beberapa kalangan ulama yg disebabkan atas pertimbangan, bahwa mana mungkin jika "Al" itu kata sandang, bisa diawali dengan bentuk vokatif/seruan (munadzah), sebagai contoh kata المدرس "al-Muddaris" (sang dosen) ketika diawali bentuk vokatif jadi يامدرس "Ya Mudarris", unsur "Al-nya" hilang, seharusnya kan jadi يا المدرس "Ya al-Mudarris", tapi kenyataanya tetap يا مدرس "Ya Mudarris". Maka dari sini dapat disimpulkan kalau "Allah" itu satu kata dari sebuah nama tunggal, oleh sebab itu nama "Allah" ketika ditambahkan bentuk vokatif jadi "Ya Allah", hal ini memberi petunjuk bahwa Allah itu merupakan nama persona, bukan kata benda khusus.   

Hal ini memang Benar, akan tetapi aturan tata bahasa Arab baru muncul setelah kata الله "Allah" itu menjadi varian lain dari الإله "Al-Ilah", karena sudah dianggap satu kata, maka akhirnya lazim menyebut يا الله"Ya Allah"   

Menurut Zamakhsari, bentuk kuno dari "Ya Allah" diberi huruf hamzah di atas huruf alif, (يا ألله )untuk menyesuaikan kaidah bahasa yg disusun pada zaman kemudian (sebelum ada pembakuan bahasa Arab).   Setelah dilazimkan dalam penulisan dan percakapan, maka kata hamzah di atas huruf alifnya lambat-laun dihilangkan.   

NAMA DALAM BAHASA ARAB   
Kemudian yg harus kita ketahui adalah, bahwa nama dalam bahasa Arab itu terdapat dua jenis, pertama nama persona (Ismu Shaksy), misalnya nama "Alex, Ahmad, Narto, Bambang", dan kedua nama jenis khusus (Ismu Jinsi), semisal "ada banyak buku (kutub), namun yg disebut buku yang ini (Al-Kitab). "Al-Kitab artinya "Al-Maktub", artinya yang ditulis. Maka "Al-Ilah" bermakna "Al-Malah" artinya yang disembah atau dikagumi.   

BUKTI KATA ALLAH BUKAN NAMA PERSONA   
Kita bisa mengambil contoh dari بيت الحكم "Bait al-Hakim" (dibaca Baytul hakim) > kata ال "Al" di sini menjadi lunak dan berubah menjadi "T-ul", atau بيت الرحمن"Bait al-Rahman" (dibaca Baytur-Rohman) > kata "Al"-nya juga ikutan melunak. Nah, kemudian kata بيت الله Bait Allah juga bisa melunak, sebab kata ال Al di situ merupakan kata sandang, ini adalah secuil bukti bahwa Allah itu bukan nama diri.   
Untuk meyakinkan Anda, kita bisa mengambil contoh lain seperti الحمد لله "Alhamdu Lillah" (segala pujian kepada/bagi Ilah), aksara له "lah" di sini bukan bagian dari kata الله Allah, tetapi fungsinya sebagai "harfa Jar", di mana kata ل "li" berarti bagi/kepada.   Lalu dobel ل "L" dalam kata اله llah bukan dobel ل lam tetapi satu lam yg disaddah, ال Al pada kata الله Allah bisa dihilangkan, karena fungsinya sebagai kata sandang tetap   Jadi jelas ya bahwa nama Allah itu bukan nama diri, apalagi hanya dibatasi sebagai Tuhannya orang Islam.   

PEMAKAIAN KATA ALLAH DALAM LITURGI KRISTEN ARAB  
Nah, ternyata penggunaan kata Allah dalam Alkitab berbahasa Arab itu justru lebih bervariatif, seperti penggunaan kata seruan yg tak lazim dakam tradisi Islam, seperti "ayyuhal Ilah" (wahai Allah).

Lalu ada kata seruan اللهم Allahumma (terjemahan harfiah dari אֱלֹהִים Elohim) dalam konteks do'a.   
Kadang² orang Kristen Arab memanggil "ya Ayyuhal Ilah", Qudussu Lillah, Qudussu Ya Allah". Ini bukti bahwa penggunaan kata Allah lebih variatif pada liturgi Arab-Kristen, ini menunjukan bahasa bahasa Arab Kristen dan bahasa Arab Islam itu mengarungi perkembangannya masing², hal ini bukan berarti orang Kristen-Arab menduplikat dari tradisi Islam.  

Sudah jelas ya, kalau kata الله Allah itu sebenarnya bukanlah nama dari sosok nama Tuhan, apalagi Tuhannya Islam, melainkan varian dari bentuk kata الاله "Al-Ilah".   

 Sumber: 
*Ytb, bambang Norsena.  
*Bambang, Norsena. 2005. "The History of Allah"  
*Benjamin, Hoksbergen, "Komponen Tertua: Paleolitik di Umm el-Jimal," Tahunan Departemen Kepurbakalaan Yordania 54.  
*Al-Zamakhsari. Al-Kashshaaf 'an Haqa'iq at-Tanzil. 
*Nasr al-Din, al-Baydowi. Anwar al-Tanzil wa-Asrar al-Ta'wil. *Sibawaih. Al-Kitab.  
*Philiph, K Hitti. 1970. The History of Arabs.

@everyone

Asal-usul agama Samawi



Olwh: Julia Yasmin

Ini aku tuliskan singkat-singkat aja kepada saudaraku yang Islam dan Kristen agar terbuka akalnya dan terus mencari tahu tentang siapa sebenarnya yang menjadi pelopor utama lahirnya agama Samawi itu.

Aku tidak membahas terlalu detail masalah Abraham tokoh yang dipercaya sebagai Bapak Ketuhanan atau Bapak Orang Beriman. Jika Bapak Beriman, lalu Abraham beriman kepada siapa.
Ternyata Abraham beriman kepada Tuhan yang bernama Yahweh atau YHVH ( יהוה) Meskipun pada awalnya Yahweh masih disebut dengan julukan " El " ..... Lalu bla-bla ... Pada masa abad ke-6 SM, keberadaan ilah-ilah atau tuhan-tuhan lain disangkal, dan Yahweh dicanangkan sebagai pencipta alam semesta, sebagai Tuhan satu-satunya yang menjadi pemilik sejati seluruh alam semesta.

Secara analogi tentulah turunan Abraham ini udah pasti akan ikut percaya juga kepada Tuhan Yahweh, Misalnya anak Abraham yang bernama Isaac dan Ismael dan seterusnya, karena Yahweh adalah sembahan bapaknya. Singkatnya ... Dan dari sini diceritakan lahirlah kaum Bani Israel dari salah satu keturunan Abraham, yakni Ya'qub atau Israel dan melahirkan kaum Yahudi. Dan ini terus berlangsung hingga sampai ke turunan Moses, dimana Moses juga beriman kepada Yahweh tentunya. Bla ... bla.... munculah kitab Torah .... dst. Lalu lahirlah agama Yudaism.

Lalu selang beberapa waktu munculah kisah salah satu keturunan Abraham yang bernama Yeshua Hamashiah tentunya Yeshua Hamashiah ini akan ikut beriman kepada Yahweh sesuai sembahan para leluhurnya. Tapi kemudian Yeshua Hamashiah diceritakan berganti nama menjadi Yesus dan mengaku sebagai anak Allah ?? Lalu kemudian malah dianggap sebagai Tuhan ?? Ini membingungkan yaa.

Nah siapa yang mengganti nama Yeshua Hamashiah menjadi Yesus ? lalu kata " Allah " ini dari mana diambil ?? sementara ada kata Allah berasal dari bahasa Sanskrit Hindu, untuk sebutan kepada Dewi Dhurga dan juga Dewa Shiva dengan simbol Bulan Sabit. ada juga bersumber dari kata Al Ilah bahasa Arab ?? Ini sangat membingungkan ??!!
Kisah membingugkan ini selesai pada abad 34 M.

Lalu Bla .. Bla ... ngga ada angin ngga ada hujan nun jauh disana muncul lagi nabi baru bernama Muhammad ? Mengaku sebagai penerus nabi2 kaum Yahudi bahkan mengaku sebagai nabi penutup ????? Ini bukan saja membingungkan tapi ngawur. Dst...dst.... udah tahu kali yaa. Kisah ini muncul tahun 610 M.

Nah yang menjadi point pentingnya adalah Kita harus jujur mengakui bahwa pelopor agama samawi adalah Kaum Yahudi - Israel. Agamanya Yudaism, Kitabnya Torah, Dengan rujukan dari Abraham sebagai Bapak Orang Beriman.

Jika, semua pendiri agama setelah masa Abraham dan mengaku sebagai Turunan Abraham, mengapa menjadi saling bermusuhan ? Mengapa muncul agama baru?? Malah Tuhannya menjadi berbeda-beda ?? Kitabnya berbeda-beda ?? tata cara ibadahnya berbeda-beda ?? Dst. Ds.t.

Yaa begitulah adanya .. cerita indah dari luar sana, yang memang harus segera di clearkan, agar tidak ada lagi yang namanya perbedaan, sentimen agama, intoleransi, dsb.

Sayangnya ...... Yahweh atau YHVH tidak terbukti adanya, lalu kita mau bertanya kepada siapa ?? Konon mau bertanya ama Tuhan2 setelah Yahweh yang tidak diketahui apa dan bagaimana bentuk dan modelnya.

Udah segini aja coretannya .. selanjutnya saudaraku semua yang mencernanya sendiri, mencari tahu, mencari referensi serta bukti2 lainnya.
Tapi .... Jika Abraham itu benar ada tokohnya, aku rasa ia orang yang Keren bingit dengan gelar Bapak Orang Beriman atau Bapak Ketuhanan.

Secepat kita menyadari semua kekeliruan dan absurditas ini, maka secepat itu pula kita menjadi bangsa yang bermartabat yang bersih dari noda dogma2 agama dari luar NKRI.

#SaveNKRI 
Semoga semua makhluk berbahagia !! 🙏🙏🙏

Selasa, 17 Oktober 2023

Kontradiksi dalam al-Quran


Dzulqarnain
Dzulqarnain adalah figur legendaris dan ceritanya di kisah langsung oleh Allah SWT dalam Quran dari QS 18: 83-101.Yang menarik dalam kisah Dzulqarnain ini,  dia  berjalan dari tempat matahari terbit hingga ke tempat matahari terbenam.

Friman Allah SWT. QS 18: 83 dan 86

Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah, “Akan kubacakan kepadamu kisahnya.” (QS. [18] Al-Kahf : 83)
Hingga ketika dia telah sampai di tempat matahari terbenam, dia melihatnya (matahari) terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana ditemukannya suatu kaum (tidak beragama). Kami Berfirman, “Wahai Dzulqarnain!" " Engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka.” (QS. [18] Al-Kahf : 86)

Gambaran matahari yang terbenam  di dalam air yang berlumpur atau air yang panas sebenarnya merupakan konsep geografi kuno yang sudah ada sejak zaman Babilonia. Pada zaman itu orang-orang Babilonia percaya  bumi berbentuk lingkaran dan Mesopotamia adalah sebagai pusatnya. Di bagian utara terdapat gunung yang  tinggi, bagian barat merupakan tempat tinggal bangsa Chaldea, selatan kota Susa, dan timur merupakan wilayah Assyria. Mereka percaya bumi ini  dikelilingi oleh  lautan sebagai pembatas dengan dunia lain. Di laut yang melingkar inilah matahari terbit dan tenggelam setiap harinya.

Ini juga sama, kalau Kita  melihat geografi kuno yang terdapat pada sebuat tablet yang ditemukan oleh Hormuzd Rassam tahun 1882 di Sippar, Iraq.
Model geografi yang berbentuk lingkaran dengan laut yang mengelilingi  bumi juga diadopsi oleh bangsa Yunani kuno. Kita bisa melihatnya dalam peta Hecataeus yang dibuat pada abad ke-5 SM, dimana Yunani berada di tengah-tengah bumi dengan Eropa di utara, Afrika di selatan, dan Asia di Timur. Di sekeliling bumi ini terdapat lautan yang memisahkan dengan dunia lain.

Hal serupa juga bisa kita temukan pada peta T dan O yang dibuat oleh Isidore dari Seville dalam De Natura Rerum. Peta bumi Isidore ini mengadopsi konsep peta bumi kuno dengan memasukkan pembagian geografis keturunan Nuh, dimana bumi bagian timur dihuni oleh bangsa Asia keturunan Shem, barat laut terdapat Eropa yang dihuni keturunan Japeth, sedang barat daya terdapat Afrika yang dihuni keturunan Ham. Wilayah tempat tinggal manusia ini dikelilingi oleh lautan yang merupakan pembatas dengan dunia lain.

Pada zaman dahulu, matahari dipercaya  terbit dan terbenam dari dan ke dalam laut yang mengelilingi bumi ini. Karena matahari sangat panas, maka dalam pikiran orang dahulu, air tempat matahari terbit  dan terbenam  juga akan panas dan berlumpur hitam karena sering dipakai keluar masuk matahari setiap hari.

Cerita tentang matahari tenggelam dalam lumpur yang busuk (fetid sea)  dan kisah legenda  Alexander the Great   menjadi legenda dalam tradisi Nasrani kuno. Kemudian  cerita lagenda ini  diadopsi oleh Allah SWT dan menceritakannya dalam Quran QS 18:83-101. Ceritanya sedikit dimodifikasi  dengan menambah cerita Yajuj dan Majuj,  dan Alexander the great menjadi muallaf dan namanya diganti menjadi Dzulqarnain (bertanduk dua).

Kisah Lagenda Zulkarnain atau The Alexender the Great versi Kristen Ortodok Syiriac terangkum dalam buku "The History of Alexander the Great Being the Syriac Version of the Pseudo-Callisthenes, 1889, Cambridge: The University Press."


SEJARAH KAFIR

Oleh: July Temon

Saya tidak tahu secara pasti sejak kapan kata kafir ini pertamakali muncul, apakah kata "kafir" ini berasal dari bahasa Arab murni atau justru malah berakar dari bahasa asing yg kemudian diserap ke dalam bahasa Arab.

Tinjauan Teologis
Istilah yang hampir sinonim dengan kata kafir adalah  גוי‎ "Goy" (bahasa Ibrani) atau diterjemahkan "Ethnos" dalam Septuaginta. Pengunaan ini secara umum merujuk kepada orang non-Yahudi. Kata ini juga bisa dimaksutkan kepada orang di luar etnis Yahudi atau orang beragama non-Yahudi. Namun istilah goy atau goyim tidak sampai menimbulkan konotasi yg sedemikian negatif seperti penggunaan kata "kafir", kecuali dalam kasus tertentu seperti labelisasi buruk terhadap orang Samaria.

Kata lain yang agak pararel dengan kafir adalah ρακα (Raka), yg berasal dari Perjanjian Baru  terjemahan bahasa Yunani. Kata "raka" ini dengan tegas ditujukan kepada orang di luar kaum beriman, bahkan dalam Perjanjian Baru terjemahan Indonesia juga dimaknai "Kafir". Tapi dalam Alkitab terj. Bahasa Arab karya Van Dike malah dimaknai sebagai باطلا bukan كافر.

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan istilah "kafir/kafirun" sendiri bisa disepakati secara luas sebagai orang atau kaum yg menolak atau mengingkari imam dari agama tertentu.

Tinjauan Bahasa
Namun anehnya, ketika kita cari istilah kafir dalam Peshita (P.B terjemahan bahasa Aram), kita akan menemukan kata yg mirip dengan kafir pada bahasa Arab, kata itu adalah "Kapar", tepatnya pada 1 Yohanes 2:22, yg berbunyi;

"Manu Daggala?, ela en eyna, de kafar de la hua yashua mesikha?, ha nahu mesikha daggala, huwa de kafar baba, kafar af babra (Peshitta: 1 Yohana 2:22)

Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah Masikh al-Dajjal, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Putera (Tb: 1 John 2:22)

kata "Kafar" ini berarti "menyangkal" yg dalam ayatnya ditujukan kepada sosok yg menyangkal Yesus sebagai Kristus.
Dan selama ini saya kira kata "Kapar" sendiri juga mewakili arti "kafir", ternyata kata kafir dalam Peshitta justru tetap ditulis "Raqa" (seperti bahasa Yunani), bukan "Kapar". Jadi dalam Peshitta sendiri, "Raqa" itu bermakna Kafir (orang tak beriman), sedangkan "kapar" berarti menyangkal

Nah, pada bahasa Arab, kata كافر bermakna menutupi, menyembunyikan, atau tidak percaya. Tapi istilah كافر diterima secara luas kepada orang non-Muslim, (termasuk Ahli Kitab dan kaum musyrikin) atau orang-orang Muslim yg kufur nikmat.
Nah, apakah benar kata "kapar" dalam bahasa Aram ini pararel dengan "kafir" pada bahasa Arab?

Tinjauan Antropologis
Baik Kapar maupun Kafir ini sedikit memiliki kemiripan, pertama sama² bermakna menutupi, menolak, atau menyangkal iman, malah sosok Anti-Kristus (Al-Masih Dajjal) di dalam peshitta disebut² sebagai "Kapar", sedangkan dalam eskatologi Islam, sosok Dajjal juga disebut Kafir!

Nah, mungkinkah ada korelasi antara kedua kata ini?
Jika kita melihat peradaban Arab pada masa antiquitas akhir, mereka tidak hanya menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa tutur mereka, melainkan juga bahasa Aram, penggunaan bahasa Aram ini jg umum diucapkan oleh orang Arab, terutama bangsa Arab yg tinggal di kawasan Syria, Mesopotamia, Palestina dan Petra. Bahkan kadang-kadang antara bahasa Arab dan Aram ini sering tercampur.

Orang Arab Petra misalnya, di mana saat itu Petra menjadi pusat dari komunitas kaum Pagan Arab di utara untuk memberikan persembahan kepada Allat, Manat, Uzza dan Hubbal di depan batu kotak yg dibelakangnya terdapat Kuil Dus-Syara' yg digunakan sebagai altar. Nah, orang Petra ini ternyata malah menggunakan bahasa Aram sebagai lingua franca, disamping bahasa Arab. Sebab Petra saat itu juga merupakan ibukota dari Kerajaan Nabatea (168 SM - 106 M) di mana orang Nabasia, sebagaimana orang Arab Utara pada umumnya juga memakai bahasa Aram.

Ketika Kerajaan Nabatea ditaklukan oleh Romawi, mereka berangsur-angsur berpindah ke agama Kristen, tapi bukan berarti orang Arab Nabatea semuanya memeluk Kristen, tetap ada sebagian dari bangsa Arab yg mempertahakan keyakinan nenek moyangnya. Dan di antara orang Arab, pasti ada kontak antara yg memeluk Kristen dan Pagan. Sehingga banyak sekali kata atau istilah serapan dari bahasa Aram Alkitab yg tidak sengaja diserap ke dalam bahasa Arab. Salah satunya adalah penggunaan kata "kapar", kata ini boleh jadi dipakai pula oleh orang Arab Pagan untuk mewakili makna tertentu, seperti menutupi benih, menolak atau menyangkal, maka kata serapan kafar ini berubah menjadi kafir.

Ketika Islam berkembang, mungkin istilah kafir itu juga diambil dari bahasa yg umum digunakan oleh orang Arab saat itu. Soalnya lawan yg cocok dipakai untuk kata "percaya" (iman) adalah "tidak percaya/menyangkal (kafir), Sehingga kata kafir ini bisa dipakai oleh kaum beriman untuk menjudge orang/kaum yg menolak iman Islam.

Sumber:
*Phillip, K Hitti. (1970). History of Arabs
*Septuaginta
*Peshitta
*Alkitab T.B
*Alkitab Byzantine Version


Senin, 16 Oktober 2023

Paradoks Kutub Ramadhan

 



Oleh July Temon

Setiap bulan Ramadhan tiba, saya selalu bersyukur karena tinggal di kawasan sekitar khatulistiwa, sebab jeda antara siang dan malam tidak terlalu jauh, sehingga jadwal puasa saya tidak sampai lebih dari 13 jam seperti saudara² muslim saya yg tinggal di garis lintang tinggi yg bisa berpuasa sampai lebih dari 14 jam lamanya.
Soalnya dalam hukum fiqih, ketetapan waktu sholat dan waktu berbuka puasa sangat ditentukan oleh waktu terbit dan terbenamnya matahari. Mungkin hal ini sah-sah saja bagi orang yg tinggal di sekitar khatulistiwa, namun pada kenyatannya, semakin kita dekat ke arah kutub, waktu siang atau malam bisa semakin panjang hingga beberapa bulan.
Tentu dengan ketidakstabilan antara porsi siang dan malam akan merusak waktu sholat, dan juga tidak mungkin melalukan ibadah puasa pada jangka waktu seperti itu.
Para ulama kemudian melakukan ijtihad dan berpendapat bahwa umat Islam bisa melakukan ibadah puasa dengan menyesuaikan waktu dari negaranya masing-masing atau mengikuti waktu dari negara terdekat yg masing memungkinkan untuk melakukan ibadah puasa. Sedangkan ulama lain berpendapat bahwa umat Islam tetap wajib berpuasa selama lebih dari 20 jam.
Berikut beberapa kota dengan jendela puasa terlama;
*Oslo, Norwegia (20 jam 16 menit)
*Juneau, Alaska (19 jam 42 menit)
*Reykyavik, Islandia (22 jam 28 menit).
Kebimbangan
Nah, ada banyak kontroversi mengenai fatwa di atas, jika seseorang Muslim bisa mengikuti waktu puasa dari negara asalnya, lantas bagaimana dengan warga lokal kutub atau komunitas Muslim yg sudah lama menetap di kawasan kutub? Terus ketika datang ke daerah di mana hari diperpanjang menjadi minggu atau bahkan berbulan bulan, jendela waktu puasa untuk "negara terdekat" di mana jendela puasa di bawah satu hari, kerangka waktu biasanya masih mendekati 24 jam.
Masalah Astronot
Lebih membingungkan lagi dengan posisi dan waktu astronot ketika hendak menunaikan sholat. banyak pertanyaan muncul, bagaimana penetapan waktu sholat dan puasa bagi astronot yg tinggal di stasiun ruang angkasa, bulan atau planet lain?
Bayangin saja ketika astronot berada di wanahana antariksa yg berpergian jauh dari bumi, di mana tidak pernah ada waktu bagi matahari untuk terbenam, terus kapan waktu sholat bisa dimulai?
Kemudian bagaimana ketentuan arah kiblat bagi astronot?
Beberapa ulama berfikir bahwa astronot bisa sholat menghadap ke bumi, jika benar begitu, ketika ada astronot di mars, lalu posisi bumi ada di atas langit mars, apakah itu berarti astronot harus sholat dalam keadaan berbaring?
Sebenarnya masalah di atas dapat teratasi jika bumi ini berbentuk datar... dan bumi ini adalah satu²nya tempat berpijak di jagad raya.
Dan tentu saja persoalan ini akan terus menimbulkan perdebatan di kalangan fuqaha, sebab dalam Islam, bentuk bumi itu bukanlah bulat seperti yg selama ini diyakini oleh para ilmuwan, melainkan berbentuk karpet yg direntangkan (hamparan).
Mengingat Nabi Muhammad dan para sahabatnya hidup di gurun pasir Arab pada abad ke-7, di mana rentang waktu siang dan malang hampir sama atau tidak terlalu jauh, serta sudut pandang masyarakat zaman itu yg meyakini bahwa bumi itu tampak datar, maka wahyu yg diturunkan juga menyesuaikannya dengan kondisi geografis yg diketahui oleh masyarakat yg bersangkutan.

Sumber:
*"Indeed, the fasts may be twenty hours long, but this is something one will have to adhere to." Fasting in extreme latitudes - Sunnipath.com Q&A
* Behrouz Saba - First Female Muslim Astronaut Could Help Bridge U.S.-Iran Gap - New America Media, September 20, 2006



Minggu, 15 Oktober 2023

Asal-usul Surga dan Neraka dalam agama-agama Abrahamik (Yahudi, Kristen dan Islam).

Oleh: July Temon

Dari manakah konsep tentang surga & neraka dalam kepercayaan agama-agama Abrahamik  muncul? 
Apakah gagasan tentang akhirat itu tiba-tiba  ada, atau sudah ada sejak dari awalnya?   

Jika kita melihat dari sudut pandang sejarah. Ini jelas, kepercayaan atau tradisisi Kristen dan Islam berpangkal dari Judaisme. Sebab agama-agama besar itu lahir dari rahim kepercayaan Yahudi Kuno. 
 
Kepercayaan tentang surga-neraka dalam Judaisme itu sebenarnya tidak muncul begitu saja pada awalnya, melainkan baru dimunculkan pada abad ke-2 SM, lebih tepatnya pasca pemberontakan Makabe (Maccabean Revolt), mengapa bisa begitu? 

Bermula ketika Antiokhus IV dari Kerajaan Seleukia melakukan Hellenisasi terhadap seluruh negeri kekuasaanya, termasuk Judea. 
Pada 175 SM, Dia mendirikan Gymnasium di Jerussalem dan mengajari anak-anak di sana untuk memakai topi Yunani dan berlatih atletik. Dalam hal ini, Dia dibantu oleh seorang Yahudi penyokong Hellenisasi bernama Yason, dia  diangkat oleh Antiokhus IV sebagai Imam Besar Yahudi di Jerussalem.

Akibat dari kekuasaan yang aristokrasi tersebut keimanan orang-orang  Yahudi menjadi lemah karena dipengaruhi oleh budaya Yunani. Upaya Hellenisasi (upaya menjadikan Yahudi menjadi Yunani) ini mendapatkan reaksi keras dari kelompok Hasidim. Hasidim adalah kelompok Yahudi yang muncul pada pertengahan abad ke-2 SM  dan mereka menentang kebijakan helenisasi terhadap masyarakat Yahudi oleh penguasa asing.

Pada 170 SM, ketika  Antiokhus IV berperang melawan Ptolemaik, Dia merampas bejana-bejana dari Bait Allah dan menempatkan sebuah  patung Zeus di dalamnya. Ia menyepadankan YHWH (Elohim) dengan Zeus. 
Dia berupaya melenyapkan tradisi Yahudi, misalnya  menghentikan khitan (sunat), mencabut  aturan makanan yang halal dll.  
Orang-orang Yahudi tidak tinggal diam, mereka menyatakan pemberontakan kepada Antiokhus, sebab perilaku Antiokhus sudah sangat keterlaluan.  

Pada masa inilah ajaran tentang Imortalitas (kehidupanyang abadi) dipercaya secara luas oleh orang Yahudi bermula. Dulu, sebelum meletusnya pemberontakan Makabe, orang Yahudi belum mempercayai adanya imortalitas, mereka sebelumnya meyakini bahwa kesalehan terhadap YHWH hanya  mendapatkan imbalannya di bumi ini.
Namun akibat penganiayaan yang menimpa orang-orang saleh dari kalangan mereka yang dilakukan oleh Antiokhus, kemudian mereka menyakini yang bahwa keyakinan itu salah dan keliru.  Untuk memberikan legitimasi bahwa Tuhan itu adil, perlu ditamamkan sebuah kepercayaan baru yang bahwa ada imbalan dan hukuman yang setimpal kepada semua orang sesudah mati atau di akherat nanti. 

Ajaran ini tidak dapat diterima oleh seluruh orang Yahudi, terutama oleh kaum Saduki. Karena kaum Saduki kalah dalam jumlahnya daripada kaum Farisi yang mepercayai Imortalitas (kehidupan abadi), selanjutnya  kaum Farisi-lah yang akhirnya menang dan bertahan, dan mereka kemudian membentuk dasaŕ-dasar dari konsep Judaisme modern atau Yahudi yang kita kenal sekarang. 

Jika kita telusuri dalam kitab Taurat tulisan (Torah Sebiktav), kita tidak akan menjumpai adanya kehidupan yang abadi di akhirat, namun konsep akhirat dengan kehidupan yang abadi ini, ada dalam Taurat lisan (Torah Sebealfeh). 

Sementara itu orang-orang Saduki menolak kredibilitas Taurat lisan dan hanya menerima Taurat tulisan, oleh sebab itulah kaum Saduki menolak adanya kehidupan setelah mati. Berbeda halnya dengan kaum Farisi yg menerima Taurat lisan, makanya mereka percaya akan immortalitas atau kehidupan yang abadi di akherat nanti. 

Kaum Farisi dan Saduki saling berdebat perihal immortalitas, fakta ini memberikan sebuah indikasi bahwa konsep akhirat dalam Judaisme itu sendiri, masih simpang siur, dan mungkin ada benarnya jika konsep akhirat itu memang sengaja dibuat pasca pemberontak Makabe untuk memberikan dorongan moral bagi orang-orang Yahudi agar berani mati dalam membela tradisi Yahudi. 

Ketika kepercayaan Farisi akan imortalitas ini bersentuhan dengan Kristen, maka terciptalah konsep akhirat yang lebih konkrit dan mengerikan. Kitab-kitab kaum Farisi  yang tulis kemudian  berpengaruh besar, terutama dalam kaitannya dengan Mesianisme (Al-Masih), Sheol/Hadesh (alam kubur), Gehena (Jahanam), Jannah, dan Demonologi.   

Pemberontakan Makabe adalah perlawan yang dilakukan bangsa Yahudi, berlangsung dari tahun 167 sampai 160 SM, dipimpin oleh kaum Makabe melawan Kekaisaran Seleukia dan melawan pengaruh Helenistik dalam kehidupan Yahudi.   
@everyone

Sumber: 
Bertrand, Russel. (1945). Sejarah Filsafat Barat
https://en.wikipedia.org/wiki/Antiochus_IV_Epiphanes
https://en.wikipedia.org/wiki/Maccabean_Revolt
https://en.wikipedia.org/wiki/Ptolemaic_Kingdom

Jumat, 13 Oktober 2023

Sejarah Evolusi Agama Bani Israel (Bagian Pertama)


Oleh: July Temon

"Tread ini bukan bermaksut menciderai apalagi menyinggung pihak mana pun, artikel ini hanya melihat perkembangan kepercayaan Bani Israel menurut sudut pandang sejarah, jika ada yg kurang berkenan mohon abaikan postingan ini"

Pada Mulanya
Tentunya kita tahu bahwa Judaisme dan agama monotheistik lainnya bersumber dari teologi Abraham sebagai peletak dasar dari kepercayaan agama-agama abrahamik yg selama ini kita kenal. Namun bagaimanakah asal muasal dari sosok bernama Abraham itu sendiri jika kita menelisik dari perspektif historis? Apakah benar jika Abraham adalah tokoh yg benar-benar ada? dan kalau ada apa alasan beliau menciptakan agama monotheistik?

Menurut sumber historis, perkiraan waktu dari kehidupan Abraham itu sekitar abad ke-21 sampai ke-19 SM. perhitungan ini didasarkan pada perbandingan naskah mashoretik, meski masih menjadi perdebatan dan tidak bisa kita jadikan sebagai acuan ilmiah dalam penelitian sejarah, namun kehidupan Abraham di Alkitab sangat cocok dengan kondisi Mesopotamia pada abad itu.

Nah, kisaran abad ke-21, ada peristiwa yg sangat penting di Mesopotamia, yakni kejatuhan Kekaisaran Akkadia akibat serbuan dari bangsa Gut yg datang bertubi-bertubi, sehingga melemahkan Kerajaan Akkadia.

Kota kelahiran Abraham, yakni Ur-Kasdim dahulu pernah menjadi bagian dari wilayah Kekaisaran Akkadia, dari situ muncul narasi jika pada masa serbuan suku Gut, sebagian dari warga Akkadia ada yg melarikan diri ke berbagai penjuru negri untuk mengadu nasib.

Lalu bermunculan opini jika rombongan dari kaumnya Abraham adalah salah satunya. Para ahli berbeda pendapat perihal peristiwa ini, ada yg menyatakan jika sesungguhnya Abraham itu adalah sosok fiktif yg sengaja dipersonalkan oleh redaktor Taurat, yg lain berpendapat kalau ia mungkin adalah seorang kepala karavan yg membawa rombongan orang Ur pergi ke Kanaan untuk menyelamatkan diri.

Terlepas dari benar atau tidaknya sosok dari Abraham ini, yg jelas pada masa itu memang ditemukan ada sejumlah rombongan yg hijrah dari Akkadia ke Kanaan.

Rombongan pengungsi ini lalu bertemu dengan penduduk pribumi Kanaan yg di kemudian hari sempat memicu konflik sosial di antara keduanya hingga melibatkan pergulatan campur tangan dewa.

Tiga Bentuk Awal Agama Israel
Setelah tiba di Kanaan, muncul berbagai narasi yg melahirkan beberapa kepercayaan baru di Kanaan, dan perlu diperhatikan bahwa ada agama yg berevolusi secara berurutan atau mungkin muncul secara serentak sehingga sukar untuk menentukan bagaimana persisnya hubungan antara agama-agama Israel Kuno, di antaranya;
A). Theos Patros (agama bapa leluhur)
Yakni Tuhan yg disebut-sebut oleh leluhur Israel yg diucapkan oleh Abraham, Ishak, Yakub.
B.). Agama Sinkretis Ibrani dengan Kanaan
Yakni percampuran antara agama bapa leluhur dengan kepercayaan pagan Kanaan Kuno.
C). Agama Gurun
Yakni agama Bani Israel ketika keluar dari Mesir dan hilang di gurun, kepercayaan yg kita kenal sebagai peletak dasar dari tradisi Yahwisme yg di bawa oleh Musa.

Untuk yg fase a) dan b), penemuan arkeologi masih belum mampu memberikan gambaran yg akurat, tapi untuk yg c) adalah yg paling kuat di antara yg lain sebab agama c masih bertahan dan menjadi pondasi dasar dari agama Israel.

Apakah ada kemungkinan kalau agama Theos Patros mengandung monotheisme?
Orang Israel sebenarnya adalah perkumpulan antar suku yg kemudian singgah di Kanaan, di sana ada tiga suku yg saling bertemu dan berakulturasi membentuk satu konfederasi. Namun, masing-masing dari suku ini menyembah Tuhan yg berbeda-berbeda, suku Yakub dengan Abir-Yakub yg merupakan suku terbesar yg tinggal di utara Kanaan, disusul suku Ishak dengan Pahad-Yitzak yg singgah di Beersyeba, lalu suku Abraham dengan El-Elohe Abraham yg menetap di sekitar Mamre. Seiring berjalannya waktu, El (Tuhan tertinggi Kanaan) mulai diidentikan dengan Ilah-ilah dari ketiga suku tersebut.

Ketiga suku ini lalu melakukan semacam poling Tuhan untuk merekrontuksi ulang sejarah mereka demi membentuk identitas kesatuan bersama. Alhasil, muncul tuhan baru dalam sesembahan mereka, tidak hanya Tuhannya Ishak dan Tuhannya Yakub, melainkan juga Tuhannya seluruh Israel, akhirnya muncul istilah "El-Elohe Yizrael", hasilnya, Abraham menjadi kakek dari para leluhur yg disusul Ishak dan Yakub.

Theos Patros (agama bapa leluhur) mungkin berhubungan dengan tradisi Levant Kuno, khususnya Mari, Nuzi, Ugarit (Ras Syamrah), Hurri dan Mitani. Dari lempengan dan manuskrip dari kawasan-kawasan tersebut kita dapat menjumpai nama-nama yg mirip dengan nama patriach Israel seperti Yishak-El, Yakub-El, Isma-El, Nahuri (Nahor), Saturaghi (Serug), dan Harran. Kemudian tradisi di jaman Abraham juga sangat mirip dengan tradisi Mesopotamia abad ke-15 SM, itu artinya besar kemungkinan kalau suku-suku yg berkumpul di Kanaan membentuk konfederasi Israel itu berasal dari Levant atau Mesopotamia, yg di kemudian hari melebur dengan orang Kanaan.

Dewa El, sebagai pantheon tertinggi dewa Kanaan, pada akhirnya juga disembah oleh imigran dari Mesopotamia, namun penyembahan ini tidak dilakukan secara langsung, melainkan para imigran itu mengidentifikasikan dewa yg sebelumnya mereka sembah (dari Mesopotamia) dengan Dewa El, sehingga kadang-kadang nama El ini disematkan kepada banyak nama dewa.

Sumber:
William F. Albright, 1968. Yahweh and the Gods of Canaan: A Historical Analysis of Two Contrasting Faiths, (London: Athlone Press).

https://www.amazon.com/Yahweh-gods-Canaan-historical-contrasting/dp/B0007DPEM4

William Dever, 1984. “Asherah, Consort of Yahweh? New
Evidence from Kuntillet ‘Ajrûd,” BASOR Vol 50.

@everyone