Rabu, 29 April 2020

Khabbab bin Al-Arat, Sahabat Nabi yang Disiksa karena Keimanannya


Khabbab bin Al-Arat, Sahabat Nabi yang Disiksa karena Keimanannya
Khabbab bin Al-Arat salah satu sahabat Nabi saw yang termasuk kelompok awalin, yang mula-mula beriman dari kalangan budak belian, beliau ra banyak mendapatkan penyiksaan karena keimanannya.



Biografi


Khabbab bin Al-Arat bin Jandalah Alt-Tamimi lahir di Najd, 36 tahun sebelum hijrah. Beliau termasuk kelompok budak yang diperjual belikan di Mekkah. Beliau menjadi budak Ummu Anmar Al-Khuzaiyah, sekutu dari ‘Auf bin Abdi ‘Auf Az-Zuhry, ayah Abdurrahman bin Auf ra.

Beliau ra bekerja sebagai budak pandai besi. Membuat pedang dan peralatan dari besi lainnya.


Ketika Rasulullah saw menyampaikan tablighnya, Khabbab ra yang berasal dari kalangan budak itu pun segera beriman.


Sehingga beliau ra termasuk kedalam kelompok sahabat Nabi yang pertama beriman dari kalangan anak muda dan juga dari kalangan budak belian seperti Hadhrat Bilal ra.


Baca juga: Abu Hurairah ra: Dari Ahli Shuffah Menjadi Gubernur Bahrain

Mendapat Siksaan

Mengetahui Habbab ra telah beriman maka Ummi Anmar dan kaum kafir Qurais menimpakakan kepada beliau ra berbagai macam siksaan yang mengerikan agar beliau ra membatalkan keimanannya kepada Rasulullah saw.


Beliau ra pernah dipaksa mengenakan baju besi dan dibaringkan di atas pasir yang panas, sehingga kulitnya mengelupas terkena sinar matahari yang terik. 


Lain waktu beliau ra diseterika dengan besi panas yang merah menyala, sehingga kulit beliau hangus terbakar. Belia ra juga pernah ditusuk-tusuk punggungnya dengan batang besi panas.


Pada suatu hari di masa Khalifah Umar ra, dalam sebuah pertemuan, beliau ra memanggil Hadhrat Khabab ra untuk duduk di atas kursi khusus bersama beliau ra dan berkata: “Khabab! Anda layak untuk duduk bersama saya di sini. Sementara saya tidak melihat dari antara hadirin seseorang yang berhak duduk bersamaku di tempat ini kecuali Bilal karena beliau menderita siksaan yang banyak dikarenakan keislamannya pada hari-hari awal.”


Beliau ra menjawab: “Wahai 
Amirul Mu’minin! Tidak diragukan lagi bahwa Bilal ra berhak untuk itu, tetapi ada yang menyelamatkan Bilal saat terjadi kezaliman terhadapnya oleh orang-orang musyrik. (Hadhrat Abu Bakr ra yang menolong Bilal dan membebaskannya) Namun, saat itu tidak ada yang menyelamatkan saya dari kezaliman tersebut. Suatu hari saya mengalami hal ini, saya ditangkap oleh orang-orang kafir. Mereka mendorong saya agar menduduki batu bakar yang panas membara. Selanjutnya, ada satu orang dari antara mereka yang menginjakkan kakinya diatas dada saya.” 


Kemudian beliau membuka bajunya dan menunjukkan kepada Hadhrat Umar ra punggungnya sehingga terlihat tanda memutih bekas penganiayaan di sana yang diakibatkan oleh bara api.

Kulit dan lemak tubuh bagian belakang beliau terbakar yang kemudian meninggalkan garis-garis serta bekas luka permanen di tubuhnya.


Cukup lama beliau ra mengalami penyisaan dan cobaan berat seperti itu. Akan tetapi beliau ra tetap tabah dan bersabar. Beliau tetap teguh dalam keimanannya.


Download GTA San Andreas Mobile
Penghidmatan dan Pengorbanan
Rasulullah saw para sahabat yang lainnya berupaya membebaskan para budak yang telah beriman. Salah satunya adalah Khabbab ra, beliau ditebus Hadhrat Abu Bakar ra dengan uangnya sendiri dari Ummi Anmar dan kemudian beliau ra memerdekakannya.

Setelah merdeka dari perbudakannya beliau ra berkhidmat untuk belajar Al Qur’an dan akhirnya menjadi salah seorang yang ahli membaca Al Qur’an. Ia tengah mengajarkan Al Qur’an kepada Fathimah binti Khaththab dan suaminya ketika Umar datang menghajar keduanya karena keislamannya. Tetapi peristiwa itu justru menjadi pemicu Umar memeluk Islam.

Beliau juga meriwayatkan hadits 32 hadits, dua dalam Shahih Bukhari dan 1 dalam Shahih Muslim.

Hadhrat Khabab ra ikut serta dalam pernah Badr, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Beliau hampir tidak tertinggal dalam berbagai pertempuran di medan jihad. Pada Perang Badar, beliau bertugas menjaga kemah Rasulullah saw pada malam sebelum pertempuran terjadi.


Beliau menerima Islam dengan sukarela dan penuh ghairat. Beliau juga ikut hijrah ke Madinah dengan penuh ketaatan. Kemudian beliau menjalankan hidupnya sebagai seorang Mujahid. Beliau melewati banyak ujian yang begitu berat, akan tetapi beliau menghadapinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan.


Takut kepad Allah

Hadhrat Khabbab bin Al-Arat ra, ketika menjelang masa ajalnya, beliau begitu takut kepada Allah Ta’ala. Meskipun telah berkorban besar sekali demi agama serta menerima penderitaan yang luar biasa, beliau amat cemas mengharap akhir yang baik. Sampai-sampai beliau minta diperlihatkan kain kafannya. Setelah melihat kain kafan itu dan bagi beliau itu begitu mewah dan berlebihan maka beliau berkata sembari mencucurkan air mata:


“Perhatikanlah kain kafan saya. Sungguh, Hamzah [paman Nabi saw yang syahid di perang Uhud] tak mendapatkan kain kafan melainkan kain burdah (kain selimut), jika digunakan menutupi kepala maka kakinya akan tersingkap,dan jika digunakan untuk menutupi kaki maka kepalanya akan tersingkap, sehingga kepalanya yg ditutup sementara kakinya ditutupi dengan rerumputan idzhir sesuai petunjuk dari Nabi saw.”


Beliau ra juga mengatakan dengan penuh rasa takut akan Allah:

“Semasa saya bersama Rasulullah saw saya sama sekali tidak memiliki apa-apa bahkan untuk satu dinar atau satu dirham sekali pun. Akan tetapi kini, karena karunia Allah Ta’ala dan penerimaan Dia atas pengorbanan ini serta buah keberkatan Rasulullah saw juga, Allah Ta’ala menganugerahi saya dengan kekayaan yang melimpah ruah sehingga kotak yang ada di sudut rumah saya berisi 40 ribu dirham.”


Kemudian, beliau ra berkata, “Allah Ta’ala menganugerahi saya dengan begitu banyak sekali harta sehingga saya takut sekali bahwa jangan-jangan Allah Ta’ala hanya mengganjar amal perbuatan saya di dunia ini saja, sementara di akhirat nanti saya kehilangan ganjaran itu sama sekali.”

Tatkala beliau tengah sakit dan tampaknya dekat sakaratul maut, para tamu yang menjenguknya berkata kepadanya:

“Berbahagialah, wahai Abu Abdullah karena engkau akan menjumpai shahabat-shahabatmu besok (yaitu para sahabat agung).”


Khabbab pun menjawab sambil menangis, “Tidak ada yang membuat saya khawatir, tetapi kalian telah menyebut saya sebagai saudara bagi para sahabat Nabi yang mana kedudukan mereka amat luhur. Saya tidak tahu apakah saya tepat dinamai sebagai saudara mereka ataukah tidak.”


“Mereka telah berlalu (wafat) mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebelum mereka mendapatkan ganjaran sedikit pun di dunia sebagaimana yang telah kita peroleh. Sementara kita, kita masih tetap hidup dan mendapat kekayaan dunia, hingga tidak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah.”


Inilah tingkat rasa takut beliau kepada Allah dan ketakwaannya sampai-sampai menganggap diri begitu rendah. Beliau takut akan Allah dan cemas akan ridha-Nya setelah kewafatan. Beliau ra biasa berdoa agar Allah meridhainya.


Wafat

Beliau wafat pada tahun 37 H pada usia tiga puluh tujuh tahun. Beliau kemudian dimakamkan di Kuffah.

Khabbab bin Al-Arat, sahabat Nabi yang menjadi teladan dalam ketabahan dan kesabaran ketika menghadapi berbagai ujian berat. Beliau juga senantiasa takut kepada Allah. Meskipun beliau telah banyak beribadah dan berkorban di jalan Allah, beliau merasa khawatir akan kelemahan dan kekurangannya. [madj]


Download GTA San Andreas Mobile

Malamnya Lompati Pagar Masjid Paksa Tarawih, Besoknya Dinyatakan COVID19


Malamnya Lompati Pagar Masjid Paksa Tarawih, Besoknya Dinyatakan COVID19
FOTO: Sejumlah warga melompati pagar Masjid Al Manar, Parepare, karena ngotot tarawih berjamaah, Jumat. Dua di antaranya positif Corona pasca rapid test, Minggu (26/4). (screenshot via detik)

CELEBESTERKINI – Sebuah video yang memperlihatkan puluhan Jamaah Masjid Al Manar, Kelurahan Ujung Bulu, Kecamatan Ujung, Kota Parepare, melompati pagar masjid dan memaksa untuk menggelar tarawih, Jumat (24/4).

Aksi warga dalam video yang kemudian viral itu diketahui terjadi karena aparat memblokade pintu masjid untuk melarang warga menggelar tarawih untuk memutus rantai COVID-19 di Kota Parepare. Meski demikian, untuk menghindari bentrokan maka aparat membiarkan pelaksanaan tarawih malam itu.

Pasca kejadian itu, Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19 Parepare kemudian menggelar tes cepat terhadap beberapa warga di sekitar masjid, Minggu (27/4). Hasilnya, dua di antara jamaah itu dinyatakan positif COVID. Mereka pun masuk dalam tujuh orang, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di rawat dan di isolasi pada RSUD Andi Makassau.

Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Parepare, dr. Halwatiah, dalam press conference di Posko Utama COVID19 Kota Parepare, Minggu, mengatakan, ada empat orang yang di periksa rapid test, dua orang di nyatakan positif PDP dan dua orang lainnya dinyatakan negatif. “Kemungkinan besok pemeriksaan swabnya akan di kirim, dua dari satu orang yang di nyatakan positif PDP rapid test, terakhir kemarin malam melaksanakan sholat tarwih di mesjid Al Manar,” ujar dr. Halwatiah.

Mereka terdiri dari satu keluarga. “Dua orang yang dinyatakan positif PDP rapid test, merupakan keluarga, menantu dan mertua. Warga tersebut, sering melakukan sholat di mesjid Al Manar, sebab dia tinggal di sekitaran mesjid. Laki laki yang positif ini, baru dua bulan berada di Kota Parepare, memiliki riwayat ke luar negeri,” ujarnya.

Untuk itu, gugus tugas akan langsung melakukan tindakan memutus rantai penyebaran di wilayah itu. “Yang jelas tentu tak boleh lagi menggelar tarawih berjamaah, kita tegas disitu. Kita juga akan melakukan penyemprotan disinfektan di Masjid Al Manar dan seputaran rumah warga disitu, dengan bantuan mobil pemadam kebakaran,” imbuhnya 

Sumber : https://celebesterkini.com/malamnya-...l1OuS1WFolNjDY


Download GTA San Andreas Mobile

Selasa, 28 April 2020

Sa'id bin Zaid: Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga


Sa'id bin Zaid: Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga

Sa’id bin Zaid ra termasuk kedalam kelompok sahabat nabi yang ba’at di masa awal (as Sabiqunal Awwalun) dari golongan Muhajirin. Beliau ra termasuk sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga.



Biografi Sa’id ra

Nama lengkapnya adalah Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail al-Adawi. Beliau ra adalah suami dari Fathimah binti Khattab, adik dari Umar bin Khattab ra.
Aya beliau, Zaid bin Amr bin Nufail bersama dengan Waraqah bin Naufal, Ubaidullah bin Jahsy, dan Utsman bin al-Huwairits tidak menyembah berhala seperti orang-orang Quraisy pada umumnya dimasa jahiliah, akan tetapi mereka meyakini keesaan Tuhan dan mengikuti agama Nabi Ibrahim as.


Zaid bin Amru sempat hidup sezaman dengan Rasulullah saw, namun ia wafat sebelum kenabian dan saat itu Rasulullah saw baru berusia 35 tahun.
Seperti ayahnya, dari sejak mudanya Sa’id tidak seperti teman-temannya yang suka melakukan hal-hal buruk seperti mabuk-mabukan dan berjudi, beliau juga tidak menyembah berhala. Dan Sa’id ra mengikuti agama ayahnya, yaitu agama Nabi Ibrahim as.



Ba’iatnya Sa’id ra
Ketika Rasulullah saw menyampaikan risalahnya, Sa’id ra dan istrinya langsung menyambut seruan Rasulullah saw dan ba’iat menerima kebenaran Islam.

Sa’id ibn Zaid bai’at ketika dimasa awal dakwah Rasulullah saw, sehingga beliau ra termasuk kedalam kelompok sahabat awalin (as Sabiqunal Awwalun) yaitu orang-orang yang mula-mula beriman.


Bai’atnya Hadhrat Umar bin Khattab ra


Berimannya Hadhrat Sa’id ra dan istrinya akhirnya diketahui oleh Hadhrat Umar ra, kakak iparnya itu yang dikenal galak dan saat itu masih memusuhi Islam.


Mengetahui hal itu Umar bin Khattab yang merencanakan akan membunuh Rasulullah saw menjadi murka. Umar pun segera mendatangi rumah Sa’id dan hendak memukulnya namun istri beliau (Fathimah binti Khattab), adiknya Umar bin Khattab sendiri mencegah dengan berdiri di hadapan suaminya sehingga ia terkena pukulan tersebut dan terluka.


Peristiwa itu memberikan kesan mendalam bagi Hadhrat Umar ra hingga akhirnya ia menjumpai Rasulullah saw, bukan untuk membunuhnya melainkan untuk ba’iat, beriman kepada Rasulullah saw.



Download GTA San Andreas Mobile

Penghidmatan dalam Islam

Hadhrat Sa’id ra tidak ikut serta dalam perang Badr. Saat itu Rasulullah saw mengutus beliau untuk tugas mata-mata ke Syam bersama Thalhah bin Ubaidillah. Ketika kembali dari tugasnya, perang sudah selesai. Meskipun begitu, Rasulullah saw menetapkannya termasuk kedalam 
Ahlul Badr (veteran perang Badr) dan berhak atas harta rampasan perang.
Ada tujuh sahabat lainnya seperti Sa’id ra, tidak mengikuti perang Badar, tetapi Rasulullah saw menetapkan mereka sebagai Ahlul Badr.


Kecuali perang Badr Sa’id ra mengikuti semua peperangan yang diikiuti Rasulullah saw. Termasuk perang Yarmuk, yaitu penaklukan Damaskus, Syam.


Dijamin Masuk Surga


Hadhrat Sa’id bin Zaid ketika panggilan untuk jihad datang maka beliau terdepan dalam melaksankanya. Ketika masa-masa aman beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah.


Beliau tidak silau oleh jabatan dan harta kekayaan, juga popularitas. Bahkan dalam banyak peperangan yang diikiutinya, beliau lebih memilih menjadi prajurit biasa.


Dalam suatu pasukan besar yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash ra, setelah menaklukan Damaskus, Sa’ad menetapkan dirinya sebagai gubernur di sana. Tetapi Sa’id bin Zaid meminta dengan sangat kepada komandannya itu untuk memilih orang lain memegang jabatan tersebut, dan mengijinkannya untuk menjadi prajurit biasa di bawah kepemimpinannya.


Sejak masa khalifah Umar ra, harta kekayaan datang melimpah-ruah memenuhi Baitul Mal. Khalifah Umar memberikan bagian lebih banyak daripada bagian sahabat yang memeluk Islam belakangan, yaitu setelah terjadinya Fathul Makkah. Namun, setiap kali Sa’id ra memperoleh pembagian harta, segera saja beliau ra menyedekahkannya lagi, kecuali sekedarnya saja.


Hadhrat Sa’id ra termasuk dalam kelompok sepuluh sahabat yang dijamin oleh Rasulullah saw akan masuk surga. Sembilan sahabat lainnya adalah, empat sahabat Khulafaur Rasyidin, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Abu Ubaidah bi Jarrah.



Sabar dalam Menghadaapi Fitnah


Pada masa pemerintahan Muawiyah, terjadi satu peristiwa yang memperlihatkan bagaimana sifat 
ghina (merasa cukup), khasy-yat (takut) kepada Tuhan dan kesabaran dari Hadhrat Sa’id ra.


Awalnya, Hadhrat Sa’id ra memiliki sebidang tanah yang biasa digunakan sebagai tempat mencari nafkah. Ada seorang wanita bernama Arwa binti Aus yang juga memiliki sebidang tanah yang berbatasan dengan milik beliau. Wanita tersebut mengklaim tanah Sa’id ra itu adalah miliknya dan menuduh beliau telah merebut tanahnya itu.


Hadhrat Said ra tetap bersabar dan menjawabnya bahwa beliau ra tidak ingin bertengkar mengenai hal tersebut, kemudian Beliau ra menyerahkannya kepada wanita itu sambil berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda,


 مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا طُوقَهُ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ

‘Jika seseorang secara tidak sah mengambil bahkan merampas tanah milik orang lain, nanti di hari pembalasan, ia harus menanggung beban tujuh tanah seberat bumi.’ Oleh karena itu, saya tidak ingin tuduhan tersebut jatuh kepada saya, serta saya tidak ingin bertengkar juga tidak ingin dunia ini menuduh saya bahwa saya telah merampas tanah milik orang lain. Apalah arti dan harga tanah ini.”

Beliau ra melepaskan tanah itu namun beliau melepaskan diri dari tuduhan dengan cara berdoa terhadap wanita penuduh tersebut. Doa beliau ra mustajab,

 اللهُم إِنْ كَانَتْ كَاذِبَةً فَعَم بَصَرَهَا وَاقْتُلْهَا فِي أَرْضِهَا

“Ya Allah ya Tuhanku, kalau seandainya Arwa benar-benar berdusta, butakanlah ia dan binasakanlah ia di tanahnya sendiri.
Beberapa waktu kemudian Arwa menjadi buta, dan dalam keadaan seperti itu ia terjatuh ke dalam sumur (lubang) yang ada di tanah miliknya sendiri dan mati di dalamnya.


Berkata Benar


Beliau termasuk orang yang berani berkata benar tanpa takut dicela. Suatu kali beliau berada di Masjid Jami’ Kufah bersama Gubernurnya yang menghormatinya dan memintanya duduk di sisinya. Seseorang berbicara mengenai Hadhrat Ali ra dengan kata-kata yang melecehkan.


Hadhrat Sa’id ibn Zaid ra mendengar hal ini dengan amat marah. Tanpa berpikiran bahwa lebih bijak untuk diam karena orang itu berbicara di depan Gubernur, dari pihak Muawiyah yang bersebrangan denga Hadhrat Ali ra. Hadhrat Sa’id ra berdiri dan berkata,


 أشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ أَني سَمِعْتُهُ وَهُوَ يَقُولُ: عَشْرَةٌ فِي الْجَنةِ: النبِي فِي الْجَنةِ، وَأَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنةِ، وَعُمَرُ فِي الْجَنةِ، وَعُثْمَانُ فِي الْجَنةِ، وَعَلِي فِي الْجَنةِ، وَطَلْحَةُ فِي الْجَنةِ، وَالزبَيْرُ بْنُ الْعَوامِ فِي الْجَنةِ، وَسَعْدُ بْنُ مَالِكٍ فِي الْجَنةِ، وَعَبْدُ الرحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنةِ، وَلَوْ شِئْتُ لَسَميْتُ الْعَاشِرَ,

“Saya bersaksi mendengar Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Sepuluh orang pasti masuk Surga: Nabi, Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Malik dan Abdur Rahman bin Auf. Jika kalian mau, saya sampaikan yang kesepuluh.’”
فَقَالُوا: مَنْ هُوَ؟ فَسَكَتَ, قَالَ: فَقَالُوا: مَنْ هُوَ؟ فَقَالَ: هُوَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ

Mereka berkata, “Siapakah dia?” Beliau ra diam. Mereka bertanya lagi, ‘Siapakah dia?” Beliau ra menjawab, “Dia adalah Sa’id ibn Zaid.” (saya sendiri).



Wafat

Setelah peristiwa dengan Arwa bin Aus itu banyak orang yang mendatangi dirinya, untuk meminta doa dan lain sebagainya, beliau merasa tidak nyaman.


Karena itu beliau pindah ke daerah pedalaman, yakni di Aqiq, dan akhirnya beliau wafat di sana pada tahun 50 atau 51 H/671 M.


Tetapi jenazahnya dibawa pulang ke Madinah oleh Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar, keponakannya sendiri. Kemudian dimakamkan di Baqi, Madinah.


Download GTA San Andreas Mobile

Senin, 27 April 2020

Usamah bin Zaid: Sahabat Nabi yang Sangat Dicintai Rasulullah saw

Usamah bin Zaid, sahabat nabi yang sangat dicintai Rasulullah saw. Dari sejak remaja beliau telah ikut dalam berbagai pertempuran bersama Rasulullah saw hingga beliau menjadi panglima termuda dalam memimpin pasukan Islam.

Biografi Usamah

 
Usamah bin Zaid: Sahabat Nabi yang Sangat Dicintai Rasulullah saw
Usamah lahir pada tahun-7 sebelum hijrah. Ayahnya bernama Zaid bin Haritsah putra angkat Rasulullah saw, dan ibundanya bernama Ummu Aiman, mereka suami-istri yang dicintai Rasulullah dan termasuk dalam kelompok As-Sabiqunal Awwalun, yang mula-mula beriman.

 

Ketika Usamah dilahirkan Rasulullah sangat gembira mendengar kabar kelahirannya itu. Ia digelari “Kesayangan, Putera dari Kesayangan” karena sayangnya Rasulullah kepada Usamah dan ayahandanya.

 

Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Begitu sayangnya Nabi saw kepada Usamah, beliau saw pernah mendudukannya dan Husain di atas paha beliau saw saat keduanya masih kecil lalu mendoakan keduanya:

[rtl]
اللهُم إِني أُحِبهُمَا ، فَأَحِبهُمَا

[/rtl]
 

 “Ya Allah! kasihilah mereka berdua karena sesungguhnya hamba menyayangi mereka berdua.”

Usamah ketika Remaja

 

Usamah lahir dari keluarga muslim yang mulia, kemudian dibesarkan dilingkungan yang mulia pula. Beliau mendapat bimbingan langsung dari Rasulullah saw, sehingga beliau tumbuh menjadi anak yang berkualitas baik jasmani maupun ruhaninya.

 

Dari sejak muda belia beliau telah menghidmati Islam, beliau berjuang di jalan Allah dengan penuh keberanian, bersama Rasulullah saw dan para sahabat lainnya.

 

Ketika pasuk Islam akan berangkat ke Uhud untuk menghadapi musuh, Usamah menghadap Rasulullah beserta kawan-kawan sebayanya. Mereka ingin ikut berperang. Sebagiannya diterima dan sebagian lagi ditola karena belum cukup umur. Usamah termasuk yang ditolak, beliau pulang sambil menangis karena tidak diperkenankan turut berperang.

 

Ketika perang Khandaq, kembali Usamah dan teman-temanya menghadap Rasulullah saw, memohon agar diikutkan dalam pasukan Islam, ketika itu usianya baru 15 tahun. Melihat keberaniannya Rasulullah pun mengabulkan keinginannya.

 

Ketika berumur kira-kira 18 tahun, ia turut perang Mutah di bawah komando ayahnya, Zaid bin Haritsah. Dalam pertempuran itu beliau menyaksikan dengan mata kepala sendiri ayahnya gugur. Tapi ia tak takut dan mundur. Bahkan ia terus bertempur dengan gigih di bawah komando Ja`far bin Abi Thalib, hinga Ja`far  pun syahid di hadapannya. Kemudian ia menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah, sampai pahlawan ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yang syahid lebih dulu. Kemudian komando dipegang Khalid bin Walid. Dan Usamah bertempur bersamanya dengan sisa pasukan yang ada. Tentara Islam akhirnya mampu melepaskan diri dari cengkeraman tentara Romawi.

Penyesalan Hadhrat Usamah ra

 

Ada satu peristiwa dalam sebuah pertempuran, seorang musuh yang bertempur dengan Hadhrat Usamah ra terdesak dan orang itu seketika mengucapkan kalimah syahadat, tapi beliau tetap membunuhnya karena beliau yakin jika yang dilakukan orang tersebut hanya takut dibunuh.

 

Lalu Hadhrat Usamahh (ra) bercerita: “Ada ganjalan dalam hati saya sehingga menyampaikan peristiwa tersebut kepada Rasulullah (Saw). Rasulullah (saw) bertanya: ‘Apakah kamu tetap membunuhnya bahkan setelah ia mengucapkan لَاإِلَهَ إِلا اللهُ(kalimah syahadat)?’ Saya menjawab: ‘Ia mengucapkan hal itu semata-mata agar tidak dibunuh.’ Rasulullah saw berkata:

 

[rtl]
 أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا

[/rtl]
 

‘Sudahkah kamu membelah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar mengucapkan Kalimah Syahadat atau tidak?’

 

Hadhrat Usamah berkata: “Hadhrat Rasulullah saw mengulangi kalimat tersebut berkali-kali sehingga saya berharap supaya saya tidak menjadi orang Islam sebelum hari itu. Saya bersumpah sejak saat itu bahwa saya tidak akan membunuh siapapun yang mengucapkan kalimah syahadat.”

 

Sesorang tidak boleh menghakimi Satu pelajaran berharga, seandainya ini diterapkan maka akan tercipta kedamaian di dunia.


Menjadi Panglima Islam Termuda

 

Selagi usianya sekitar 18 tahun beliau telah dipercaya oleh Rasulullah saw untuk memimpin pasukan Islam yang akan menghadapi pasukan Romawi, hal itu menjadikan beliau sebagai panglima Islam termuda.

 

Di kalangan kaum musliumin tersiar desas-desus keberatan mereka terhadap putusan ini. Mereka mengangap tidak tepat mengangkat seorang pemuda yang masih muda belia seperti Usamah bin Zaid untuktuk memimpin suatu pasukan yang di dalamnya ada tokoh-tokoh Muhajirin dan Anshar.

 

Bisik-bisik ini sampai ke telinga Rasulullah. Beliau pun menyampaikan, “Sebagian orang mengecam pengangkatan Usamah Bin Zaid sebagai panglima. Sebelum ini mereka juga telah mengecam pengangkatan ayahnya. Walau ayahnya itu layak menjadi panglima !Dan Usamah pun layak untuk jabatan itu!”

 

Ketika bala tentara sedang bersiap-siap menunggu perintah berangkat, Rasulullah jatuh sakit dan kondisinya makin memburuk. Hingga akhirnya yang terburu pun terjadi Rasulullah wafat. Pasukan itu pun kembali ke Madinah.

 

Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah. Ia memerintahkan supaya meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Wasiat ini dijunjung tinggi  oleh Abu Bakar.

 

Khalifah Abu Bakar memanggil Usamah lalu menyuruhnya supaya menyiapkan diri untuk berangkat untuk menghadapi pasukan Romawi sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah sebelum wafat.

 

Pada saat itu kembali muncul keberatan dan usulan-usulan dari para sahabat lainnya, akan tetapi Khalifah tidak bergeming. Beliau tetap teguh dalam pendiriannya, memberangkatkan pasukan itu sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.

 

Khalifah Abu Bakar mengatakan: “Demi jiwaku yang berada di tangannya! Kalau aku tahu bahwa aku akan dimakan binatang buas sekalipun, niscaya aku tetap akan mengutus pasukan ini ke tujuannya, dan aku yakin bahwa dia akan kembali dengan selamat. Betapa tidak, sedang Rasulullah yang diberi wahyu dari langit telah berkata, ‘Berangkatkan segera pasukan Usamah!’ Tetapi ada suatu hal yang akan aku beritahukan kepada Usamah sebagai panglima pasukan itu. Aku minta darinya supaya memembiarkan Umar tetap tinggal di Madinah untuk membantuku di sini, karena aku sangat perlu bantuannya. Demi Allah, aku tidak tahu apakah Usamah setuju atau tidak. Demi Allah, jika dia enggan membenarkan sekalipun, aku tidak akan memaksanya!”

 

Ketika pasukan Usamah mulai bergerak, Abu Bakar datang untuk mengucapkan selamat berangkat kepada mereka. Jumlah mereka 3.000 orang. Seribu di antaranya pasukan berkuda. Abu Bakar berjalan kaki di sisi Usamah untuk mengucapkan selamat jalan kepadanya, “Aku serahkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan kesudahan amalmu! Sesungguhnya Rasulullah sudah berpesan kepadamu, maka laksanakanlah segala pesannya itu, dan aku tidak ingin menambahi apapun, tidak akan menyuruhmu apapun atau melarangmu dari apapun. Aku hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saja.”

 

Bersama pasukannya, Usamah bergerak cepat meninggalkan Madinah menuju perbatasan Syam. Setelah melewati beberapa daerah yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka sampai di Wadilqura. Dengan strategi perang yang matang, pasukan Usamah mampu mengalahkan musuh.

Setelah 40 hari kemudian Usamah dan pasukannya berhasil kembali dari medan pertempuran  dengan kemenangan gemilang. Mereka kembali ke Madinah dengan selamat dan berhasil membawa harta rampasan perang yang banyak.

 

Demikianlah sejarah singkat Hadhrat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhumayang wafat pada tahun 53 H atau 673 M.