Sabtu, 21 November 2020

TNI dan Pancasila


Waktu di Rotterdam saya dapat cerita dari mentor saya. Kamu tahu engga. Perang dunia kedua memang kejam. Apalagi perang pacific. Tetapi perang yang paling brutal dan heroik adalah perang Ambarawa. Tidak sedikit pasukan sekutu dan Indonesia yang mati. Dan memaksa mereka keluar dari Ambarawa dengan malu. Mengapa malu? karena walau serangan tentara rakyat itu terkesan bunuh diri namun mereka lakukan dengan sangat terorganisir. Mereka sudah menerapkan strategi perang modern.

Sebelum serangan kolosal dilakukan. Sistem komunikasi pasukan sekutu sudah mereka lumpuhkan lebih dulu lewat serangan khusus pasukan komando. Itu fatal sekali bagi sekutu. Dengan putusnya komunikasi, praktis pasukan sekutu terisolasi dari pasukan induknya. Mereka juga lumpuhkan jalan darat . Jadi benar benar di kepung. Tidak  memungkinkan pasukan sekutu bisa keluar dari kepungan.
“ Bagaimana mungkin para prajurit usia belasan tahun. Bahkan Sudirman, Komandan tempurnya berusia 29 tahun. Bisa mengalahkan pasukan sekutu. Ya bagaimanapun harus diakui. Walau mereka sangat cerdik namun juga konyol. Mengapa konyol? karena mereka sengaja mengepung pasukan sekutu sampai peluru habis. Setelah itu mereka giring perang terbuka. Perang kuno. Senjata tajam tanpa bedil. Golok beradu dengan sangkur, bayonet” “ Katanya. Itu dia dapat cerita dari ayahnya yang pernah bertugas di Indonesia pasukan sekutu.

Lantas apa yang menyebabkan mereka begitu militan dan nekat. Tanyanya kepada saya. Menurut saya, itu karena ada fatwa ulama sejawa tentang perang Jihad. Fatwa itu bukan tentang perang agama. Tetapi perang jihad untuk merah putih. Jadi nilai jihadnya sangat universal. Tidak sekterian. Makanya diikuti oleh seluruh golongan. Jadilah perang rakyat semesta. Keberadaan Kolonel Soedirman sebagai Panglima Divisi V Purwokerto menjadi komandan lapangan perang Ambarawa, itu juga alasan strategis pemimpin Indonesia ketika itu. Soedirman bukan ulama. Ia adalah komandan Hizbul Wathan, kepanduan di bawah Muhammadyah. Kebetulan dia juga guru Muhammadyah.

Dari perang Ambarawa itu melambungkan nama nama hebat seperti Soeharto , A Yani , Sarwo Edie, Gatot Subroto, dll yang kelak jadi generasi penentu melawan hegemoni PKI tdan berhasil menumpas Darul Islam, PRRI/PERMESTA yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia dan yang ingin mengubah Pancasila menjadi syariah Islam sebagai dasar negara, termasuk membebaskan Irian Jaya. Mereka menjadi inspirasi hebat bagi generasi TNI sampai sekarang untuk menjadikan NKRI harga mati dan Pancasila akan dibela sampai mati. Peristiwa Ambarawa diperingati sebagai hari infantri oleh TNI.
.
.
EJB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar