Oleh: Gus Nadirsyah Hosen,
(ketua PCI-NU Australia)
Lelaki itu berusia sekitar 58 tahun pada hari kesepuluh bulan Muharram tahun 61 H. Selepas menunaikan shalat subuh, dia bergegas keluar tenda dan menaiki kuda kesayangannya. Pria itu menatap pasukan yang tengah mengepungnya.
Mulailah dia berpidato yang begitu indah dan menyentuh hati...
ﻗﺎﻝ :
ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ، ﻓﺎﻧﺴﺒﻮﻧﻲ ﻓﺎﻧﻈﺮﻭﺍ ﻣﻦ ﺃﻧﺎ، ﺛﻢ ﺍﺭﺟﻌﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ ﻭﻋﺎﺗﺒﻮﻫﺎ، ﻓﺎﻧﻈﺮﻭﺍ، ﻫﻞ ﻳﺤﻞ ﻟﻜﻢ ﻗﺘﻠﻲ ﻭﺍﻧﺘﻬﺎﻙ ﺣﺮﻣﺘﻲ؟ ﺃﻟﺴﺖ ﺍﺑﻦ ﺑﻨﺖ ﻧﺒﻴﻜﻢ ﺹ ﻭﺍﺑﻦ ﻭﺻﻴﻪ ﻭﺍﺑﻦ ﻋﻤﻪ، ﻭﺃﻭﻝ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻤﺼﺪﻕ ﻟﺮﺳﻮﻟﻪ ﺑﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﺑﻪ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ ﺭﺑﻪ ! ﺍﻭ ﻟﻴﺲ ﺣﻤﺰﺓ ﺳﻴﺪ ﺍﻟﺸﻬﺪﺍﺀ ﻋﻢ ﺃﺑﻲ ! ﺃﻭﻟﻴﺲ ﺟﻌﻔﺮ ﺍﻟﺸﻬﻴﺪ ﺍﻟﻄﻴﺎﺭ
ﺫﻭ ﺍﻟﺠﻨﺎﺣﻴﻦ ﻋﻤﻰ ! [ ﺍﻭ ﻟﻢ ﻳﺒﻠﻐﻜﻢ ﻗﻮﻝ ﻣﺴﺘﻔﻴﺾ ﻓﻴﻜﻢ : ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺹ ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﻭﻷﺧﻲ : ﻫﺬﺍﻥ ﺳﻴﺪﺍ ﺷﺒﺎﺏ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺠﻨﺔ [! ﻓﺈﻥ ﺻﺪﻗﺘﻤﻮﻧﻲ ﺑﻤﺎ ﺃﻗﻮﻝ - ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺤﻖ - ﻓﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﺗﻌﻤﺪﺕ ﻛﺬﺑﺎ ﻣﺬ ﻋﻠﻤﺖ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻤﻘﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻫﻠﻪ، ﻭﻳﻀﺮ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺍﺧﺘﻠﻘﻪ، ﻭﺇﻥ ﻛﺬﺑﺘﻤﻮﻧﻲ ﻓﺈﻥ ﻓﻴﻜﻢ ﻣﻦ ﺇﻥ ﺳﺄﻟﺘﻤﻮﻩ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﺃﺧﺒﺮﻛﻢ، ﺳﻠﻮﺍ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭﻱ، ﺃﻭ ﺃﺑﺎ ﺳﻌﻴﺪ ﺍﻟﺨﺪﺭﻱ، ﺃﻭ ﺳﻬﻞ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﺍﻟﺴﺎﻋﺪﻱ، ﺃﻭ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺃﺭﻗﻢ، ﺃﻭ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﻳﺨﺒﺮﻭﻛﻢ ﺃﻧﻬﻢ ﺳﻤﻌﻮﺍ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﻘﺎﻟﻪ ﻣﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺹ ﻟﻲ ﻭﻷﺧﻲ .
ﺃﻓﻤﺎ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺣﺎﺟﺰ ﻟﻜﻢ ﻋﻦ ﺳﻔﻚ ﺩﻣﻲ !
" Lihat nasabku. Pandangilah siapa aku ini. Lantas lihatlah siapa diri kalian. Perhatikan apakah halal bagi kalian untuk membunuhku dan menciderai kehormatanku !".
" Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu ? Bukankah aku ini anak dari washi dan keponakan Nabimu, yang pertama kali beriman kepada ajaran Nabimu ?".
" Bukankah Hamzah, pemuka para syuhada, adalah Pamanku ? Bukankah Ja’far, yang akan terbang dengan dua sayap di surga, itu Pamanku ?"
" Tidakkah kalian mendengar kalimat yang "viral" di antara kalian bahwa Rasulullah berkata tentang saudaraku dan aku ? Kami berdua adalah pemuka dari pemuda ahli surga ?"
" Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan, dan sungguh itu benar karena aku tak pernah berdusta ? Tapi jika kalian tidak mempercayaiku, maka tanyakanlah pada Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahl bin Sa’d, Zaid bin Arqam dan Anas bin Malik, yang akan memberitahu kalian bahwa mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan mengenai kedudukan saudaraku dan aku...!".
" Tidakkah ini cukup untuk menghalangi kalian menumpahkan darahku ?"
Kata-kata yang begitu elok itu direkam oleh Tarikh at-Thabari ( 5/425 ) dan al-Bidayah wan Nihayah ( 8/193 ).
Namun mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar. Pasukan yang mengepung atas perintah Ubaidullah bin Ziyad memaksa pria yang bernama Husein bin Ali itu untuk mengakui kekuasaan khalifah Yazid bin Mu’awiyah.
Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan di masa khilafah dulu itu sampai mengorbankan nyawa seorang Cucu kesayangan Nabi SAW...??!!
Apa masih mau bilang khilafah yg spt itu adalah satu-satunya solusi umat...??!!
Simak pula bagaimana Ibn Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah bercerita bagaimana Sayyidina Husein terbunuh di Karbala pada 10 Muharram ( Assyura ) 61 H.
Pasukan memukul kepala Sayyidina Husein dengan pedang hingga berdarah. Beliau membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya. Dan dengan cepat balutan kain terlihat penuh dengan darah beliau.
Seorang pasukan kemudian melepaskan panah dan mengenai leher Sayyidina Husein. Namun beliau masih hidup. Sambil memegangi lehernya beliau berjalan terhuyung ke arah sungai karena kehausan. Shamir bin Dzil Jawsan memerintahkan pasukannya menyerbu Sayyidina Husein. Serta merta mereka menyerang dari segala penjuru. Mereka tak memberi kesempatan Sayyidina Husein untuk minum.
Ibn Katsir menulis...
" Yang membunuh Sayyidina Husein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher beliau serta menyerahkan kepala Sayyidina Husein kepada Khawali bin Yazid. "( al-Bidayah, 8/204 ).
Anas melaporkan bahwa setelah kepala Sayyidina Husein dipenggal, lalu dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya menyentuh mulut dan hidung Sayyidina Husein.
Anas berkata..." Demi Allah !!! Sungguh aku pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu ke wajah Husein ini !"
Ibn Katsir mencatat 72 orang pengikut Sayyidina Husein terbunuh pada hari itu.
Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa mencatat banyaknya pasukan yang mengepung Sayyidina Husein dan pengikutnya sebanyak 4 ribu pasukan, dibawah kendali Umar bin Sa’d bin Abi Waqash.
Pada hari terbunuhnya cucu Rasulullah SAW itu, Imam Suyuthi mengatakan bahwa dunia seakan berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning, terjadi gerhana matahari di hari itu dan langit terlihat memerah selama 6 bulan.
Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam Tirmidzi yang meriwayatkan kisah dari Salma yang menemui Ummu Salamah, istri Rasulullah Muhammad SAW yang saat itu masih hidup ( Ummu Salamah wafat pada tahun 64 H, sementara Sayyidina Husein terbunuh tahun 61 H ).
Salma bertanya ketika menemui Ummu Salamah yang sedang menangis...
" Mengapa engkau menangis ?"
Ummu Salamah menjawab...
" Semalam saya bermimpi melihat Rasulullah, dimana kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu.
Saya bertanya " mengapa engkau wahai Rasul ?"
Rasulullah menjawab, "saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein !""
Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa kekhalifahan dulu. Mereka tidak segan membunuh Cucu Nabi demi kursi khalifah.
Apa mereka sangka Rasulullah SAW tidak akan tahu peristiwa ini ?
Lantas apakah mereka yang telah membunuh Sayyidina Husein RA masih berharap mendapat syafaat dari datuknya Rasulullah SAW di padang mahsyar kelak ??!!!
Dari kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita renungkan sebagai makhluk yg berakal...!!!
#SalamWaras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar