(Kronologi Lengkap FPI Dan GUSDUR)
| Walau Di Cacimaki #GUSDUR Lebih Memilih Menjadi Air Dan Melindungi HRS DAN #FPI
Artikel Oleh: A. Malik Haramain
Grafis: Haddi VJB | Nahdliyin Online
“WEJANGAN GUSDUR DAN ANSOR BANSER”
Ada yang bertanya, mengapa dalam setengah bulan ini saya nulis status panjang mengenai Gus Dur? Saya jawab, sebab bulan Desember adalah bulan Gus Dur. Tepat delapan tahum silam, 30 Desember, beliau berpulang. Sudah sewindu beliau meninggalkan kita, tapi jejak kebaikan dan kiprah kemanfaatan beliau sebagai seorang guru bangsa tetap kita rasakan.
Sewaktu saya menjadi Sekjend GP Ansor, tahun 2006, ada kejadian yang membuat nahdliyin pantas marah. Saat itu, Gus Dur sedang memberikan ceramah agama di Purwakarta. Temanya antara lain mengenai pluralisme dan multikulturalisme dalam pandangan Islam. Tak disangka, di tengah acara, ada beberapa orang beratribut FPI yang mendatangi lokasi untuk membubarkan acara dan meminta Gus Dur meninggalkan tempat. Agar tidak menimbulkan gesekan tajam, Gus Dur memilih opsi terakhir.
Jelas, insiden ini menimbulkan kemarahan di kalangan NU. Seorang mantan Ketum PBNU, yang pernah menjabat presiden RI dan sama sekali tidak ada unsur provokasi dalam ceramahnya, tiba-tiba diusir begitu saja. Banser segera merapatkan barisan. GP Ansor sebagai induk segera melakukan konsolidasi internal untuk merespon insiden yang dianggap menista pribadi junjungannya. Di beberapa kota di Jatim dan Jateng, ketegangan mulai melambari hubungan GP Ansor dan FPI. Banser meminta agar FPI di daerah mengeluarkan pernyataan meminta maaf kepada publik.
Bagaimana reaksi Gus Dur melihat suasana yang memanas seperti ini? Beliau meminta agar saya sebagai Sekjend GP Ansor menghadap beliau di Kantor PBNU. Saya membayangkan Gus Dur saat itu akan mendukung upaya hukum terhadap insiden ini. Tapi, dugaan saya meleset.
Sebagai Guru Bangsa, beliau malah berpesan agar reaksi kemarahan Banser di berbagai daerah diredam.
"Mas. Sampeyan ini kan Sekjend GP Ansor. Tolong energi anak-anak Ansor itu diatur. Jangan dikeluarkan semua. Sebab, kejadian intoleransi kayak begitu akan terjadi lagi. Jadi, simpan energi saja untuk mengawal agar toleransi tetap ada di Indonesia." demikian pesan Gus Dur kepada saya.
Tak ada kemarahan di raut wajah beliau atas insiden di Purwakarta. Padahal bisa saja Gus Dur meminta agar Banser bergerak cepat "menyelesaikan" kejadian tidak mengenakkan itu dengan "khas". Bisa pula sebagai mantan presiden RI, beliau membawa kasus ini ke ranah hukum. Tapi tidak, beliau tetap kukuh berada di jalurnya: perjuangan tanpa kekerasan dan menghindari upaya kontraproduktif yang menciderai ukhuwah dan demokratisasi di Indonesia.
Apa yang disampaikan oleh beliau mengenai intolerasi ternyata menjadi kenyataan. Pada 1 Juni 2008, massa yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menggelar aksi damai. Belum lama orasi dijalankan, mereka diserang oleh masa beratribut FPI. Massa bubar, kocar kacir, beberapa bahkan terluka. Ketegangan meningkat. Gus Dur mengeluarkan statemen keras mengecam insiden ini. Tak terima, dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi, petinggi FPI mengeluarkan pernyataan yang mengarah pada penghinaan Gus Dur secara fisik. Massa nahdliyyin bergolak. Ketegangan antara Banser dengan FPI di daerah kembali meningkat.
Saat itu, kami yang berada di PP GP Ansor, melalui Kornas (Satuan Kordinasi Nasional) Banser H. Tatang Hidayat mendatangi Habib Riziq Sihab agar tidak melakukan tindakan di luar prosedur yang selama ini sering dilakukan.
Di lain pihak, saya juga dipanggil Gus Dur lagi untuk menjelaskan reaksi GP Ansor dan Banser di berbagai daerah. Bagi seorang santri seperti saya, dipanggil oleh Gus Dur agar menghadap beliau adalah sebuah kebanggaan. Bahagia. Rasanya juga campur aduk: antara bangga karena sahabat-sahabat GP Ansor sudah bereaksi menunjukkan loyalitas, namun juga khawatir jika kami salah langkah. Untunglah dalam kondisi seperti ini Gus Dur memanggil saya sebagai perwakilan GP Ansor.
Saat itu Gus Dur menyampaikan agar reaksi Ansor tidak berlebihan dan anarkis. Luar biasa keren! Di tengah ketegangan yang meningkat, sang guru bangsa menjalankan tugas mulianya: menjadi AIR yang memadamkan API amarah.
Gus Dur benar-benar menerapkan salah satu prinsip Aswaja Annahdliyyah, yaitu At-Tawazun: menjaga bandul keseimbangan agar tidak njomplang, menjaga harmoni, dan bersikap imbang-obyektif dalam menyikapi sebuah peristiwa. Melalui dua kejadian di atas, saya melihat, Gus Dur bersikap santai saja apabila ada penghinaan terhadap dirinya. Beliau sudah kebal dihina dan diserang. Tapi, beliau marah apabila nilai-nilai toleransi, demokrasi, kebhinekaan dan Islam Rahmatan Lil Alamin diusik. Beliau akan pasang badan mempertahankan nilai-nilai mulia tersebut dengan cara damai dan menghindari anarkisme. Inilah jalan hidup Gus Dur yang sulit kita tiru, akan tetapi wajib kita pertahankan sampai kapanpun.
WAllahu A'lam Bisshawab
Reshare: Haddi VJB
Sumber: A.Malik Haramain
#NahdliyinOnline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar