Minggu, 29 Maret 2020

ACEH DALAM PERMULAAN PENGENALAN ANTAR BANGSA


ACEH DALAM PERMULAAN PENGENALAN ANTAR BANGSA
Disini saya ingin berbagi cerita tentang sejarah yang saya kutip dari buku ACEH SEPANJANG ABAD,tidak bermaksud untuk mengcopy atau memperbanyak, lebih kepada ingin berbagi sejarah agar generasi anak muda Khususnya pemuda Aceh tau sedikit banyaknya sejarah terdahulu. Karena buku Aceh Sepanjang Abad ini sukar di dapatkan, jadi saya berinisiatif menceritakannya melalui platform KASKUS ini dan semoga bermanfaat.

Dipermulaan tumbuhnya peradaban di Eropa dan Asia, masa berabad-abad sebelum Masehi, hubungan antara kedua tanah besar benua tersebut berlangsung ,elalui darat. Berangsur-angsur masyarakat mempergunakan lintasan laut, mulanya antara pantai yang dekat, seterusnya jauh. Sebermula tersebut peranan pelaut Phoenesia, namun perkembangan sejarahnya tidak begitu pasti, kecuali bahwa yang menjadi penghubung  disekitar laut Tengah adalah pelaut pelaut dimaksud  dan disekitar laut Merah dipegang oleh pelaut Arab - Saba, yang diam di Yaman, bagian selatan semenanjung Arab.

Catatan sejarah kegiatan orang Phonesia itu semula tersimpan dalam perpustakaan dikota Pelabuhan Alexandria (Iskandariyah), tapi karena sudah hilang maka yang dapat dipergunakan sebagai sumber adalah Injil. Antara lain pelayaran dapat juga dicatat tentang apa yang pernah disampaikan oleh Raja Salomon supaya pelaut-pelaut Phoenesia berlayar menuju timur untuk menemui gunung Ophir, karena ditempat tersebut tersimpan harta berharga daripada emas. Tiga tahun lamanya pelaut tersebut bepergian, mereka kembali dengan berhasil membawa harta tersebut dalam jumlah besar.

Semenjak itu daya tarik berlayar menjadi membesar untuk menemukan timur kearah mata hari terbit yang setiap pagi tampil, menyumbangkan cahaya kehidupan kepada manusia. Berangsur –angsur pula bahan –bahan perdagangan bertambah ragam. Dari Eropa dibawa orang barang-barang dagang ke Alexandria, disini dipertukarkan dengan barang-barang yang dibawa oleh orang-orang Arab-Saba, yang pada geleranya pula menampung barang –barang baik dari sepanjang pantai Arab Selatan, maupun dari Teluk Parsia dan India. Sekitar masa inilah tampilnya di pasar Alexsandria itu hasil-hasil kekayaan alam dari kepulauan Indonesia, seperti rempah-rempah (lada, merica, maupun cengkih) kapur barus, belerang, kemenyan, bahkan emas atau benda logam lainnya seperti perak dan timah.

Terdapat berbagai perhitungan bagaimana mula kedatangan hasil-hasil dari kepulauan Indonesia kesana. Tentu pada tempatnya untuk diungkapkan sedikit, bahwa lama sebelum Masehi, pelaut-pelaut bangsa Indonesia telah berhasil mengarungi lautan luas, Lama sebelum dunia luar mengenal kompas, alat penting untuk pelayaran, pelaut-pelaut Indonesia sudah pandai menggunakan bintang-bintang dilangit untuk pedoman pelayarannya. Perpindahan orang-orang Indonesia dimasa berabad-abad sebelum Masehi ke Afrika bagian timur, dan pengetahuan bahwa asal orang Malagasi (Madagaskar) adalah pendatang (Imigran) dari Indoensi, meneguhkan fakta tentang kemampuan masa nenek moyang bangsa ini mengarungi lautan luas. Suatu catatan mengatakan bahwa dizaman Alexandder the Great sudah pernah orang berjumpa denagan pelaut dari Sumatera, berlabuh di sungai Indus (India) dan telah mendatangi dan telah mendatangi pelabuhan disitu dengan berkala. Dicatat bahwa di pertengahan abad ke 1 Masehi pernah ada orang Sumatera mengunjungi Rumawi dan menghadap kaisar Claudius. Catatan idrisi diabad ke X Masehi yang menyebutkan bahwa ia melihat pelaut aceh di Madagaskar memberikan petunjuk kuat bahwaorang –orang yang pindah kesana dahulu itu (yang mungkin berlanjut beberapa abad), adalah orang Aceh.

Karena letak Aceh dibagian barat dan wilayahnya memiliki dua muka laut (Samudera Hindia dan Selat Malaka) dapatlah diperhitungkan bahwa wilayah ini tempat singgah permulaan dari kegiatan mundar-mandir pelayaran antara kepualauan Indonesia dengan pelabuhan-pelabuhan sebelah barat baik India, Parsi, Iraq, Arab, Afrika, Madagaskar, Abessinia) maupun Mesir, Rumawi dan Eropa lainnya. Dengan memahami kemampuan pelayaran pelaut Indonesia melintasi lautan luas dengan mempergunakan “kompas” daripada bintang-bintang dilangit, bukanlah mustahil bahwa pengenalan orang luar tentang kepulauan Indonesia adalah berpangkal dari kedatangan lebih dahulu pelaut-pelaut Indonesia kekawasan-kawasan bersangkutan, lama sebelum orang-orang luar itu berhasil mencoba mendatangi sendiri kawasan ini.

Dari petunjuk kegiatan pelayaran di lautan India penulis lebih yakin bahwa kontak kepulauan Indonesia dengan luar adalah diawali oleh datangnya lebih dulu pelaut-pelaut Indonesia yang membawa hasil buminya kepelabuhan-pelabuhan dunia luar tersebut. Sebagai dimaklumi moyang Indonesia adalah berasal dari tanah besar Asia, khususnya dari Indo Cina. Kedatangan mereka tentulah dimungkinkan oleh kesanggupan mereka menggunakan perahu layar, mereka berbakat mengarungi laut. Suatu petunjuk mengenai terlaksananya hubungan negeri cina dengan sesuatu wilayah di Indonesia dari zaman terdahulu dapat diperhatikan dari catatan Tiongkok “Tsien han-shu” (tarikh dinasti Han, antara 206 tahun sebelum Isa sampai 24 tahun sesudah Isa).  Catatan dimaksud berkenaan dengan masa pemerintahan Kaiser Wang Mang (1-6 M). Kaiser tersebut mengirimkan bingkisan berupa mutiara dan permata lainnya kepada sebuah negeri  yang disebut dalam catatan itu bernama Huang Che. Kaiser Wang memesan agar untuk imbalan bingkisannya dikirimkan binatang badak, yang terdapat di negeri itu. Wang bermaksud hendak memelihara badak tersebut bersama peliharaan lainnya dikebon binatangnya. Sejarawan banyak sependapat untuk memperkirakan bahwa Huang Che dimaksud adalah Aceh.

Pengenalan Tiongkok atas sesuatu kerajaan di Indonesia tersebut memperteguh pendapat bahwa barang-barang hasil bumi Indonesia telah diangkut oleh pelaut-pelaut Indonesia ke Tiongkok, dan dari sana diangkut melalui jalan kebarat, terutama ke India, Parsi, Arab, Mesir dan seterusnya. Dan pengangkutan lintas darat yang amat jauh itulah yang dikenal dengan ” Lintasan Sutera” (“Silk Route”).

Lama sekali waktunya sebelum diketahui lintasan laut dari tiongkok lewat perairan Indonesia dan Selat Malaka serta lautan Hindia, dipergunakan orang lintasan darat yang banyak sekali menelan biaya dan bahaya itu.

Sementara itu hasrat dunia luar untuk menemukan sendiri kawasan yang menghasilkan rempah-rempah, kapur barus dan emas itu, bergelora terus. Namun masih berabad-abad lamanya belum terlaksana, padahal kecerdasan bangsa Yunani pada sektor ilmu pengetahuan sudah merupakan kekaguman.

Orang India yang juga peradabannya sudah maju dan letak geografinya terdekat dengan Indonesia, beberapa abad sebelum Masehi itu masih saja mengkhayalkan dalam sastranya tentang adanya suatu pulau disebelah timur sebagaimana terkesan dalam kakimpoi “Ramayana”, karya Walmiki. Disitu disebutkan adanya sebuah pulau ditimur bernama Yawadwipa terdiri dari 7 buah kerajaan. Mungkin tidak beberapa lama kemudian dunia barat juga telah mendengar adanya “berita” orang India sebagai itu.

Herodotus, ahli sejarah  Yunani (450 sebelum Masehi) sebagai orang pertama pembuat peta bumi dunia, sejauh-jauh digambarkannya ketimur hanya sampai menjelang perbatasan India, Alexander the Great yang pernah melancarkan expansinya ke India, hanya berhasil mencapai sungai Indus. Seorang nahkoda Yunani yang tidak dikenal siapa orangnya, pernah membuat semacam buku penuntun yang diberinya nama “Periplus Maris Erythraea” (pentunjuk pelayaran laut India) pada sekitar awal abad ke 1 Masehi, Menjelaskan lintasan perdagangan yang terjadi masa itu antara Mesir dan India, pelabuhan-pelabuhan yang dijumpai ditengah perjalanan laut dan barang-barang apa yang diperjual belikan antara negara bersangkutan. Diceritakan padanya bahwa Chryse satu negeri yang menghasilkan penyu terbaik dilautan Hindia. Jika dituju jauh ketimur lagi akan dijumpai “pulau” besar Thinae tempat pengumpulan sutera dari Thin. Dengan menyebut penyu terbaik itu, timbul rekaan bahwa orang yang membuat penangkapan penyu itu untuk hidupnya adalah penduduk Sumatera, karena pulai inilah yang berada dilautan Hindia dan yang terdekat kebarat, pula karena dikawasan itu memang dijumpai banyak penyu. Diceritakan selanjutnya bahwa penduduk dari perbatasan Thin datang kesana. Penyusun buku petunjuk “Periplus” ini oleh orang barat yang telah dianggap sebagai peretas jalan untuk mengenal kepulauan Indonesia, yang menghasilkan kekayaan alam berupa hasil bumi rempah-rempah tersebut.

Namun orangpertama dibarat yang memperkenalkan Nusantara dan Semenanjung Melayu adalah seorang ahli ilmu bumi Yunani 75 tahun kemudian. Ia bernama Ptolemaeus, tinggal di Alexandria, suatu pelabuhan besar zaman dulu di Mesir yang banyak memegang peranan dalam lintasan perdagangan antar bangsa. Bukunya yang terkenal “Geographieke Uplehesis” berupa ilmu bumi dunia yang lengkap dengan peta-petanya, pada bab ke 7 membicarakan kepulauan dan semenanjung bagian Asia Tenggara. Ia memperkenalkan “Aurea Chersonesus”, atau Golden Chersonese” atau dalam bahasa Indonesia “Pulau Emas”, yang disebutnya sebagai terletak pada bagian paling timur.

Dalam peta itu ditempatkanya sebuah pulau bernama Yabadiou suatu nama yang mirip dengan nama Yawadwipa,  beberapa abad lebih dulu dalam kakimpoi Hindu “Ramayana”.

Memperhatikan tempat tinggal Ptolemaeus yaitu Alexandria terkesan bahwa ahli Yunani ini telah memperoleh informasi dari saudagar-saudagar yang berdatangan kesana, kota pelabuhan perantara (entrepot) bagi sekitar laut tengah terutama Rumawi, Mesir, Yunani maupun Perancis dan Spanyol dengan saudagar-saudagar Arab yang membawa dagangannya dari pantai Arab Selatan. Barang-barang dagang disini yang berasal dari timur telah didatangkan oleh saudagar Arab dari Bargygaza atau dari pantai-pantai lain di India.

Suatu kemungkinan dapat diperhitungkan yakni bahwa barang-barang yang dibeli atau diangkut dari Bargygaza, sebagiannya berasal dari pantai utara pulau sumatera, atau di Aceh. Dalam kaitan ini dapat pula diperhitungkan mengenai perkembangan masa itu. Bisa jadi dengan pelabuhan bagian paling barat dari kepulauan Indonesia ini, Yakni Aceh, telah terlaksana perdagangan antar pulau, seperti dari Kalimantan, Sulawesi (Bugis), Maluku, Jawa maupun Palembang, Aceh sebagai entrepot, untuk hubungan dengan dunia luar. Atau bisa jadi juga orang luar hanya mengadakan konta dengan pelabuhan Aceh itu sendiri, karena yang terpenting komoditi ekspor dewasa itu adalah lada, kapur barus, emas maupun perak, semua ini dapat di suplai oleh  pelabuhan Aceh. Dalam buku ke 7 Geographia-nya Ptolemaeus menyebut kota pelabuhan Jabadiou, yang banyak menghasilkan emas dan sangat subur, terletak dibagian paling barat, dicatatannya bernama Argyre atau Kota Perak. Dapat diperhitungkan bahwa Argyre tersebut dimaksud Banda Aceh atau disekitar situ. Moens pun memperhitungkan demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar