Selasa, 04 Juni 2024

Xiaojing, Arab Pegon Ala Cina

 

Xiaojing, Arab Pegon Ala Cina
https://historia.id/agama/articles/xiaojing-arab-pegon-ala-cina-D8J79?page_source=home

Xiaojing, Arab Pegon Ala Cina
Jika Islam Nusantara mempunyai Pegon dan Jawi, maka Islam Konghucu memiliki Xiaoerjin.
Novi Basuki


Kitab berbahasa Arab tulisan tangan berisi pembahasan rukun iman yang di bawahnya terdapat terjemahan bahasa Cina dengan aksara Xiaojing. (blog.sina.com.cn/moosamamabin).
TIDAK hanya pokok pemikirannya yang seirama dengan Islam Nusantara, Islam Konghucu (Huiru) sebagai terminologi khusus Islam berkarakteristik Cina juga mengantongi kemiripan dalam hal aksara yang dipakai buat menyebarkan ajarannya.

Buktinya, jika Islam Nusantara mempunyai Pegon dan Jawi, Islam Konghucu memiliki Xiaoerjin. Ya, ketiganya sama-sama abjad Arab dan/atau Persia dengan tambahan huruf dan/atau diakritik tertentu yang digunakan untuk menuliskan bahasa masyarakat setempat. Xiaoerjin, dalam hal ini, dipakai sebagai media transliterasi bahasa resmi Cina dan dialek-dialek yang dituturkan penganut-penganut Islam di sana –suku Hui, terutama.


Selain harakat (fatḥah, kasrah, ḍammah, sukūn, dan tanwīn), Xiaoerjin atau dinamai juga Xiaojing, kata A. Ibrahim Chen Yuanlong dalam makalahnya yang dimuat Jurnal Etnologi Barat Laut (Xibei Minzu Yanjiu) nomor 3 tahun 2018, mempunyai 43 huruf untuk merepresentasikan vokal dan konsonan bahasa Cina. Di antara huruf-huruf itu, 28 abjab Arab dari ‘alifsampai ya’ terpakai semua. Sisanya, 4 huruf dipinjam dari abjad Persia (kâf, že, che, dan pe). Selebihnya yang 11 huruf, adalah bikinan muslim Cina sendiri dengan menambahkan satu sampai tiga titik di atas abjad Persia ‘ayn, vâv, kâf, ṣäd, re, tsâ, te, dâl, dan ḥe.

Secara harfiah, Xiaoerjin berarti “aksara anak-anak”. Sedangkan Xiaojing bermakna “pencerna kitab”. Sesuai artinya itu, asal muasal Xiaoerjin alias Xiaojing –selanjutnya akan saya sebut Xiaojing– memang berhubungan erat dengan anak-anak didik yang belajar mencerna kitab-kitab keislaman di madrasah-madrasah diniah (jingtang jiaoyu) pada akhir masa pemerintahan dinasti Ming di abad ke-16.

Kita tahu, dinasti Ming yang berdiri sehabis menumbangkan kekuasaan kaum Mongol dinasti Yuan pada 1368, segera memberlakukan kebijakan diskriminatif terhadap yang dianggap bukan bangsa asli Cina. Orang-orang Islam asal Arab, Persia, dan Asia Tengah yang pada era dinasti Yuan ditinggikan strata sosialnya dan banyak menduduki jabatan penting di pemerintahan, terkena imbasnya lantaran dipandang sebagai nonpribumi. Pemerintah tidak hanya mempersulit mereka menikah dengan sesama bangsanya, melainkan juga melarang penggunaan bahasanya untuk secepat mungkin mengasimilasikan mereka meski secara paksa.


Akibatnya, di satu sisi, dibatasinya orang-orang asing untuk kimpoi dengan sesama bangsanya, memungkinkan Islam makin meluas ketersebarannya ke dalam masyarakat Cina. Sebab, dalam Undang-Undang Ming Agung (Da Ming Lü), penguasa dinasti Ming memang “mengimbau [orang asing] untuk menikah dengan orang Cina” (ting yu Zhongguo ren wei hun yin). Di sisi lain, pelarangan penggunaan bahasa Arab/Persia mengakibatkan muslim hasil kimpoi campur yang kelak menjadi suku Hui yang sekarang kita kenal itu, kehilangan kemampuan memahami bahasa nenek moyangnya. Walhasil, bahasa Cina perlahan tapi pasti menggantikan kedudukan bahasa Arab/Persia sebagai lingua francamereka.

Berangkat dari kekhawatiran akan kian menurunnya pengetahuan muslim terhadap ilmu-ilmu keislaman, Hu Dengzhou –saudagar kaya dari Weinan, Provinsi Shaanxi di Cina bagian barat laut yang banyak penganut Islamnya– mendirikan madrasah diniah di rumahnya. Para cendekiawan muslim di daerah lain pun terdorong untuk mendirikan lembaga pendidikan serupa di masjid-masjid kampungnya.

Di luar Alquran dan hadis, madrasah-madrasah diniah dimaksud juga mengajari santrinya ilmu-ilmu seputar fikih, tauhid, filsafat, tafsir, dan lain-lain yang keseluruhan bahan ajarnya berbahasa Arab dan Persia.

Namun, karena kemampuan santri madrasah diniah Cina dalam memahami kitab-kitab berbahasa Arab dan Persia sangat terbatas, bahasa Cina tak pelak dipilih sebagai bahasa pengantar selama kegiatan belajar mengajar.


Nah, laiknya santri pondok pesantren kita yang mencatat arti kitab kuning berbahasa Arab –yang maknanya didiktekan kiai atau ustaznya ke dalam bahasa lokal– dengan Pegon atau Jawi, santri madrasah diniah Cina juga mencatat arti kitab-kitab berbahasa Arab dan Persia yang diterangkan gurunya dalam bahasa Cina pakai Xiaojing tersebut.

Belum berhenti di situ, di samping menggunakan bahasa Arab atau Persia, tak sedikit intelektual muslim Cina yang belakangan mengarang atau menerjemahkan kitab keagamaan dengan langsung memakai Xiaojing demi memudahkan pemahaman khalayak ramai.

Selepas dinasti Ming digulingkan dinasti Qing, misalnya, seorang ulama asal Lingzhou (kini Kota Lingwu, Daerah Otonom Suku Hui Ningxia), menyusun kitab yang terdiri dari bahasa Arab dan Xiaojing berjudul Kaidānī. Kitab fikih ini kemudian dicetak di Tashkent, Kekaisaran Rusia (sekarang ibukota Uzbekistan), pada 1899.

Ada kemungkinan penyusun Kaidānī merupakan pengikut Bai Yanhu, salah satu pemimpin pemberontakan muslim sepanjang kepenguasaan Kaisar Tongzhi (1861–1875) yang setelah pemberontakannya gagal, bersama loyalisnya lari ke wilayah Kekaisaran Rusia. Orang-orang pelarian inilah yang menjadi cikal bakal suku Dungan yang saat ini mendiami negara-negara bekas Uni Soviet semacam Kyrgyzstan, Kazakhstan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Mereka memang awalnya menulis dengan Xiaojing sebelum berganti memakai Sirilik.


Tak lama berselang setelah dinasti Qing kolaps dan Republik Cina (ROC) berdiri, Abdullah Sha Zhong dan Ibrahim Ma Fulu menerbitkan Alquran 30 juz yang diterjemahkan mereka ke dalam bahasa Cina dengan menggunakan Xiaojing. Terjemahan yang kesemuanya ditulis tangan ini, berjumlah 750 halaman dan terdiri dari 6 jilid. Dua orang ulama yang tinggal di Lanzhou, Provinsi Gansu, itu memulai penerjemahannya pada bulan Ramadan 1909, lalu menyelesaikan dan mempublikasikannya pada Jumat ketiga Ramadan 1912. Penempatan terjemahannya mirip dengan pemaknaan kitab-kitab kuning dengan Pegon atau Jawi: ditaruh di bawah tiap satu baris kalimat aslinya.

Alquran terjemahan yang kini disimpan di Museum Prefektur Linxia tersebut, menurut Hu Long dalam tulisannya di jurnal Muslim Cina (Zhongguo Musilin) nomor 3 tahun 2012, ialah “Alquran pertama di Cina yang diterjemahkan secara utuh dengan Xiaojing sejauh ini.”

Andai diterjemahkan langsung memakai aksara Cina (dengan kata lain: bukan bahasa Cina yang ditulis pakai Xiaojing), bisa saja terjemahan itu akan menjadi terjemahan Alquran 30 juz berbahasa dan beraksara Cina pertama di Cina. Untuk dimafhumi, orang pertama yang berhasil menerjemahkan 30 juz Alquran memakai bahasa dan aksara Cina sekaligus adalah nonmuslim bernama Ji Juemi yang logistiknya disokong penuh oleh Silas Aaron Hardoon (1851–1931), taipan keturunan Yahudi.


Sayang, tak seperti Pegon atau Jawi yang tetap terawat di pondok pesantren, pengguna dan yang mengerti Xiaojing terus berkurang meski madrasah diniah dan bahkan Institut Agama Islam (Yisilanjiao Jingxueyuan) –lembaga pendidikan tinggi modern keislaman milik pemerintah yang khusus mencetak ustaz– ada di mana-mana.

Penyebabnya, selain karena makin banyak muslim yang menguasai aksara Cina yang kian simpel seiring disederhanakannya penulisan bejibun huruf-huruf ruwet nan jelimet oleh Partai Komunis Cina sejak 1956, Xiaojing sebenarnya memang tidak sepenuhnya bisa dipakai untuk menuliskan pelafalan bahasa Cina.


Pasalnya, bahasa Cina adalah bahasa yang bernada. Ada empat nada yang masing-masing berfungsi untuk membedakan makna huruf yang pelafalannya sama. “Wen” yang dilafazkan dengan nada menurun, contohnya, berarti bertanya. Sementara “wen” yang dibaca dengan nada menurun lalu menaik bermakna mencium.

Dalam kondisi demikian, bagaimana caranya memastikan kalimat homofon semisal “wo wen ni” adalah merujuk “aku bertanya padamu” atau “aku menciummu” padahal dengan memakai Xiaojing, ketiga kata itu sama-sama ditulis dengan wāwfatḥah plus ‘ayn sukūn untuk “wo” (aku), wāw ḍammah tanwīn untuk “wen” (bertanya atau mencium), dan nūn kasrah untuk “ni” (kamu)? Salah-salah bisa berabe jadinya.

Walau begitu, tak patut dipungkiri, Xiaojing telah menambah khazanah keislaman dunia. Dan, pada masanya, ia telah memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi masyarakat Cina untuk mengenal Islam lebih dalam.

Penulis adalah kontributor Historia di Cina, sedang studi doktoral di Sun Yat-sen University, Cina.
 
Tak lama berselang setelah dinasti Qing kolaps dan Republik Cina (ROC) berdiri, Abdullah Sha Zhong dan Ibrahim Ma Fulu menerbitkan Alquran 30 juz yang diterjemahkan mereka ke dalam bahasa Cina dengan menggunakan Xiaojing. Terjemahan yang kesemuanya ditulis tangan ini, berjumlah 750 halaman dan terdiri dari 6 jilid. Dua orang ulama yang tinggal di Lanzhou, Provinsi Gansu, itu memulai penerjemahannya pada bulan Ramadan 1909, lalu menyelesaikan dan mempublikasikannya pada Jumat ketiga Ramadan 1912. Penempatan terjemahannya mirip dengan pemaknaan kitab-kitab kuning dengan Pegon atau Jawi: ditaruh di bawah tiap satu baris kalimat aslinya.

Alquran terjemahan yang kini disimpan di Museum Prefektur Linxia tersebut, menurut Hu Long dalam tulisannya di jurnal Muslim Cina (Zhongguo Musilin) nomor 3 tahun 2012, ialah “Alquran pertama di Cina yang diterjemahkan secara utuh dengan Xiaojing sejauh ini.”

Andai diterjemahkan langsung memakai aksara Cina (dengan kata lain: bukan bahasa Cina yang ditulis pakai Xiaojing), bisa saja terjemahan itu akan menjadi terjemahan Alquran 30 juz berbahasa dan beraksara Cina pertama di Cina. Untuk dimafhumi, orang pertama yang berhasil menerjemahkan 30 juz Alquran memakai bahasa dan aksara Cina sekaligus adalah nonmuslim bernama Ji Juemi yang logistiknya disokong penuh oleh Silas Aaron Hardoon (1851–1931), taipan keturunan Yahudi.

Alasan Memilukan Mayoritas Penduduk Gaza Palestina Berpihak pada Rusia

 

Alasan Memilukan Mayoritas Penduduk Gaza Palestina Berpihak pada Rusia
Alasan Memilukan Mayoritas Penduduk Gaza Palestina Berpihak pada Rusia dalam Invasi ke Ukraina

- 16 Maret 2022, 17:20 WIB


Ilustrasi Palestina. /Pixabay/ David Peterson

PIKIRAN RAKYAT - Penduduk Jalur Gaza telah menyatakan dukungan untuk Rusia di tengah operasi militer khusus di Ukraina.

Penduduk Gaza, Palestina menilai jika apa yang dilakukan Rusia dalam mempertahankan kedaulatan negaranya adalah langkah yang benar.

Dalam operasi khusus, warga Palestina melihat Moskow berjuang untuk tujuan yang benar, untuk membebaskan tanah mereka sendiri.

Palestina dikatakan mereka, selalu berpihak pada Moskow, meski selama ini telah menahan diri untuk tidak berkomentar tentang konflik tersebut.

Baca Juga: Atlet Squash Mesir Bicara Soal Invasi Rusia ke Ukraina, Bandingkan dengan Palestina

Sempat ada ketakutan jika warga Palestina mendukung Rusia, maka akan memancing kemarahan Amerika Serikat.

Amerika akan menilai jika dukungan Palestina pada Rusia adalah bentuk provokasi, Dan itu, berarti Palestina akan kehilangan dukungan diplomatik dan sumbangan uang Amerika.

Bagi banyak orang Palestina di Jalur Gaza, mendukung Rusia adalah "alami" dan mereka tidak takut untuk mengekspresikan diri.

Salim Shurrab, 40 tahun, mengatakan kepada Sputnik, dia mendukung Rusia karena Rusia berjuang untuk tujuan yang benar.

Dia menilai, kekuatan radikal tengah merongrong kedaulatan Ukraina dan Rusia.

Warga Gaza lainnya mengatakan, perang itu perlu bagi Rusia untuk menghentikan ancaman NATO dan ekspansinya ke Timur.

Tetapi ada juga orang-orang yang mendukung Moskow karena alasan lain.

"Saya memberikan dukungan penuh saya di belakang Rusia," kata Angham Eid, penduduk asli Gaza berusia tiga puluhan tahun.

Dia merasa terluka, di mana semua negara diam selama operasi Israel melakukan invasi dan tindakan militer.

Dia mengaku kehilangan ayah dan saudara laki-lakinya dalam permusuhan itu.

“Pada Mei 2021, ketika Israel menyerang Gaza, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky secara terbuka mendukung Israel, hanya karena dia orang Yahudi. Dia mengabaikan penderitaan kami dan sekarang kami mengabaikan penderitaannya,” ucapnya menambahkan.

Publik di Jalur Gaza lainnya juga marah kepada Barat. Terlebih, publik Palestina menyoroti cara media barat dalam menyajikan berita konflik.

Selama tiga minggu terakhir, media sosial berbahasa Arab telah dikemas dengan gambar dan karikatur yang mengekspos duplikasi dan standar ganda Barat.

Bom molotov di tangan Ukraina disajikan di media Barat sebagai cara yang sah untuk melawan "agresor Rusia".

Sementara, untuk orang-orang Palestina, yang menggunakan alat yang sama, malah dicap dan dikecam sebagai teroris.

“Kami sudah terbiasa dengan standar ganda Barat. Jadi kami tidak terkejut dengan cara media meliput konflik di Ukraina. Media mempromosikan kepentingan negara mereka. Kepentingan utama mereka adalah untuk menghadapi Rusia. Palestina tidak ada dalam daftar prioritas mereka," kata Eid.

Syurrab penduduk Gaza lainnya mengatakan, jika Barat begitu peduli dengan apa yang disebut pendudukan, mengapa mereka tidak berbicara tentang perbuatan Israel.

"Mereka telah membunuh warga Palestina selama bertahun-tahun, tetapi itu tidak mendapat banyak perhatian," katanya.

Perlawan masyarakat Gaza yang membentuk kelompok-kelompok perlawanan seperti Hamas, malah dianggap teroris oleh Israel.

Mereka mengambil alih, mencaplok Jalur Gaza. "Kami tahu mereka bias. Kami tahu mereka tidak adil. Tapi, kami akan melanjutkan perjuangan dan perlawanan kami sampai kami membebaskan tanah kami," kata dia.***

https://www.pikiran-rakyat.com/inter...ukraina?page=3

Holodomor Nakba! Zelensky: Ukraina Akui Palestina sebagai Negara Merdeka!

 Merdeka!















Holodomor Nakba! Zelensky: Ukraina Akui Palestina sebagai Negara Merdeka yang Berdaulat!

Saat pertama kali konflik di Jalur Gaza dan wilayah perbatasan Israel dengan kawasan tersebut Ukraina adalah salah satu negara yang paling aktif menyuarakan dukungannya terhadap Israel, kemungkinan sebab sangat wajar karena Rusia yang tentunya sekarang sebagai musuh Ukraina dan yang menginvasi negara tersebut mendukung Palestina.

Namun sekarang setelah banyaknya negara-negara yang justru pro dengan Palestina, Ukraina agak lain nih gansist. Melalui presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, pada Minggu, 2 Juni 2024 di saat dialog IISS Shangri-La Dialouge dirinya mengumumkan bahwa Ukraina akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Keputusan ini diambil setelah tindakan serius Israel dalam konflik dengan Palestina dan meningkatnya dukungan internasional terhadap kemerdekaan Palestina.

"Ukraina mengakui dua negara, Israel dan Palestina, dan akan melakukan segalanya untuk menghentikan Israel, untuk mengakhiri konflik serta penderitaan warga sipil ini," tutur mantan aktor dan komedian pada pertemuan tersebut.


Quote:





Pengakuan Ukraina terhadap Palestina sebagai negara merdeka merupakan langkah penting dalam upaya mencapai perdamaian di Timur Tengah. Dalam solusi dua negara, Israel dan Palestina diakui sebagai negara yang berdaulat dan merdeka, sehingga masing-masing dapat hidup dalam perdamaian dan keamanan. Dengan semakin banyak negara yang mengakui Palestina, harapannya adalah konflik antara kedua negara tersebut dapat diselesaikan dengan cara damai dan dialog.

Namun, pengakuan Palestina sebagai negara merdeka oleh Ukraina juga dapat memicu reaksi negatif dari pihak Israel. Israel telah menentang solusi dua negara dan melakukan serangan yang merugikan warga sipil Palestina. Dengan pengakuan ini, diharapkan bahwa tekanan internasional terhadap Israel akan semakin meningkat agar mereka menghormati hak-hak rakyat Palestina dan berupaya mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan.


Quote:





Namun awal konflik antara Rusia-Ukraina itu jauh terjadi sebelum itu, bahkan di saat masih bernama Uni Soviet pun terjadi peristiwa mengerikan di Ukraina yang dikenang dengan sebutan Holodomor. Seperti sebagaimana di Palestina, konflik bukan berawal dari tragedi 7 Oktober 2023. Karena jauh-jauh sebelumnya sudah sangat banyak terjadi peristiwa mengerikan semacam Holodomor Ukraina, semisal pembantaian Nakba.

Holodomor atau genosida Ukraina adalah peristiwa pembunuhan dan kelaparan massal di Ukraina pada tahun 1932-1933, dimasanya kepemerintahan rezim Soviet Joseph Stalin yang mengakibatkan korban jiwa 7 juta hingga 10 juta warga sipil Ukraina tewas. Sedangkan pembantaian Nakba atau malapetaka Palestina 15 Mei 1948 adalah penghancuran masyarakat dan tanah air Palestina yang mengakibatkan lebih dari 750 ribu warga Palestina terusir dari rumahnya, 400 desa dihancurkan dan 15 ribu warga Palestina tewas dalam operasi pembersihan etnis.

BULGARIA VOLGA, NEGARA ISLAM PERTAMA DI DARATAN RUSIA

 Bulgaria Volga adalah negara yang pernah ada di daratan Rusia antara abad ke 7 Masehi hingga abad ke 13 Masehi di sekitar lembah Sungai Volga dan sungai kama, ibu kota negara ini adalah kota Bulghar.
Islam secara bertahap menempatkan dirinya di negara ini yakni pada abad ke 10 Masehi melalui perdagangan dan lalu hubungan diplomatik yang diprakarsai oleh khekalifahan Abbasiyah. Sehingga Islam dapat beralkulturasi dengan baik oleh budaya setempat.
Masyarakat asli bulgaria volga di masa modern saat ini adalah suku tatar dan suku Chuvashia yang telah berasimilasi dengan mongol setelah ekspansi mongol ke daerah tersebut.

Sebenarnya ane sangat sulit untuk mendapatkan data lengkap mengenai sejarah negara Bulgaria Volga dengan bahasa Indonesia.
sehingga ane berinisiatif membuat Thread dan Video tentang ini.

Berikut ane jelaskan secara terstruktur padat dan singkat mengenai Negara Bulgaria Volga.


1. Cikal bakal Negara Bulgaria Volga


Spoiler for Cikal bakal Negara Bulgaria Volga:





2. Perdagangan Sebagai Sumber Kemakmuran


Spoiler for Perdagangan Sebagai Sumber Kemakmuran:



3. Masuknya Islam ke Bulgaria Volga


Spoiler for Masuknya Islam ke Bulgaria Volga:



4. Hancur Lebur Setelah Invasi Mongol


Spoiler for Hancur Lebur Setelah Invasi Mongol: