Kamis, 28 Januari 2021

KISAH RASULULLAH

 KISAH RASULULLAH ﷺ

Insyaallah sumber/referensi akan diinfokan di the Last part..

إِن ٱللهَ مَعَ ٱلصٰبِرِينَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar


Bagian 1 Pendahuluan


*Jazirah Arab*

Jazirah Arab itu sebenarnya tidak hanya terdiri atas gurun pasir. Ada banyak tanah subur yang telah dihuni sejak lama. Tanah-tanah subur itu terutama terletak di daerah pantai, seperti Yaman, Yamamah, Hadramaut, dan Ahsa. Di bagian tengah Jazirah Arab ada sebuah wilayah subur lain bernama Najd. Wilayah ini dikenal sebagai tempat asal kuda Arab yang termahsyur di mana-mana.

Najd dan Yamamah juga terkenal sebagai penghasil gandum. Demikian banyak gandum yang dihasilkan sehingga konon mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Jazirah Arab yang ketika Nabi Muhammad dilahirkan berjumlah sekitar 10 juta- 12 juta jiwa.
Di kota Madinah terdapat bukit -bukit yang baik untuk ditanami. Sementara itu, kota Thaif terkenal karena buah-buahannya.

Di luar daerah-daerah subur, Jazirah Arab dipenuhi gunung dan bukit-bukit batu yang besar. Tidak ada sungai mengalir. Suhu udaranya sangat panas. Karenanya, penduduk Arab umumnya suka mengembara. Mereka suka berpindah ke tempat mana saja yang dapat memenuhi keperluan hidup sehari-hari berserta hewan-hewan ternak mereka.

*Unta*

Unta adalah kendaraan yang sangat diandalkan penduduk gurun pasir. Ia dapat mengarungi gurun selama 17 hari tanpa minum. Walaupun pelan, jika dipacu unta dapat menempuh jarak sampai 300 km dalam sehari. Unta mau melahap ranting dan rumput pahit yang di jauhi kambing. Unta juga mau minum air berlumpur dan mengubahnya menjadi susu bermutu tinggi yang dapat digunakan sebagai obat tetes mata. Dagingnya dimakan, bulunya dibuat tali, kulitnya dapat menjadi aneka alat, mulai dari sandal sampai atap dan perisai perang. Air seninya menjadi sampo pencuci rambut. Kukunya dibakar dan diulek menjadi tepung untuk obat luka atau adonan kue. Kotorannya dapat dipakai sebagai bahan bakar. Unta adalah karunia Allah untuk penduduk gurun pasir.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

*Letak Mekah*

Di Kota Mekah inilah terletak Ka'bah, Baitullah. Ke arah Ka'bahlah seluruh Muslim di dunia menghadapkan diri jika sedang shalat. Di kota Mekah inilah nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dilahirkan.

Kota Mekah adalah sebuah lembah yang tidak begitu luas, di tengah lautan pasir. Bukit-bukit mengurung lembah ini rapat-rapat. Begitu rapatnya sehingga cuma ada tiga jalan untuk keluar dan masuk Mekah. Jalan pertama menuju ke Yaman, jalan ke dua menuju ke Laut Merah, dan jalan ketiga adalah jalan menuju Palestina.

Ribuan tahun yang lalu, Lembah Mekah hanyalah sebuah tempat persinggahan rombongan kafilah, baik yang datang dari Yaman menuju Palestina maupun sebaliknya, yang datang dari Palestina menuju Yaman. Nabi Ismail lah yang pertama kali membuat Mekah menjadi sebuah kota.

*Pakaian Orang Arab*

Penduduk asli Jazirah Arab adalah suku Badui. Pakaian mereka longgar, hangat pada musim dingin, dan sejuk pada musim panas. Pakaian ini menjaga kulit dari sengatan matahari serta angin kering.
Pada zaman para nabi, pakaian ini terdiri atas dua helai. Satu helai melilit tubuh dari bawah ketiak. Satu helai lagi adalah sebuah jubah panjang sampai kaki dan terbuat dari bulu domba atau unta. Warnanya krem dengan lurik tegak berwarna hitam, biru, coklat atau putih.
Pakaian wanitanya panjang menyapu tanah dan sangat longgar. Selendang melilit pinggang, jubahnya berlurik merah, kuning, hitam atau biru. Cadarnya berwarna hitam atau putih. Tudung kepala berwarna merah, putih, atau cokelat melindungi mata, telinga, dan hidung dari debu dan badai pasir.

*Badui*

Suku Badui adalah penduduk asli Jazirah Arab. Mereka adalah prajurit pengelana yang tangguh. Tinggi mereka sedang, tapi kekar, cekatan, dan kuat menderita dalam alam yang keras. Jika ada anggota keluarga yang tewas, para lelaki Badui akan segera membalas pembunuhnya. Mereka berani dalam bertempur dan sabar dalam kekalahan.

Meski demikian, orang Badui terkenal ramah, senang memberi, dan sangat menghormati tamu. Mereka juga tenang, sabar, dan tidak cepat marah. Orang Badui juga sangat mengagumi keindahan syair. Jiwa orang orang Badui mudah terpanggil pada kebenaran. Mereka adalah orang orang sederhana. Mereka duduk di lantai dengan wadah makanan di lutut. Dengan demikian, tidak bisa dibedakan mana majikan dan mana bawahan.

Sahabat fillahku, kepada orang-orang inilah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, diutus. Berkat bimbingan Nabi Muhammadlah orang orang Badui dari padang pasir yang sunyi ini mampu mengguncang dunia. Merekalah yang akhirnya menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia. Merekalah yang membangun umat Islam menjadi umat yang besar dan dihormati.

Namun, jauh sebelum menyebar ke penjuru bumi, perjalanan umat Islam di Jazirah Arab dimulai oleh kisah Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ.
Beliau adalah nenek moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Nenek Moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم *

Salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad bernama Hasyim bin Abdul Manaf. Ia adalah pemuka masyarakat dan orang yang berkecukupan. Masyarakat Mekah mematuhi dan menghormatinya.

"Wahai penduduk Mekah, aku membagi perjalanan kalian menurut musim. Jika musim dingin tiba, pergilah berdagang ke Yaman yang hangat. Jika musim panas, giliran kalian pergi ke Syam yang sejuk!" demikian keputusan Hasyim.

Hasyim tambah disayangi penduduk Mekah karena pada suatu musim kemarau yang mencekam, ia pernah membawa persediaan makanan dari tempat yang jauh. Padahal, saat itu makanan amat sulit didapat.

"Terima kasih, wahai Hasyim! Engkau menolong kami dengan pemberian makanan ini!" seru penduduk Mekah.

Di bawah kepemimpinan Hasyim, Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang makmur. Pasar-pasar didirikan sebagai tempat berniaga kafilah-kafilah dagang yang datang dan pergi silih berganti, baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Demikian pandainya penduduk Mekah berdagang, sampai-sampai tidak ada pihak lain yang mampu menyaingi mereka.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Akan tetapi, di samping kemajuan yang besar itu, masyarakat Arab juga mengalami kemunduran luar biasa. Itulah sebabnya mereka dijuluki masyarakat jahiliah alias masyarakat yang diliputi kebodohan. Itulah juga sebabnya sampai Allah mengutus rasul terakhir-Nya di tempat ini.

*Pembagian Urusan*

Beberapa jabatan pemerintahan di Mekah di antaranya:
_Hijabah_ : Pemegang kunci Ka'bah,
_Siqayah_ : Penyedia air dan makanan buat para peziarah,
_Rifadah_ : Mengatur pembagian dana dari orang kaya untuk fakir miskin, _Qiyadah_ : Mengatur urusan peperangan.

*Percaya Takhayul*

"Oh, tidak! Burung itu terbang ke kiri! Aku pasti akan tertimpa sial!" umpat seseorang, orang itu kebetulan melihat seekor burung yang terbang di atas kepalanya berbelok ke arah kiri. Sepanjang hari itu, dia jadi murung karena yakin bahwa dia bernasib sial walaupun belum tahu kesialan macam apa yang akan menimpanya.
Orang-orang Arab pada masa jahiliyah amat percaya pada takhayul. Contohnya, mereka percaya jika burung yang mereka lihat terbang ke kiri, nasib sial akan menimpa mereka. Sebaliknya jika burung kebetulan terbang ke kanan, nasib baik akan datang. Kepercayaan semacam ini disebut At Tathayyur

Selain itu, mereka percaya bahwa jika seseorang mati, rohnya akan menjadi burung. Mereka juga percaya bahwa di dalam perut manusia ada ular. Ular inilah yang menggigit di dalam perut sehingga orang merasa lapar.

"Lihat cincin tembagaku ini", kata seorang kepada temannya dengan bangga, "Cincin ini adalah pemberian seorang dukun kepadaku. Tidak sia sia aku memberinya uang banyak agar membuatkan cincin ini. Jangan coba-coba menantangku berkelahi sekarang. Berkat cincin ini, aku merasa jauh lebih kuat!".

Masih banyak kebodohan serupa yang mereka perlihatkan. Mereka juga amat taat menyembah berhala-berhala berbentuk patung. Jika mereka meminta pertolongan kepada berhala, tidak segan-segan mereka mengorbankan binatang ternak dan mengoleskan darahnya di tubuh berhala. Bahkan mereka terkadang sampai hati mengorbankan anak- anaknya sendiri demi mengharap keridhaan berhala.

Selain melakukan kebodohan-kebodohan itu, mereka masih melakukan banyak sekali hal hal yang merusak.

*Awal Mula Penyembahan Berhala*

Awal mula penyembahan berhala di Mekkah, ketika seorang bernama Amar bin Luhay membawa berhala besar bernama Hubal yang dibelinya dari daerah Syam. Di Mekkah, berhala Hubal ditaruh di Ka'bah dan disuruhnya orang orang datang menyembahnya.
Menjelang menaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad saw. Ka'bah dipenuhi oleh tiga ratus enam puluh berhala yang terbuat dari batu, kayu, perak, bahkan emas.

*Gemar Mabuk dan Berjudi*

Bangsa Arab pada masa itu sangat gemar meminum arak. Hampir semua orang adalah peminum kecuali beberapa saja yang tidak.
Para pelayan datang membawakan baki dan botol-botol minuman. Orang orang datang berkumpul sambil tertawa.
Para penari datang disambut tepukan dan sorak sorai. Ketika minuman mulai membuat mereka mabuk, seseorang kembali berseru, "Bawakan alat alat judi kemari!"

Orang pun membawakan alat-alat judi berupa bilah-bilah kayu dan sebuah kantung kulit. Beberapa ekor unta dipotong, yang kalah berjudi harus membayar unta-unta tersebut. Selain berjudi dengan memotong unta, mereka juga berjudi dengan bermacam macam cara.

Demikianlah minum sambil berjudi adalah kebiasaan yang amat digemari oleh bangsa Arab saat itu. Bahkan, setelah Nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam, masih banyak pemeluk baru agama Islam yang masih suka meminum arak sampai turunlah perintah Allah yang berangsur-angsur mengharamkan orang meminum minuman keras.

*Barm*

Judi memotong unta adalah judi yang paling digemari orang Arab Jahiliyah. Bilah-bilah kayu dikocok dalam kantung dan dibagikan. Orang yang mendapat undi kosong dinyatakan kalah dan harus membayar unta yang dipotong. Daging unta kemudian dibagikan kepada fakir miskin. Orang yang tidak suka berjudi semacam ini dipandang sebagai seorang kikir, yang biasa disebut barm

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Perampok Kejam dan Tidak Sopan

Mencuri dan merampok saat itu adalah hal yang biasa. Hanya sebagian kecil saja orang yang tidak pernah melakukannya. Perampok pun bukan cuma mengincar harta dan benda, tetapi juga orang yang dirampok. Perampok biasa menjadikan orang orang yang telah dirampoknya menjadi tawanan dan budak belian.

Saat itu perilaku bangsa Arab amat kejam, sampai melewati batas perikemanusiaan. Anak-anak perempuannya sendiri mereka bunuh. Ada yang dikubur hidup hidup ke dalam tanah, ada pula yang ditaruh dalam tong dan diluncurkan dari tempat yang tinggi. Mereka malu jika mempunyai anak perempuan.

Mereka juga suka menyiksa binatang. Jika seseorang mati, keluarganya mengikat unta diatas kuburan dan tidak memberikan makan serta minum sampai si unta mati. Mereka beranggapan unta itu kelak akan menjadi tunggangan si mati.

Musuh yang tertangkap diperlakukan sangat kejam. Mereka biasa mengikat musuh pada seekor kuda dan membiarkan kuda tersebut berlari sehingga orang yang diikat itu mati terseret-seret. Telinga atau hidung musuh yang kalah dijadikan kalung, serta tengkorak nya dijadikan tempat minum arak.

Orang jahiliyah juga tidak mengenal sopan santun, Mereka biasa berkeliling Ka'bah tanpa memakai pakaian.

Begitulah kebiasaan Orang Orang Arab saat itu.
Mereka adalah bangsa yang maju perdagangannya, pandai membuat perkakas, membuat obat, ahli astronomi, serta mahir bersyair. Namun mereka juga mempunyai kebiasaan buruk.

Memakan Bangkai Binatang

Dalam urusan makan dan minum pun tidak ada yang dilarang. Segala macam binatang boleh dimakan. Binatang yang sudah mati pun disayat dagingnya, dibakar, dan dimakan. Mereka juga suka meminum darah, binatang, dan makanan darah yang dibekukan.

Muthalib

Suatu hari, Hasyim pergi berdagang menuju Syam. Ketika melewati Yatsrib, (di kemudian hari disebut Madinah), Hasyim melihat seorang wanita baik-baik dan terpandang.

"Siapakah wanita itu?" tanya Hasyim kepada orang-orang Yatsrib.

"Dia adalah Salma binti Amr."

"Suaminya telah tiada. Kini dia seorang janda."

Mendengar itu, Hasyim melamar Salma dan Salma pun menerimanya. Mereka lalu menikah. Hasyim tinggal di Yatsrib beberapa lama. Ketika Salma mengandung, Hasyim melanjutkan perniagaannya. Namun, itulah kali terakhir Salma melihat suaminya karena Hasyim tidak pernah kembali lagi. Ia meninggal dunia di Palestina.

Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syaibah. Sementara itu, sepeninggal Hasyim, kedudukannya sebagai pemuka masyarakat Mekah dipegang oleh adik Hasyim yang bernama Al Muthalib.
Al Muthalib juga seorang laki-laki terpandang yang dicintai penduduk Mekkah. Orang-orang Quraisy menjulukinya dengan sebutan Al Fayyadh yang berarti Sang Dermawan.
Suatu hari, dia mendengar bahwa Syaibah, keponakannya yang tinggal di Yatsrib, sedang tumbuh remaja.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

"Aku harus menemuinya," pikir Al Muthalib,
"dia adalah anak kakakku. Dulu ayahnya adalah pemuka Mekah, maka dia harus pulang untuk melanjutkan kekuasaan ayahnya menggantikan aku."

Ketika Al Muthalib bertemu Syaibah di Yatsrib, dia tersentak,
"Anak ini benar-benar mirip Hasyim."

"Mari Nak, ikut Paman ke Mekah," peluk Al Muthalib.

"Tetapi, jika ibu tidak mengizinkan pergi, aku akan tetap tinggal di sini," jawab Syaibah

Syaibah

Nama Syaibah diberikan karena ada rambut putih (uban) di kepalanya sejak dia kecil. Selain Syaibah, Hasyim telah memiliki empat putra dan lima putri yang tinggal di Mekkah.

ABDUL MUTHALIB

"Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi" jawab Salma.
"Dia buah hatiku satu-satunya. Wajahnya lah yang senantiasa mengingatkan aku akan wajah ayahnya".

"Aku juga menyayangi Hasyim", jawab Al Muthalib,
"bukan cuma aku, tetapi penduduk kota Mekah juga menyayanginya. mereka pasti akan senang sekali menyambut kedatangan putra Hasyim. Begitu melihat wajah anak ini, rasa sayangku timbul kepadanya. Seolah-olah aku melihat Hasyim hidup kembali dan berdiri di hadapanku.
Izinkan aku membawanya pergi. Sesungguhnya Mekah adalah kerajaan ayahnya dan Mekah adalah tanah suci yang di cintai oleh seluruh bangsa Arab. Tidakkah pantas putramu pergi ke sana dan melanjutkan pemerintahan ayahnya?".

Salma memandang Syaibah dengan mata berkaca-kaca. Hatinya ingin agar putra satu-satunya itu tetap tinggal di sisinya. Namun, ia tahu masa depan Syaibah bukan di Yatsrib, melainkan di Mekkah. Akhirnya, ia pun mengangguk, "Baiklah, kuizinkan ia pergi."

Dengan amat gembira, Al Muthalib mengajak keponakannya itu pulang. Syaibah duduk membonceng unta di belakang pamannya.
Ketika mereka tiba di Mekkah, orang-orang menyangka bahwa anak yang duduk di belakang Al Muthalib adalah budaknya.

"Abdul Muthalib (Budak Al Muthalib)! Abdul Muthalib!" panggil mereka kepada Syaibah.

"Celaka kalian! Dia bukan budakku, dia anak saudaraku, Hasyim!"

Namun, orang-orang telanjur menyebutnya demikian sehingga akhirnya nama Syaibah pun terlupakan. Setelah itu, dia dikenal dengan nama Abdul Muthalib. Dia kelak menjadi kakek Nabi Muhammad ﷺ.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Harta Abdul Muthalib

Setelah tumbuh dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana Hasyim, bapaknya.

Sementera itu, ketika Hasyim meninggal, hartanya dikuasai oleh Naufal, adiknya yang terkecil.
Setelah dewasa, Abdul Muthalib hendak meminta harta ayahnya, tetapi Naufal menolak. Abdul Muthalib pun meminta bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib. Orang-orang Yatsrib mengirimkan 80 pasukan berkuda. Naufal pun ketakutan dan menyerahkan harta Hasyim kepada Abdul Muthalib

Pada zaman pemerintahannya, Abdul Muthalib melakukan sebuah perbuatan yang akan dikenang orang sepanjang zaman.

Sumber Air Mekah

Abdul Muthalib adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah. Setelah ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun, air harus didatangkan dari beberapa sumur yang terpencar-pencar di sekitar Mekah.

MENGGALI SUMUR ZAMZAM

Saat itu, Sumur Zamzam telah terkubur dan dilupakan orang selama ratusan tahun. Namun, Abdul Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah, bahwa dulu pernah ada mata air yang menghidupi Mekah, mata air yang memancar keluar oleh kaki Ismail.

"Aku harus menemukannya!" pikir Abdul Muthalib. "Aku harus menemukan kembali Sumur Zamzam yang telah dilupakan orang! Apalagi aku bertugas menyediakan air dan makanan bagi penduduk Mekah."

Pikiran seperti itu tidak pernah hilang dari benaknya, "Aku harus menemukannya! Aku harus menemukannya!"

Setelah itu, Abdul Muthalib mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai panjang) dan memanggil putra satu-satunya, "Harits, temani ayah mencari dan menggali kembali Sumur Zamzam!"

Harits mengangguk. Kemudian, mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam berada. Setelah beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak juga ditemukan.

"Ayah, mungkin Sumur Zamzam memang telah hilang," kata Harits.

"Tidak Nak, Ayah yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya! Orang-orang Mekah akan hidup lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!"

Dengan gigih keduanya pun terus mencari sumur Zam-Zam.
Orang-orang Quraisy, penduduk asli Mekah, melihat perbuatan mereka dengan heran.

"Mengapa engkau masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang kita, Mudzaz bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?"

Abdul Muthalib menaruh tembilangnya dan duduk.
Ya, ratusan tahun yang lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi Ismail عليه ااسلام pernah mencoba menggali Zamzam tapi tidak berhasil.
Padahal, saat itu Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana berpangkal emas agar Sumur Zamzam ditemukan.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Bernadzar

Abdul Muthalib bernadzar, "Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur Zamzam, maka salah seorang diantara 10 anak itu akan kusembelih di Ka'bah sebagai kurban untuk Tuhan."

Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 orang anak laki-laki. Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak memperoleh anak. Dipanggilnya kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan dicintainya.

"Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan memberiku 10 orang anak laki-laki."

Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.

"Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena, aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya."

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Di hadapan patung dewa tertinggi Ka'bah, juru qidh (Nanak panah) meminta setiap anak menulis namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut di hadapan berhala Hubal. Nama anak yang keluar adalah Abdullah.

Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu.

"Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa membatalkan nadzarmu!"

Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang yang menyetujui niatnya itu?

Menemukan Zamzam

Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang, "Temukan Sumur Zamzam itu, wahai Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!"

Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits menggali dan menggali lebih giat.
Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.

"Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!" kata mereka satu sama lain.

Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na'ila, air membersit.

"Air! Harits! Lihat, ada air!" seru Abdul Muthalib saking kagetnya.
"Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali terus!"

Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat penemuan itu, orang-orang Quraisy datang berbondong-bondong.

"Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!" pinta mereka.

"Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan qidh (anak panah). Dua anak panah buat Ka'bah, dua buat aku, dan dua buat kamu. Kalau anak panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa."

Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka'bah. Ternyata, anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib dan Ka'bah. Oleh karena itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali.

Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak laki-laki yang dapat membantunya.

Pedang dan Pelana Emas

Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka'bah, sedangkan pelana-pelana emas ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

TEBUSAN SERATUS UNTA

Dengan mem"baja"kan hati, Abdul Muthalib menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di dekat sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na'ila. Di tempat itulah biasanya orang orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka. Namun, masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya, kekerasan hatinya pun luluh.

"Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?"

"Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah," kata Mughirah bin Abdullah dari suku Makhzum.

Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib.

"Berapa tebusan kalian?" tanya dukun wanita itu.

"Sepuluh ekor unta."

"Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi sampai nama unta yang keluar."

Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar adalah nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata, lagi lagi nama Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan menambah terus jumlah unta. Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar.

"Dewa sudah berkenan," seru orang orang.

"Tidak," bantah Abdul Muthalib. "Harus dilakukan sampai 3 kali."

Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun disembelih dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka beranggapan bahwa unta itu untuk dewa.


Keturunan Dua Orang yang Disembelih

Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda,
"Aku adalah anak dua orang yang disembelih."
Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.

Si Penguasa Yaman

Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula dari Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah. Saat itu, Yaman diperintah oleh seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.

"Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?" seru Abrahah kepada para menterinya.

"Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka'bah. Bangunan tua itu begitu disucikan oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya. Ke sanalah mereka pergi beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun," jawab salah seorang menteri.

"Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita, Yaman, mempunyai sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu menjadi tidak berarti lagi dan dilupakan orang!"

"Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka'bah?"

"Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling mewah yang kita miliki! Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau!
Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan! Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu singkat!"

Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang Penguasa Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.

"Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!"
kata Abrahah kepada bawahannya,
"bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan seindah ini!"

Bendungan Ma'rib

Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah terkenal dengan kemajuan teknologi bangunannya. Salah satu bangunan yang amat terkenal adalah Bendungan Raksasa Ma'rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah sekitarnya sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.

Penyerbuan

Ternyata, apa yang diharapkan Abrahah tidak terjadi. Orang-orang Arab sudah sangat mencintai rumah purba Ka'bah sehingga mereka tidak dapat berpaling ke rumah suci yang lain, betapa pun indahnya bangunan itu dibuat. Orang-orang Arab merasa ziarah mereka tidak sah jika tidak mengunjungi Ka'bah. Bahkan, penduduk Yaman sendiri tidak mengindahkan rumah suci baru itu. Seperti biasa, mereka tetap berbondong-bondong berziarah ke Mekah.

"Tidak ada jalan lain!" geram Abrahah.

"Gerakkan pasukan gajah kita! Serbu dan hancurkan Ka'bah! Aku sendiri yang akan memimpin! Jika bangunan tua itu hancur dan rata dengan tanah, orang orang Arab tidak akan punya pilihan lain selain datang ke tempat kita!"

Sang Penguasa Yaman memang ditakuti orang karena pasukan gajah yang dimilikinya. Abrahah sendiri naik di atas gajah yang paling besar dan kuat.

"Maju!" perintahnya.

Terompet pun membahana dan bumi seolah-olah pecah oleh gemuruh pasukan yang maju ke medan perang.
Mendengar keberangkatan pasukan ini untuk menghancurkan Ka'bah, penduduk Jazirah Arab terkejut. Walaupun tahu pasukan Abrahah begitu kuat, jiwa kepahlawanan orang-orang Arab menjulang tinggi di hadapan musuh.

Dzu Nafar, seorang bangsawan Arab, mengerahkan masyarakatnya untuk menahan gerak maju Abrahah. Akan tetapi, ia dikalahkan dan ditawan.

Nufail bin Habib Al Khath'ami memimpin pasukan Kabilah Syahran dan Nahis. Namun, ia juga dikalahkan dan dijadikan penunjuk jalan pasukan Abrahah.

Al Qullayus

Al Qullayus adalah nama gereja yang dibangun Abrahah agar orang tidak lagi pergi ziarah ke Mekah, tetapi ke gereja ini. Mengetahui maksud Abrahah ini, bangsa Arab marah karena kecintaan mereka pada Ka'bah sudah mendarah daging.

Sementara itu, seseorang dari suku Kinani malah pergi memasuki Al Qullayus dan membuat kerusakan di dalamnya. Peristiwa inilah yang memicu Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah.

Sikap Penduduk Mekah

"Kita lawan mereka, Abdul Muthalib! Berikan peringatan kepada setiap orang untuk bertempur!"

Orang-orang Quraisy di Mekah panik. Mereka meminta pendapat Abdul Muthalib untuk bertempur. Abdul Muthalib tahu, sekeras apa pun mereka melawan, semuanya akan sia-sia. Pasukan Mekah akan ditaklukkan. Karena itu, ia menjawab dengan bijak,

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

"Tidak, kita tidak akan mampu. Seorang utusan Abrahah telah tiba dan menyampaikan keterangan bahwa Abrahah tidak akan memerangi kita. Abrahah hanya ingin menghancurkan Ka'bah. Kita akan selamat jika tidak menghalanginya. Aku sarankan semua orang pergi mengungsi ke gunung-gunung di sekeliling kota."

Abdul Muthalib kemudian mendatangi markas Abrahah bersama beberapa orang pemuka Mekah.

"Kembalikan unta-unta kami yang dirampas pasukanmu," kata Abdul Muthalib kepada Abrahah.

"Akan kukembalikan unta-unta itu! Apakah ada hal lain yang engkau minta?" tanya Abrahah.

"Urungkan niatmu untuk menghancurkan Ka'bah. Jika engkau mau, kami akan berikan sepertiga harta dari daerah Tihama yang subur."

Abrahah menggeleng, "Tidak."

"Kalau begitu, kami serahkan pengamanan Ka'bah kepada Tuhan pemilik Ka'bah!" jawab Abdul Muthalib, lalu dia pergi.

Kini kota Mekah kosong. Penduduknya telah mengungsi. Jalan lebar terbuka bagi Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah yang letaknya sudah di depan mata.
Tidak ada yang mampu menghalangi kekuatan sebesar itu

Catatan

Abrahah Al Asyram

Abrahah Al Asyram bukanlah penduduk asli Yaman. Ia datang dari negeri Habasyah di Afrika, kemudian menduduki Yaman.
70.000 pasukan Habasyah yang dipimpin Aryath berhasil mengalahkan Yaman. Akan tetapi, Aryath kemudian dibunuh oleh Abrahah. Sejak itulah Abrahah memerintah Yaman.

Kehancuran Abrahah

Allåhlah yang melindungi rumah suci-Nya. Ketika pasukan Abrahah bergerak mendekat, gajah Abrahah berhenti. Sekeras apa pun Abrahah memukulinya, gajah itu tetap duduk tenang, bahkan akhirnya berusaha berjalan lagi ke arah Yaman.

"Maju! Maju! Apa yang terjadi padamu?" bentak Abrahah pada tunggangannya.
"Dalam berbagai medan pertempuran, belum pernah kamu mengecewakan aku seperti ini! Kamu bahkan tampak ketakutan! Ada apa sebenarnya?"

"Paduka! Ada yang datang dari arah laut!" teriak seorang prajurit sambil menunjuk-nunjuk panik.

Saat itulah, dari arah laut, Allah mengirim kawanan burung yang kepakan sayapnya menutupi sinar matahari seperti iringan awan mendung yang bergerak cepat. Burung-burung itu menjatuhkan batu-batu menyala ke arah pasukan gajah. Dengan panik setiap orang berusaha menyelamatkan diri, tetapi sia-sia. Semua orang, termasuk Abrahah, mati.
Peristiwa ini Allah abadikan dalam surat Al Fil :

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
Surah Al-Fil (105:1)

أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka´bah) itu sia-sia?
Surah Al-Fil (105:2)

وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ

dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
Surah Al-Fil (105:3)

تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجيلٍ

yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Surah Al-Fil (105:4)

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ

lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Surah Al-Fil (105:5)

Wabah Penyakit

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dibawa burung itu adalah kuman kuman wabah penyakit cacar. Dalam beberapa hari saja seluruh pasukan mati dengan tubuh rusak seperti daun dimakan ulat.
Abrahah berhasil kembali ke Yaman, tetapi tidak lama setelah itu ia pun mati seperti pasukannya.

Kembali ke Mekah

Abdullah bin Abdul Muthalib tidak jadi disembelih karena telah ditebus ayahnya dengan 100 ekor unta.

Abdullah adalah pemuda yang berwajah tampan. Kegagahan parasnya banyak menarik perhatian gadis-gadis Mekah. Apalagi setelah mereka tahu bahwa nyawa Abdullah telah ditebus dengan 100 ekor unta, suatu jumlah yang luar biasa yang tidak pernah dialami seorang pun sebelumnya. Walaupun banyak gadis yang berusaha menggodanya, kesopanan Abdullah tetap terjaga.

Gadis yang Meminang

Setelah penebusan Abdullah, Abdul Muthalib menggandeng tangan putranya menuju rumah Wahb bin Abdul Manaf. Wahb mempunyai seorang putri bernama Aminah. Abdul Muthalib sudah sepakat dengan Wahb untuk menikahkan putra-putri mereka.

Namun, di tengah jalan, seorang gadis cantik menegur Abdullah, "Engkau akan pergi ke mana, wahai Abdullah?"

"Aku akan pergi bersama ayahku."

Tanpa memedulikan Abdul Muthalib, gadis itu berkata, "Kulihat engkau memang dituntun ayahmu, tak ubahnya seperti seekor unta yang akan disembelih. Demi engkau, aku akan menerimamu jika engkau mau menikahi diriku sekarang juga."

Abdullah terperangah. Ia menatap gadis itu dengan gugup.

"Siapakah gadis ini? Pikir Abdullah, "dilihat dari pakaiannya yang dipenuhi perhiasan mahal, ia pasti seorang gadis bangsawan. Matanya yang hitam memancarkan sinar yang teduh seperti yang biasa dimiliki gadis-gadis berperangai lemah lembut dan penuh kasih sayang. Apa yang harus kukatakan kepadanya?"

Ketika Abdullah menoleh kepada ayahnya, dilihatnya Abdul Muthalib memberi isyarat agar Abdullah terus melangkah dan tidak menggubris sang gadis .

"Aku bersama ayahku." Aku tak kuasa menolak kehendaknya dan berpisah dengannya.

Abdullah kembali berjalan bersama ayahnya. Hatinya dipenuhi rasa iba dan simpati kepada gadis yang ditinggalkannya.
Hari itu juga, Abdul Muthalib datang ke rumah Wahb bin Abdul Manaf. Mereka sepakat menjodohkan Abdullah dengan Aminah.

Keesokan harinya, Abdullah bertemu lagi dengan gadis yang kemarin. Abdullah menyapanya, "Mengapa engkau tidak menyapaku seperti kemarin?"

Gadis itu menjawab dengan ketus, "Sinar berseri-seri yang kemarin kulihat pada wajahmu sudah tidak ada lagi. Karena itu, sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu!"

Sinar Kenabian

Sinar berseri-seri yang dilihat sang gadis pada wajah Abdullah menurut sebagian ahli sejarah adalah sinar kenabian yang akan diturunkan Abdullah kepada putranya.
Ketika Abdullah sudah dijodohkan dengan Aminah, maka gadis itu sudah tidak bisa lagi berharap akan memiliki putra yang kelak menjadi nabi.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Pernikahan Abdullah dengan Aminah

Allah sudah menentukan bahwa jodoh yang paling tepat untuk Abdullah adalah Aminah binti Wahb. Aminah adalah gadis yang paling baik keturunan dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.

Musim semi tahun 570 Masehi pun tiba. Batang-batang gandum di Yaman tumbuh menjulang tinggi. Dedaunan kurma di kota Tha'if kembali bersemi. Sementara itu, padang-padang rumput dipenuhi harum bunga-bunga yang tumbuh di kebun-kebun.

Bagi penduduk Mekah, musim semi adalah tanda kebebasan dan dimulainya lagi perdagangan musim panas ke Syria. Abdullah pun berniat pergi musim ini.

"Kanda, sebenarnya hatiku sangat berat melepas kepergianmu. Entah mengapa hatiku diliputi kekhawatiran dan kegelisahan. Aku bahkan berharap dapat menemukan suatu alasan untuk menahan kepergianmu," keluh Aminah kepada suaminya.

Abdullah tersenyum menentramkan, "Hatiku pun terasa tertinggal di sini, Dinda. Aku tahu begitu besar rasa sayangmu kepadaku sehingga engkau berharap dapat terus berada di sisiku."

"Bukan cuma itu, damai rasanya berada di sampingmu, Kanda."

Abdullah mengangguk, "Tetapi Dinda, kini di dalam perutmu ada bayi kita. Kau tahu aku adalah pemuda tak berada. Saat ini, kita hanya mempunyai lima ekor kambing perah. Selain itu, tak ada lagi kekayaan yang dapat menghidupi kita berdua selain sedikit kurma dan daging kering. Karena itu, inilah saatnya bagiku untuk pergi berniaga dan menambah penghasilan kita."

Aminah terpaksa mengangguk menerima kenyataan itu. Ia memandang kepergian Abdullah dengan sendu, seolah itu adalah detik-detik terakhir ia dapat melihat wajah suaminya.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Pada hari pernikahan Abdullah dengan Aminah, Abdul Muthalib pun menikahi sepupunya yang bernama Hala. Dari perkimpoian ini, lahirlah Hamzah, paman Rasulullah yang seusia dengan beliau.

Abdullah Meninggal

Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza. Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah di Yatsrib. Di sana, ia tinggal bersama saudara-saudara ibunya. Namun, ketika kawan-kawannya dari Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh sakit.

"Rasanya, aku takkan kuat menempuh perjalanan pulang," kata Abdullah kepada kawan-kawannya. "Kalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit."

Kawan-kawannya mengangguk, "Akan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini."

Kafilah Mekah pun beranjak pulang. Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan Abdullah kepada Abdul Muthalib.

"Harits!" panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya. "Pergilah ke Yatsrib. Lihatlah keadaan adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang."

Harits pun segera berangkat. Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya adalah wajah-wajah duka.

"Abdullah telah meninggal," kata mereka kepadanya, "mari, kami antar engkau ke pusaranya."

Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah. Melelehlah air mata di pipi Abdul Muthalib. Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah. Apalagi di saat itu ia tengah menantikan kelahiran bayinya.

"Selamat jalan, Kanda," isak Aminah, "hilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini, tinggallah aku yang hidup untuk membesarkan bayi kita."

Tidak lama lagi, bayi Aminah akan lahir. Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar yang mengubah jalannya sejarah dunia.

Peninggalan Abdullah

Saat meninggal, Abdullah meninggalkan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah. Nama aslinya adalah Barokah. Ia berasal dari Habasyah.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Kelahiran Muhammad صلى الله عليه وسلم

Pada hari Senin pagi tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama dengan penyerbuan Abrahah (tahun gajah), Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat itu bertepatan dengan bulan Agustus tahun 570 Masehi. (Sebagian pendapat mengatakan bahwa Aminah melahirkan pada tanggal 20 atau 21 April tahun 571 Masehi).

Aminah mengutus seseorang sambil berkata, "Pergilah kepada Abdul Muthalib dan katakan, 'Sesungguhnya telah lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datang dan lihatlah '."

Abdul Muthalib bergegas datang. Ketika mengambil bayi itu dari pelukan Aminah, dadanya bergemuruh dipenuhi rasa sayang.

"Kehadiranmu mengingatkan aku kepada ayahmu. Sungguh, di hatiku kini dirimu hadir sebagai pengganti Abdullah."

Dengan penuh rasa syukur, orangtua itu menggendong cucunya berthawaf, mengelilingi Ka'bah. Kali ini tidak kepada berhala, tetapi kepada Allah. Abdul Muthalib berdoa dan bersyukur.

"Aku memberimu nama Muhammad," kata Abdul Muthalib.

Muhammad berarti terpuji, sebuah nama yang tidak umum di kalangan masyarakat Arab, tetapi cukup dikenal.

Kemudian, ia memerintahkan orang untuk menyembelih unta dan mengundang makan masyarakat Quraisy.

"Siapa nama putra Abdullah, cucumu itu?" tanya seseorang kepada Abdul Muthalib.

"Muhammad."

"Mengapa tidak engkau beri nama dengan nama nenek moyang kita?"

"Kuinginkan ia menjadi orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi," jawab Abdul Muthalib.


Cahaya Aminah

Ketika Aminah mengandung Nabi Muhammad, ia melihat seberkas sinar keluar dari perutnya dan dengan sinar tersebut ia melihat istana-istana Busra di Syam.

Saat itu di kalangan bangsawan Arab sudah berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari wanita-wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya.

Anak-anak disusukan di pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat dan agar dapat belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.

Tidak lama kemudian ke Mekah datanglah serombongan wanita dari kabilah bani Sa'ad mencari bayi untuk disusui. Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu Dzu'aib.

"Suamiku," Panggil Halimah "tahun ini sungguh tahun kering tak ada tersisa sedikit pun hasil panen di kampung halaman kita. Lihat unta tua kita tidak lagi menghasilkan susu sehingga anak-anak menangis pada malam hari karena lapar."

"Semoga kita mendapat bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang layak untuk menanggulangi kesengsaraan ini," jawab sang suami.

Namun harapan mereka tak terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil oleh teman-teman serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya yang mereka temui.

"Namanya Muhammad" kata Aminah kepada pasangan tersebut "ia anak yatim tinggal aku dan kakeknya yang merawatnya." Halimah dan suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza saling berpandangan.

Mereka enggan menerima anak yatim karena tidak ada Ayah yang dapat memberi mereka upah yang layak. Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain, Aminah memandangi bayi dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Saad yang mendapat tawaran untuk menyusui Muhammad, selalu menolaknya karena anak yatim.

Tsuwaibah

Sebelum kedatangan para wanita Bani sa'ad, Muhammad disusui Tsuwaibah budak perempuan Abu Lahab.
Hanya beberapa hari Muhammad disusui oleh Tsuwaibah.

Akan tetapi, di kemudian hari, di sepanjang hidupnya Muhammad selalu memperlakukan Tsuwaibah dengan baik.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Halimah

Ketika Halimah dan Harits kembali ke rombongan, mereka melihat semua kawan mereka telah mendapatkan bayi untuk dibawa pulang dan disusui.

Melihat itu, Halimah berkata kepada suaminya,
"Demi Allah, aku tak ingin mereka melihatku pulang tanpa membawa bayi. Demi Allah, aku akan pergi kepada anak yatim itu dan mengambilnya."

"Tidak salah kalau engkau mau melakukannya. Semoga Allah memberi kita keberkahan melalui anak yatim tersebut."

Akhirnya Halimah dan suaminya kembali menemui Aminah dan membawa Muhammad ke dusun mereka. Aminah melepas bayinya itu dengan perasaan lega bercampur sedih. Lega karena akhirnya ada yang mengasuh Muhammad, sedih karena harus berpisah dengannya selama dua tahun ke depan.

"Pergilah, Nak. Ibu menunggumu di sini," bisik Aminah dengan pipi yang hangat dialiri air mata.

Tatkala menggendong Muhammad, Halimah keheranan, "Aku tidak merasa repot membawanya, seakan-akan tidak bertambah beban."

Kemudian, Halimah menyusui Muhammad.

"Lihat, bayi ini menyusu dengan lahap," kata Halimah kepada suaminya.

Setelah menyusui Muhammad, Halimah menyusui bayinya sendiri. Bayi itu juga menyusu dengan lahap. Setelah itu, Muhammad dan bayi Halimah tertidur dengan lelap.

"Anak kita tidur dengan lelap," bisik Halimah kepada suaminya, "padahal, sebelumnya kita hampir tidak bisa tidur karena ia rewel terus sepanjang malam."

Malam itu, keduanya bertambah heran karena unta tua mereka ternyata kini menghasilkan susu.

"Engkau tahu, Halimah. Sebelum ini unta tua kita tidak menghasilkan susu setetes pun," gumam Harits.

Suami istri itu meminum air susu unta sampai kenyang.

"Malam ini benar-benar malam yang indah, " kata Halimah kepada Harits, "bayi kita tertidur lelap dan kita pun bisa beristirahat dengan perut kenyang."

"Demi Allah, tahukah engkau Halimah, engkau telah mengambil anak yang penuh berkah."

"Demi Allah, aku pun berharap demikian."


Kebanggaan Rasulullah

Lingkungan di Bani Sa'ad benar-benar sangat murni. Kelak Rasulullah pun dapat berkata dengan bangga, "Aku adalah keturunan Arab yang paling tulen. Sebab aku anak suku Quraisy yang menyusui di Bani Sa'ad bin Bakr."

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Keberkahan

Keberkahan yang dibawa Muhammad kecil tidak berhenti sampai di situ.
Ketika dalam perjalanan kembali ke dusun Bani Sa'ad, terjadi hal yang mengherankan.

"Suamiku, tidakkah engkau melihat hal yang aneh pada keledai tungganganku?" tanya Halimah.

"Saat kita pergi, keledai ini berjalan pelan sekali," Harits menanggapi, "tetapi, kini ia dapat berjalan cepat seolah tak kenal lelah. Padahal, beban yang dibawanya cukup berat."

Keledai itu berjalan cukup cepat sehingga bisa menyusul dan melewati rombongan wanita Bani Sa'ad lainnya yang telah berjalan lebih dulu.

"Halimah putri Abu Dhu'aibi!" panggil para wanita itu keheranan, "tunggulah kami! Bukankah ini keledai yang engkau tunggangi saat kita pergi?"

"Demi Allah, begitulah," balas Halimah, "ini memang keledaiku yang dulu."

"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa!"

Ketika tiba di rumah, Halimah dan Harits tambah terkejut.

"Sepetak tanah kita!" bisik Halimah tak percaya.

"Sepetak tanah kita ini jadi begitu hijau dan subur! Padahal, saat kita berangkat, tak ada sepetak tanah pun yang lebih gersang dari ini!"

"Domba-domba juga!" seru Harits, "domba domba kita jadi gemuk dan susunya penuh. Kini kita dapat memerah dan meminum susu mereka setiap hari."

Begitulah keberkahan yang mereka terima selama mengasuh Muhammad. Namun, dua tahun pun berlalu, kini tiba saatnya mengembalikan Muhammad kepada ibunya.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Muhammad Kembali Ke Dusun

Halimah dan suaminya mengembalikan Muhammad kepada Aminah. Alangkah bahagianya Aminah bertemu lagi dengan putra tunggalnya itu.

"Lihat! Kini engkau tumbuh menjadi anak yang tegap dan sehat!" ujar Aminah.

Aminah memandang Halimah dan suaminya dengan mata berbinar-binar penuh rasa terimakasih," Kalian telah merawat Muhammad dengan baik, bagaimana aku harus berterimakasih?"

Halimah dan suaminya berpandangan dengan gelisah. Sebenarnya mereka merasa berat berpisah dengan Muhammad. Mereka amat menyayangi anak itu. Selain itu, sejak Muhammad datang, kehidupan mereka dipenuhi keberkahan.

"Kami cuma berharap andaikan saja engkau sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga menjadi besar. Sebab, aku khawatir ia terserang penyakit menular yang kudengar kini sedang mewabah di Mekah," pinta Halimah.

Aminah menyadari bahwa yang mereka pinta dan katakan ada benarnya, tetapi hatinya bimbang karena hampir tak sanggup berpisah lagi dengan putranya. Ketika, Abdul Muthalib datang. Bangga sekali ia melihat pertumbuhan cucunya yang begitu bagus di daerah pedalaman, maka ia berkata:

"Aku ingin Muhammad kembali ke Dusun Bani Sa'ad sampai ia berusia lima tahun," kata Abdul Muthalib, "agar ia di situ belajar berkata-kata dan telinganya terbiasa mendengarkan bahasa Arab yang murni dengan fasih pula."

Aminah mengerti bahwa ia harus kembali melepas Muhammad demi masa depan putranya sendiri.

"Beri aku waktu beberapa hari bersama putraku, setelah itu bolehlah kalian membawanya kembali," kata Aminah.

Akhirnya, Muhammad pun dibawa kembali ke dusun Bani Sa'ad. Namun, di sana ia mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengguncangkan.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Pembelahan Dada

Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah keluarga Halimah kembali ke pedalaman. Saat itu umur Muhammad belum lagi genap tiga tahun.
Hari itu, Muhammad kecil ikut menggembalakan kambing bersama saudara-saudaranya. Tiba-tiba salah seorang putra Halimah datang berlari-lari sambil menangis.

"Ada apa?" Tanya Halimah dan suaminya panik.

"Saudaraku yang dari Quraisy itu! Dia diambil oleh seorang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan. Perutnya dibelah sambil dibalik-balikkan!"

Halimah dan Harits segera berlari mencari Muhammad. Mereka menemukan anak itu sedang sendiri. Wajah Muhammad pucat pasi. Halimah dan suaminya memperhatikan wajah Muhammad baik-baik.

"Apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya mereka.

"Aku didatangi oleh seorang laki-laki berpakaian putih. Aku dibaringkan lalu perutku dibedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu apa yang mereka cari."

Tanpa bertanya lagi Halimah segera membawa Muhammad pulang. Hatinya dipenuhi kecemasan.

"Aku takut Muhammad didatangi dan digoda oleh jin" kata Halimah kepada suaminya.

"Lebih baik kita membawanya kembali ke Mekah," jawab Harits

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Percakapan dengan Aminah *

Karena kejadian itu, Halimah kembali ke Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada ibunya. Aminah menerima kedatangan mereka dengan rasa heran,

"Mengapa engkau mengantarkannya kepadaku, wahai ibu susuan? Padahal sebelumnya engkau meminta ia tinggal denganmu?"

"Ya," jawab Halimah,

"Allah telah membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi, ia aku kembalikan kepadamu seperti yang engkau inginkan."

"Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Aminah, "berkatalah dengan benar kepadaku."

Halimah terdiam sejenak, lalu bercerita dengan rasa berat, "Ada dua orang berbaju putih membawanya ke puncak bukit. Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam dadanya."

Setelah berkata demikian, Halimah mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut melihat wajah Aminah demikian tenang.

"Apakah engkau takut setanlah yang mengganggunya?" tanya Aminah.

Halimah mengangguk,

"Itulah sebenarnya yang membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya kepadamu."

Aminah menarik napas.

"Demi Allah," katanya,

"Setan tidak akan mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad. Sesungguhnya, anakku akan menjadi orang besar di kemudian hari. Ketika aku mengandungnya, aku melihat sinar keluar dari perutku. Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana Busra di Syam menjadi terang-benderang.
Demi Allah, aku belum pernah melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih mudah seperti yang kurasakan. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan kepalanya menghadap ke langit."

Halimah mendengar semua itu dengan takjub. Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata lembut,

"Biarkan ia bersamamu dan pulanglah dengan tenang."

Muhammad kecil pun kembali dibawa pulang. Namun, lagi-lagi terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat Halimah benar-benar kawatir dan mengembalikan Muhammad kepada ibunya.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Orang-Orang Habasyah

"Kak, tunggu!" seru Muhammad sambil berlari menuruni bukit. Saat itu, usia Muhammad sudah 5 tahun. Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya, yaitu anak-anak Halimah. Mereka sedang menggembala kambing.

"Ayo Muhammad kejar kami kalau bisa!" ujar Syaima, anak perempuan sulung Halimah sambil tertawa.

Anak-anak itu terus bermain. Diam-diam, ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang memerhatikan mereka.

"Lihat, Kak! Itu Ibu datang!" seru Muhammad.

Anak-anak menoleh. Mereka Cumiik senang melihat Halimah datang menjemput.
Namun, wajah Halimah tampak khawatir. Ia mencurigai beberapa bayangan yang sedang mengintai sambil berbisik-bisik di kejauhan. Hatinya makin berdebar ketika orang-orang Habasyah itu datang mendekat. Tanpa memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati Muhammad.

"Paman mau apa?" tanya Muhammad.

"Berbaliklah, Nak! Kami ingin melihat punggungmu!" perintah salah seorang dari mereka.

Muhammad membalikkan badan, lalu orang-orang Habasyah itu saling pandang dengan wajah terkejut. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka berbalik ke tempat semula dan kembali berunding berbisik-bisik.

"Kalian bermainlah lagi, Ibu akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan!" kata Halimah kepada Muhammad dan saudara-saudaranya.

Diam-diam, Halimah mendekati tempat orang-orang Habasyah itu berada dan terkejut mendengar apa yang mereka katakan,

"Kita harus merampas anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. Kita telah mengetahui seluk beluk tentang dia! Ada tanda di punggungnya yang meramalkan anak ini kelak akan menjadi orang besar."

Diam-diam, Halimah menjauh,

"Aku harus melarikan Muhammad dari mereka sekarang juga!"


Tanda-Tanda Rasul Terakhir pada Injil

Orang-orang Nasrani Habasyah itu tahu bahwa seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan mereka diperintahkan mengikutinya seperti yang tertera pada Injil di bagian Kitab Ulangan (18): 15-22,
"Bahwa seorang Nabi di antara kamu, dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini, yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu, maka dia haruslah kamu dengar."

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Muhammad Menghilang

Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang-orang Habasyah itu terlihat bergegas mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik, sehingga mereka bisa melepaskan diri dari kejaran orang-orang Habasyah walaupun dengan susah payah.

Tidak berapa lama kemudian, Halimah berkemas menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah.
Sedih sekali Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah.

"Muhammad, jangan lupakan kami ya?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca.

Muhammad mengangguk sambil memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan dusun Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari benaknya seumur hidup.

Halimah mengelus kepala Muhammad penuh sayang,
"Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu."

Mekah pada malam hari sangat ramai ketika mereka tiba. Saat melalui kerumunan orang itulah, Muhammad terpisah dan hilang. Halimah kebingungan. Ia takut orang-orang Habasyah itu diam-diam masih mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad.

Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul Muthalib, "Sungguh, pada malam ini, aku datang dengan Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada."

Setelah memerintahkan orang untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada Allah agar Dia mengembalikan Muhammad kepadanya.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد


Bertemu Kakek dan Ibunda

Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib,

"Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas."

Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib.

"Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad.

Abdul Muthalib memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau kakek ajak menunggangi unta yang hebat?"

"Mau. Tetapi, mana untanya kek?"

Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu.

"Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."

"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?"

"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah."

Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.

"Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib.

Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.

"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi.

Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.

Gembala Kambing

Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai seorang gembala.

Waraqah bin Naufal

Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah
(kelak menjadi istri Muhammad).
Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, menjadi hamba Allah yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN


Di Bawah Asuhan Kakek

Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.

Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak-anak beliau, paman-paman Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.

Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan. Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata:

"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung."

Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.

Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar.
Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang.

Aminah Wafat

Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan.

Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia.

(Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah.
Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.)

Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah.
Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu.

"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat.

Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu.

Pada usia enam tahun. Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد


) *Abwa

Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari Madinah

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Abdul Muthalib Wafat

Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman. Ia pulang sambil menangis hatinya pilu karena kini sebatang kara. Muhammad makin merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang anak yatim-piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan semakin sedih.

Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya cerita keluhan duka kehilangan ayahandanya semasa ia dalam kandungan.
Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, sebagaimana ayahnya dulu. Muhammad yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat, sebagai seorang yatim-piatu.

Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu dengan rasa iba yang dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada Muhammad.

Rasa duka Muhammad mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul Muthalib, dapat hidup lebih lama lagi. Namun, Allah سبحانه و تعال
sudah menentukan lain.
Pada usia 80 tahun, sang kakek pun meninggal dunia. Saat itu, Muhammad berusia delapan tahun. Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil berlinangan air mata.

Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah, sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah mengingatkan Rasulullah ﷺ akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya di tengah kesedihan itu,

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
Surah Ad-Duha (93:6)

وَوَجَدَكَ ضَالا فَهَدَىٰ

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
Surah Ad-Duha (93:7)

Keluarga Umayyah

Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim. Tidak ada anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan tajam, terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya.

Kemudian keluarga Umayyah tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak dulu mereka idam-idamkan, tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari keluarga Hasyim.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Diasuh Abu Thalib

Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anaknya untuk mengasuh Muhammad. Ia tidak menunjuk Abbas yang kaya, namun agak kikir. Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak mampu.
Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad karena sekalipun miskin, Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy.

Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti, dan baik hati, sangat menyenangkan Abu Thalib. Ia bahkan lebih mendahulukan kepentingan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri.

Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, pamannya tidak pernah berhutang kepada orang lain. Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk menafkahi keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain. Ia ikut membantu pekerjaan keluarga Abu Thalib, menggembalakan kambing, dan mencari rumput.

Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan mengabulkan permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru "Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan".

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung Muhammad ke dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan di ladang menjadi gembur.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Mengikuti Paman

Hati Muhammad kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.

Muhammad juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup dan mati.

Muhammad sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu jika tidak memiki bahan makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang.

Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahulu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang.

Suatu saat, pada usia Muhammad 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah.

"Ajaklah aku, Paman!" pinta Muhammad

"Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!".

Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman di sampingnya.

"Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?" tanya Muhammad begitu mengiba.

Abu Thalib sangat terharu,
"Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya selama-lamanya."


Lihb Si Peramal

Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal.

Suatu hari, Lihb melihat Muhammad.

"Kemarilah, hai anak muda!" serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak,

"Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar di kemudian hari!"


اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد


Jamuan Buhaira

Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy menuju ke Syam 1). Ketika tiba di Busra, mereka melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang pandai. Di rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu kepada Buhaira.

Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris rombongan Quraisy yang setiap tahun melintas di tempat itu. Namun, kali ini ada yang berubah pada diri Buhaira. Ketika rombongan Quraisy, termasuk Abu Thalib dan Muhammad, singgah di dekat rumah ibadahnya, Buhaira memerintahkan para pembantunya untuk membuat masakan yang banyak.

Buhaira berbuat begitu karena dari jendela rumah ibadahnya, ia melihat hal yang aneh pada rombongan Quraisy. Ada awan kecil yang bergerak pelan mengikuti ke mana pun kafilah pergi. Ada sesuatu atau seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu dari terik matahari.

Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang tengah beristirahat di bawah pepohonan rindang dan berkata

"Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka, singgah di rumahku"

Salah seorang Quraisy bertanya,

"Demi Allah, hai Buhaira, alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami hari ini. Padahal, kami sering melewati tempat mu ini. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

"Engkau benar," jawab Buhaira,

"dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian, semuanya, adalah tamuku kali ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah membuat makanan dan kalian semuanya harus ikut makan."

Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah Buhaira untuk memenuhi undangannya. Hanya saja, Muhammad tidak ikut karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga perbekalan kafilah.

______
1) Negeri Syam

Abu Thalib berangkat tahun 582 Masehi ke negeri Syam.
Syam saat itu adalah sebuah negeri yang wilayahnya (sekarang) meliputi Syria, Yordania, dan Palestina.
Syam berada di bawah pemerintahan Romawi Timur

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Percakapan Buhaira

Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya,

"Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini."

Salah seorang Quraisy berkata,

"Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan."

Buhaira menggeleng-geleng kepala,
"Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!."

Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata,

"Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan bersama kami."

Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain. Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad dengan seksama. Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, "Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian."

Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk beristirahat.
Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan bicara.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

"Hai anak muda," panggil Buhaira,

"dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus menjawabnya."

Wajah Muhammad tampak berubah dan ia menjawab,

"Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya."

Buhaira tersenyum dan mengulangi permintaannya, "Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku."

Wajah Muhammad berubah cerah dan ia mengangguk,
"Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan."

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Saran Buhaira kepada Abu Thalib

Buhaira menanyakan banyak sekali hal kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad, tentang postur tubuh Muhammad, dan banyak lagi hal lainnya.
Muhammad menjawab semua itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian, Buhaira melihat punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara kedua bahu Muhammad. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam.

Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, ''apakah anak muda ini anakmu? ''

''Iya, dia anakku." Jawab Abu Thalib

Buhaira menggeleng.
"Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup"

Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun mengangguk.
"Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku"

Buhaira mengangguk-angguk puas lalu bertanya lagi.
"Apa yang dikerjakan ayahnya?"

"Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya "

"Engkau benar" kata Buhaira menghela nafas dalam-dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh.

"Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudara mu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!"

Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar. Maka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu.

Bushra (kota di mana Buhaira tinggal)

Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah, Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra.
Kota Bushra atau Bostra telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui pedalaman.
Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah.
Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Perlindungan Allah*

Abu Thalib segera melaksanakan apa yg disarankan oleh Buhaira, karena peringatan itu memang beralasan.

Segera, setelah Abu Thalib dan Muhammad meninggalkan rumah Buhaira, datanglah 3 orang ahli kitab bernama Zurair, Daris, dan Tammam kepada Buhaira. Ketiganya menyandang senjata di pinggang. Mereka bertanya kepada Buhaira apakah ia juga melihat seorang anak dengan ciri-ciri seperti ini dan itu.

Buhaira tahu bahwa mereka mencari Muhammad. Rupanya, ketiga orang ini juga telah mendengar tentang Muhammad. Buhaira memandang senjata2 yang mereka bawa dengan perasaan ngeri.
Buhaira tahu mereka mencari Muhammad dengan maksud membunuhnya. Oleh karena itu, Buhaira berusaha memberikan perlindungan kepada Muhammad.
Tidak henti-hentinya Buhaira menasihati ketiga tamunya akan adanya kekuasaan Allah. Diingatkannya bahwa bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak akan mampu mendekati Muhammad untuk membunuhnya.

Akhirnya, ketiganya pun melihat kebenaran dalam perkataan Buhaira. Batallah niat mereka untuk mengejar dan membunuh Muhammad, kemudian berlalulah mereka dari hadapan Buhaira.

Allah menjaga Muhammad dari kejahatan dan kotoran-kotoran jahiliyah. Allah membimbing Muhammad tumbuh menjadi orang yang paling ksatria, paling baik akhlaknya, paling mulia asal-usulnya, paling baik pergaulannya, paling agung sikap santunnya, paling murni kejujurannya, paling jauh dari keburukan dan akhlak yang mengotori kaum lelaki sehingga semua orang menjulukinya *"Al Amin"* karena Allah mengumpulkan sifat-sifat itu pada diri Muhammad.

*Kelak setelah menjadi Rasul,* Muhammad bercerita tentang perlindungan Allah kepadanya sejak masa kecil dari segala bentuk kejahiliyahan. Rasulullah bersabda,

"Pada masa kecilku, aku bersama anak-anak kecil Quraisy mengangkut batu untuk satu permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Semua dari kami melepas baju untuk alas di atas pundak (sebagai ganjalan) untuk memikul batu.

"Aku maju dan mundur bersama mereka. Namun, tiba-tiba seseorang yang belum pernah aku lihat sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan. Ia berkata, 'Kenakan pakaianmu!' Kemudian, aku mengambil pakaianku dan memakainya. Setelah itu, aku memikul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian dan tidak seperti teman temanku."

*Membantu Paman*

Muhammad juga pernah menjadi gembala sewaan, untuk membantu Abu Thalib yang hidup dalam kemiskinan

*Perang Fijar*

Sebagai seorang remaja yang tumbuh di lingkungan Jazirah Arab. Muhammad juga mengalami perang. Perang itu disebut Perang Fijar.
Saat peperangan dimulai, Umur Muhammad memasuki lima belas tahun.

Perang itu sendiri disebabkan sebuah pembunuhan.
Barradz bin Qois dari Bani Kinanah membunuh Urwa Ar-Rahhal bin Utba dari Bani Hawazin, hanya karena Barradz jengkel ketika Urwa dipilih untuk memimpin kafilah dagang Nu'man bin Mundhir yang kaya.
Diam diam , Barradz mengikuti kafilah Urwa dari belakang dan membunuh Urwa.
Padahal ketika itu adalah bulan suci, bulan yang tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk menumpahkan darah.

Karena Quraisy pelindung Barradz, Bani Hawazin mengumumkan perang terhadap Quraisy untuk membalas kematian Urwa. Perang pun pecah pada bulan suci. Selama empat tahun berturut-turut, kedua belah pihak saling menyerang.

Dalam pertempuran itu, awalnya Muhammad bertugas memunguti anak panah lawan yang berjatuhan dan memberikannya kepada paman-pamannya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, dia juga meluncurkan panah ke arah lawan untuk melindungi paman-pamannya.

Perang pun berakhir dengan perdamaian ala pedalaman: pihak yang menderita lebih sedikit korban manusianya harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sejumlah selisih kelebihan korban. Dalam hal ini, pihak Quraisy yang lebih sedikit menderita korban harus membayar kelebihan korban sebanyak dua puluh orang Hawazin.

*Barradz bin Qois*

Barradz bin Qois, si penyebab Perang Fijar, adalah seorang pemabuk.
Karena merusak citra sukunya, dia diusir dan mendapat naungan suku lain. Namun di sana, dia juga mabuk berat dan membuat onar kemudian diusir lagi.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Akhirnya, Harb bin Muawiyah, ayah Abu Sofyan, menampungnya walaupun hampir saja Barradz bin Qois diusir lagi, karena terus berbuat onar.
Dikarenakan perlindungan Harb dari Quraisy inilah, Bani Hawazin menyerang Quraisy ketika Barradz bin Qois membunuh Urwa bin Utba.

HILFUL FUDHUL

Selain mengikuti peperangan, Muhammad yang masih remaja juga mengikuti sebuah perjanjian yang amat baik. Perjanjian itu kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul.

Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang asing yang sering kali terdzalimi. Pencetus perjanjian ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman.
Saat itu, Ash bin Wa'il, seorang saudagar Mekah, tidak mau membayar utang kepada si pedagang. Pedagang itu lalu menggubah syair dan membacakannya di depan umum.

Syair ini amat menggugah perasaan para pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila dibiarkan terus, para pedagang Asing tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar mengakibatkan mulai terjadinya perpecahan di pihak Quraisy.
Sepeninggal Abdul Munthalib, orang-orang Quraisy dari keluarga yang lain sudah mulai berani mencoba menentang kekuasaan pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan Zubair bin Abdul Munthalib, seorang paman Muhammad, orang-orang Quraisy dari keluarga Hasyim, Zuhra, Taim berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas bahwa Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong.

Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah Abdullah bin Jud'an At Taimi yang megah. Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin perlindungan terhadap hak-hak orang lemah. Muhammad ikut menyaksikan perjanjian dan amat menyukainya.
Di kemudian hari, setelah diutus menjadi seorang Rosullullah, Muhammad bersabda: " Aku tidak suka mengganti perjanjian yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak, pasti akan kutolak"

Besarnya Diyat

Diyat adalah pembayaran ganti rugi.
Untuk kematian/wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu kaki/tangan/mata jadi buta diganti dg 50 ekor unta.
Jika wajah cacat total, nilai gantinya 100 unta.
Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta.
Cacat kelopak mata, 25 ekor unta.
Satu jari hilang/tulang retak, 15 ekor unta.
Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta.
Satu gigi copot, 5 ekor unta.
Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci.


MENGGEMBALAKAN KAMBING

Muhammad melewati masa remajanya dengan menggembalakan kambing. Beliau pernah berkata kepada para sahabatnya,

"Musa diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku diutus juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad."

Sambil menggembala, pikiran Muhammad menerawang,

"Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa yang membuat udara untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa yang membuat matahari mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?"

Ribuan pertanyaan seperti itu membuat Muhammad selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat akhlak beliau terjaga demikian baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah.

Pada saat itu, orang menyembah patung di mana-mana, laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri sering pergi berduaan, orang-orang melakukan thawaf tanpa busana, pesta mabuk-mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain.

Meski demikian, pernah juga Muhammad ingin pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta pernikahan.

"Tolong jaga kambing-kambingku," pinta Muhammad kepada seorang teman gembalanya.

"Baiklah, memang sudah giliranmu yang pergi bersenang-senang," kata teman Muhammad.
"Selama ini, kami selalu ada di padang gembala seperti seorang pertapa."

Muhammad pun pergi memasuki Mekah.

Di ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai hiburan dan musik.

Namun, belum sempat Muhammad tiba dirumah itu, tubuhnya tiba tiba disergap keletihan. Muhammad duduk bersandar di dinding dan tertidur lelap sampai pagi. Ia tidak sempat melihat tontonan di pesta sedikit pun.

Esok harinya, Muhammad datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini, sebelum ia tiba di tempat pesta, telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit, musik yang jauh lebih indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai Muhammad dan ia pun kembali tertidur.

Sejak itu, Muhammad tidak lagi berminat untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar terhindar dari kenakalan yang sering dibuat para pemuda seusianya.

Akhlak Muhammad yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya semua orang hingga ia pun dijuluki Al Amin, artinya "Yang Dipercaya".

*Khadijah*

Namanya Khadijah binti Khuwalid. Sosoknya cantik dan anggun. Setelah ayah dan ibunya meninggal, saudara-saudara Khadijah saling membagi harta kekayaan peninggalan orangtuanya. Namun, Khadijah sadar bahwa kekayaan dapat membuat orang hidup menganggur dan berfoya-foya.
Dia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa dan kekuatan sikap untuk mengatasi godaan harta. Maka dari itu, Khadijah pun memutuskan untuk membangun kekayaannya sendiri berbekal warisan orangtuanya.
Tidak lama kemudian, Khadijah telah membuktikan bahwa kalau pun tidak mendapat harta warisan, dia mampu mendapatkan kekayaan itu dari hasil jerih payahnya sendiri.

Dengan harta yang diperolehnya, Khadijah membantu orang-orang miskin, janda, anak-anak yatim, dan orang-orang cacat. Jika ada seorang gadis yang tidak mampu, Khadijah menikahkan dan memberi mas kimpoinya. Khadijah lembut dan ramah. Walau menjadi pemimpin tertinggi dalam menjalankan bisnis keluarga sepeninggal Ayahnya, dia juga mau menerima saran-saran orang lain. Khadijah tidak menyukai adanya jarak hubungan antara atasan dan bawahan. Dia menganggap bawahan sebagai rekan kerja yang pantas dihormati.

Khadijah sendiri selalu tinggal di rumah. Karena itu, biasanya dia minta bantuan seorang agen, jika sebuah kafilah sedang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri. Orang yang dimintai bantuan itu bertanggungjawab membawa barang-barang dagangannya untuk dijual ke pasar-pasar asing. Khadijah sangat teliti memilih seorang agen. Dia juga sangat lihai merencanakan waktu keberangkatan kafilah dan tempat tujuannya sebab barang akan terjual dengan cepat pada waktu dan tempat yang tepat.

Begitu suksesnya Khadijah sebagai seorang saudagar, sampai-sampai jika sebuah kafilah Quraisy berangkat dari Mekah, bisa dipastikan lebih dari separuhnya adalah harta perdagangan milik Khadijah. Dia seperti mempunyai sentuhan emas. Diibaratkan jika dia menyentuh debu, debu ini akan berubah menjadi "emas". Karena itu penduduk Mekah menjulukinya "Ratu Quraisy" atau "Ratu Mekah".

Kalau hanya kekayaan yang menjadi ukuran, tentu Allah tidak akan menjadikan Khadijah *(kelak)* sebagai istri seorang rosul. Pasti ada sifat lain yang lebih utama yang membuatnya sepadan dengan Muhammad

Catatan

Sebuah kafilah dagang pada masa itu ibarat kampung bergerak. Hewan beban berjumlah 1000 sampai 2500 ekor dan diiringi seratus sampai tiga ratus orang. Kafilah perlu organisasi yang baik, biaya besar, dan keberanian yang cukup. Jika ada perampok, seluruh anggota kafilah harus berani menyabung nyawa untuk mempertahankan harta yang dibawanya.

*Wanita Suci*

Khadijah mempunyai seorang paman bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sanak saudara Khadijah yang paling tua. Dia Sangat mengutuk kebiasaan bangsa Arab Jahiliah yang menyembah berhala sehingga menyimpang jauh dari apa yang diajarkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Waraqah sendiri adalah hamba Allah yang setia dan lurus. Dia tidak pernah meminum minuman keras dan berjudi. Dia murah hati terhadap orang-orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.

Khadijah sangat terpengaruh pemikiran Waraqah bin Naufal. Khadijah juga sangat membenci berhala dan patung-patung sesembahan.
Bersama beberapa keluarganya, Khadijah adalah pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Jika mendengar ada seorang anak perempuan akan dikubur hidup-hidup. Waraqah dan Khadijah akan segera menemui sang Ayah dan mencegah perbuatannya. Jika kemiskinan yang menjadi alasan rencana pembunuhan itu, Khadijah dan Waraqah akan membeli anak itu dan membesarkannya seperti anak kandung sendiri.

Sering kali beberapa waktu setelah itu, ayah si anak menyesali perbuatannya dan mengambil putrinya kembali. Waraqah dan Khadijah akan memastikan dulu bahwa anak itu akan diasuh dengan benar dan disayangi, setelah itu barulah dia mengizinkan sang Ayah membawa pulang anaknya kembali.

Budi pekerti Khadijah yang agung, santun, lembut dan penuh keteladanan ini membuat semua orang menjulukinya juga sebagai *Khadijah At Thahirah* atau Khadijah yang suci.
Pertama kalinya dalam bangsa Arab seorang wanita dijuluki demikian, padahal orang Arab pada masa jahiliah itu sangat mengagungkan laki-laki dan merendahkan wanita.

Catatan

Selain Khadijah, ada pula beberapa saudagar wanita terkenal.
Di antaranya adalah:
~ Hindun, istri Abu Sofyan dan
~ Asma binti Mukharribah, ibu Abu Jahl.

Para Saudagar wanita ini biasanya juga menjual keperluan wanita, seperti pakaian, parfum, perhiasan emas dan perak, permata dan obat-obatan. Barang-barang ini tidak memerlukan banyak ruang, ringan dan laku keras di mana-mana.

*Pembicaraan Abu Thalib*

Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang berkenan di hatinya.

Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad, keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu bahwa Muhammad belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad lebih dari sekadar mampu.

Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadijah pun telah mendengar nama Muhammad. Satu hal yang Khadijah yakin adalah kejujuran Muhammad. Bukankah orang Mekah menjulukinya "Al Amin" atau "Orang yang bisa dipercaya". Maka, Khadijah menyetujui tawaran Abu Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Muhammad dari yang biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang dengan gembira.

Segera saja Abu Thalib dan Muhammad menemui Khadijah yang kemudian menerangkan tentang seluk beluk perdagangan. Otak Muhammad yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia segera memahami semuanya. Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang.

Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu laki-lakinya yang terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Muhammad di perjalanan. Diantar Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain, Muhammad datang pada hari yang telah ditentukan. Mereka disambut seorang paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat perdagangan.

Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan semuanya segera berangkat. Pada musim panas, kafilah Mekah berangkat menjelang senja dan terus berjalan pada malam hari. Mereka beristirahat pada siang hari karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang.
Maka, berangkatlah Muhammad menempuh jalur yang pernah ditempuh bersama pamannya 13 tahun yang lalu.

*Imbalan untuk Muhammad*

Imbalan yang diberikan Khadijah untuk seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu Thalib minta empat ekor unta. Maka, Khadijah pun menjawab,
"Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai."

*Berdagang ke Syam*

Dalam perjalanan, Muhammad mengenali bahwa Maisarah adalah teman yang baik. Dengan senang hati, Maisarah menunjukkan dan menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang mereka lewati. Muhammad juga menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan akrab terhadapnya.
Setelah satu bulan berjalan, tibalah mereka di Syria.

Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang menuju ke pasar. Walaupun ini adalah pengalaman pertama. Muhammad sama sekali tidak bingung dengan tugasnya. Maisarah tercengang melihat kelihaian Muhammad mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta kejujurannya. Semua barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang belum pernah didapatkan Khadijah sebelum itu.
Setelah itu, Muhammad membeli barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah untuk dijual dengan harga tinggi.

Di Syria, setiap orang yang berjumpa dengan Muhammad pasti sangat terkesan olehnya. Penampilan Muhammad sangat memesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap orang. Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah melihat bahwa Muhammad selalu memanfaatkan setiap waktu senggang untuk menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak lazim bagi Maisarah. Ia tidak menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa meluangkan waktu untuk memikirkan nasib umat manusia.

Muhammad juga amat heran melihat perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap masing-masing dari mereka memiliki jalan dan pendapat sendiri padahal seharusnya mereka bergabung dalam satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran seperti ini membuat mata Muhammad selalu terbuka pada saat orang-orang lain terlelap tidur.

Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba. Oleh-oleh untuk handai tolan pun dibeli dan semua barang dikemas. Waktu pulang adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan berjumpa lagi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi mendengar tawa ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba, tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata.

*Hari Jum'at*

Hari Jum'at pada zaman jahiliyah adalah hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk di pasar.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum'at Rasulullah hampir terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan.
Pada hari Jum'at, semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu.

*Perasaan Khadijah*

Setelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthåwaf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka'bah.

Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad pun melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Muhammad, tetapi itu belum seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap Muhammad.

"Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan. Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur dan sopan," demikian sebagian kisah Maisaråh.

Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad. Ada hal yang aneh pada diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah kali ini hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki "Sentuhan Emas", tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah".

Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah,

"Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yang kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara para rasul pada masa yang akan datang."

*Pernikahan Agung*

Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad.

Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan Muhammad tentang dirinya. Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan pulang dari Ka'bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya,

"Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak. Mengapa Anda tidak menikah?"

"Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah."

"Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda walaupun Anda belum mampu?"

Muhammad balik bertanya dengan sedikit terperangah,
"Siapakah wanita itu?"

Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid."

Alis Muhammad tambah terangkat,

"Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?"

"Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya."

Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan.
Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.

*Perawakan Muhammad*

Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.

Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.

Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak.

Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil pengantin wanita.

Tidak ada laki-laki segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan barisan gigi yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal. Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya.

*Sifat Muhammad*

Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda tidak kaya, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi.

Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy.

Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.

Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan demikian itu, Muhammad tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah sifatnya yang menonjol. Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak peduli siapa pun itu, ia akan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati-hati, Muhammad bahkan memutar badannya untuk menghadap orang yang mengajaknya berbicara.

Semua orang tahu bahwa bicara Muhammad sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan pembicaraan orang lain. Selain bicara, Muhammad bukanlah orang yang tidak bisa diajak bergurau. Ia sering juga membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang ia katakan dalam bergurau sekali pun adalah sesuatu yang benar.

Orang menyukai Muhammad yang apabila tertawa, tidak pernah sampai terlihat gerahamnya. Apabila marah, tidak pernah sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia marah hanya dari keringat yang tiba-tiba muncul di keningnya. Muhammad selalu menahan marah dan tidak menampakkannya keluar.

Orang-orang menyayangi Muhammad karena ia lapang dada, berkemauan baik, dan menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Namun, dibalik semua kelembutan itu, ia mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan keras, tegas, dan tidak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian berpadu dalam dirinya sehingga menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang-orang yang bergaul dengan Muhammad.

*Mahar Pernikahan*

"Saksikanlah para hadirin," kata Waraqah bin Naufal dengan suara agak keras. "Saksikanlah bahwa aku menikahkan Khadijah dengan Muhammad, dengan mas kaawin senilai 12 ekor unta betina."

*Kambing Sedekah*

Setelah upacara resmi pernikahan selesai, Muhammad memerintahkan agar seekor kambing disembelih di depan pintu rumah Khadijah dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin. Itu belum termasuk para undangan yang menghadiri jamuan pada malam harinya.
Jadi, selain diundang jamuan makan, fakir miskin pun dapat membawa pulang ke rumah beberapa kantung daging.

*Baqum Si Pedagang Romawi*

Muhammad bukankah orang yang suka berpangku tangan, tetapi aktif bergaul dalam masyarakat. Suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang membuat nama Muhammad menjadi semakin harum. Peristiwa itu didahului oleh banjir besar yang melanda Mekah. Bukit-bukit di sekitar Mekah tanpa ampun menumpahkan air hujan yang jarang turun itu ke kota yang tepat berada di bawah. Banjir itu menyebabkan dinding Ka'bah yang memang sudah lapuk jadi retak dan terancam runtuh.

Sebenarnya, sebelum banjir tiba, sudah ada gagasan untuk memperbaiki Ka'bah, tetapi orang-orang takut apabila Tuhan Ka'bah marah. Setelah banjir, tidak bisa dielakkan lagi bahwa dinding Ka'bah harus diperbaiki dan ditinggikan.
Sudah menjadi takdir Allah bahwa waktu itu juga tersiar berita ada sebuah kapal Romawi terdampar di laut Merah, dekat dengan pelabuhan Syu'aibah. Kapten kapal Romawi itu adalah seorang Nasrani yang berasal dari Mesir. Baqum, namanya.

Orang-orang Mekah mengutus Walid bin Mughirah dan serombongan orang untuk membeli kapal itu, membongkar kayu kayunya, dan mengangkutnya untuk membangun kembali Ka'bah. Baqum pun akhirnya dikontrak sebagai ahli kayu.

Pada mulanya, tidak seorang pun berani membongkar dinding Ka'bah walau sedikit, karena takut dikutuk Tuhan. Mungkin mereka masih ingat dengan jelas apa yang menimpa Abrahah dan pasukan gajahnya saat ingin menghancurkan Ka'bah.
Akan tetapi, akhirnya, Walid bin Mughirah memberanikan diri merombak sudut bangunan bagian selatan. Setelah itu, ia menunggu sampai besok. Ketika pagi tiba dan ia tidak juga dikutuk, mereka pun mulai melakukan pembenahan Ka'bah.

*Membangun Ka'bah*

Dalam pengerjaan Ka'bah orang-orang Quraisy dibagi menjadi empat bagian. Setiap kabilah masing-masing mendapat pekerjaan satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.

Pemugaran Ka'bah dimulai dengan memindahkan patung Hubal dan patung kecil lainnya. Setelah itu, pekerjaan dilanjutkan dengan membersihkan pelataran dan membongkar dinding serta fondasi. Muhammad ikut terlibat dalam pekerjaan yang berlangsung berhari-hari itu.

Ada sebuah batu fondasi berwarna hijau yang tidak bisa dibongkar dengan cara apa pun. Karena itu, batu itu mereka biarkan. Selanjutnya, didatangkanlah batu-batu granit biru dari bukit sekitarnya. Sebuah bahan pencampur semen bernama bitumen yang didatangkan dari Syria pun mulai digunakan.

Pemugaran Ka'bah ini sebenarnya lebih menyerupai perbaikan hasil karya Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Pondasi Ka'bah ditinggikan sampai empat hasta ditambah satu jengkal atau sekitar dua meter. Dalamnya diuruk tanah menjadi lantai yang sulit dicapai air apabila banjir datang kembali. Bersamaan dengan itu, pintu di sisi timur laut pun diangkat setinggi pondasi. Dinding dinaikkan sampai 18 hasta. Saat itulah Ka'bah mulai diberi atap bekas kapal yang kandas itu. Sebuah tangga untuk naik turun juga disiapkan. Kini Ka'bah bebas dari banjir. Isinya terlindungi dari hujan, panas dan tangan jahil pencuri.

Pembangunan berjalan lancar sesuai dengan rencana sampai dinding tembok mencapai tinggi satu setengah meter dan tiba saatnya batu hitam, Hajar Aswad, ditempatkan kembali ke tempatnya semula di sudut timur.

Karena ini merupakan upacara suci penuh kehormatan, berebut lah setiap kabilah untuk melaksanakannya. Kabilah Abdu Dar merasa lebih berhak daripada Kabilah lain sehingga kedua kelompok saling beradu mulut sampai suasana menjadi semakin panas.

Di tengah keadaan itu, muncul Abu Umayyah bin Al Mughirah. Ia adalah orangtua yang dihormati dan dipatuhi. Ia pun mengajukan sebuah usul yang disetujui oleh semua pihak, "Serahkanlah putusan ini di tangan orang yang pertama kali memasuki pintu Shafa."

*HAJAR ASWAD*

Ternyata yang datang pertama kali dari pintu Shafa adalah Muhammad. Orang-orang pun bersorak lega.

"Ini dia Al Amin" seru mereka.
"Dia adalah orang yang bisa dipercaya. Kami yakin dia bisa memecahkan persoalan ini. Kami akan menerima putusannya."

Orang-orang Quraisy pun menceritakan persoalan yang mereka alami. Muhammad yang saat itu belum berumur 30 tahun, memandang mereka dengan matanya yang teduh dan bijaksana. Muhammad melihat berkobarnya api permusuhan pada mata setiap orang dari masing-masing kabilah Quraisy. Keadaan ini benar-benar genting. Kalau salah mengambil keputusan, akan terjadi pertumpahan darah di antara kabilah-kabilah itu.

Muhammad berpikir sejenak, lalu dia berkata,
"tolong bawakan sehelai kain."

Kain pun segera diberikan. Muhammad mengambil dan menghamparkan kain itu. Dia lalu mendekati Hajar Aswad. Diangkatnya batu hitam itu dan diletakkan di tengah-tengah.

"Hendaknya, setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini," kata beliau lagi.

Kemudian, para ketua kabilah memegang ujung kain dan bersama-sama mengangkat Hajar Aswad. Di tempat Hajar Aswad semula berada. Muhammad mengangkat dan meletakkannya kembali.

Semua pihak merasa amat puas dengan keputusan Muhammad yang adil itu. Demikianlah, pada waktu muda. Rasulullah telah menjadi orang yang cerdas dan bijaksana.


*Putra Putri Muhammad*

Khadijah adalah wanita teladan yang terbaik. Beliau wanita yang penuh kasih, setia, dan menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami tercinta. Khadijah juga wanita yang subur. Setelah lima belas tahun berumah tangga, Khadijah melahirkan enam orang anak. Mereka adalah:
Ruqayyah, Zainab, Ummi Kultsum, Fatimah, Qasim dan Abdullah.

Namun, Qasim dan Abdullah wafat ketika masih bayi, sedangkan keempat anak perempuan yang lain tetap hidup hingga dewasa. Kita dapat membayangkan betapa sedihnya Muhammad dan Khadijah kehilangan kedua putra mereka.

Ketika pulang ke rumah dan duduk di samping Khadijah, Muhammad sering melihat kesedihan di wajah istrinya itu. Saat itu, mempunyai anak laki-laki bagi masyarakat jahiliah adalah hal yang amat penting dan dianggap sebagai sebuah kebanggaan. Sebaliknya, mempunyai anak perempuan adalah hal yang amat memalukan, bahkan banyak orang yang memilih mengubur bayi perempuannya hidup-hidup dari pada membesarkannya.

Tentu saja Muhammad dan Khadijah tidak merasa malu memiliki anak-anak perempuan. Mereka menyayangi semua anak mereka tanpa pilih kasih. Apalagi putri bungsu mereka, Fatimah, yang saat itu masih berusia lima tahun, anak cantik yang sedang lucu-lucunya. Hanya saja kehilangan dua anak laki-laki yang masih bayi merupakan derita yang berat bagi orangtua mana pun.

*Kekayaan Terbesar*

Rasulullah pernah berkata bahwa kekayaan terbesar adalah istri yang salehah. Khadijah adalah kekayaan terbesar Rasulullah pada saat-saat paling sulit dalam hidup beliau.

Rumah Tangga Muhammad

Muhammad selalu membuat suasana rumahnya menjadi hidup dengan canda dan keramahan. Beliau suka berkelakar kepada siapa pun. Bukan hanya kepada istri dan putri-putrinya, beliau juga amat ramah kepada pembantunya.

Sejak muda, Rasulullah amat gemar memakai parfum. Bau wewangian itu akan membuat orang-orang di sekitar beliau merasa senang. Rasulullah tidak menyukai baju berwarna merah. Beliau lebih suka baju berwarna lurik atau putih. Rasulullah juga gemar memakai surban dengan salah satu ujungnya menggelantung antara pundak.
Beliau tidak pernah menggunakan baju yang seluruhnya terbuat dari sutera.

Kemudian datanglah satu orang yang amat Rasulullah sayangi. Begitu sayangnya sampai beliau mengangkatnya sebagai anak.

Zaid bin Haritsah

Suatu hari, keponakan Khadijah yang bernama Hakim bin Hizam membawa seorang budak laki-laki bernama Zaid bin Haritsah. Zaid dibawa ke rumah Khadijah dalam keadaan mengenaskan. Lehernya dibelenggu sehingga ia terpaksa merangkak seperti seekor kuda. Bunda Khadijah membeli Zaid dan memperlakukannya dengan baik.

Muhammad amat menyukai Zaid. Apalagi ketika Zaid bercerita bahwa ia dijadikan budak dengan cara diculik.

Lima belas tahun yang lalu, Zaid kecil sedang berjalan pulang bersama ibunya ketika datang para perampok gurun. Zaid disergap dan dibawa lari. Sejak itulah ia hidup sebagai seorang budak yang diperjualbelikan ke sana kemari. Nasiblah yang membawanya bertemu dengan Rasulullah, orang yang amat Zaid cintai.

Melihat Muhammad amat menyayangi Zaid, Khadijah memberikan Zaid kepada suaminya itu. Khadijah yang bijaksana mengerti bahwa suaminya menganggap Zaid seolah sebagai pengganti Qasim dan Abdullah yang telah tiada. Muhammad segera memerdekakan Zaid. Namun, secara tidak terduga, datanglah Haritsah, ayah Zaid.

Haritsah telah bertahun-tahun mencari Zaid sejak anaknya itu menghilang. Haritsah amat menyayangi dan merindukan Zaid sehingga ia membuat puisi kesedihan tentang anaknya itu. Zaid pun amat menyayangi ayahnya.

"Silakan membawa Zaid pulang," kata Muhammad kepada Haritsah. "Tetapi, seandainya Zaid memilih tetap bersama saya, saya tidak akan menolaknya."

Ternyata, Zaid lebih memilih tinggal bersama Muhammad. Muhammad amat bahagia sehingga mengangkat Zaid sebagai putra beliau. Sejak saat itu, Zaid sering dipanggil Zaid bin Muhammad.

Di kemudian hari, Allah melarang anak angkat mewarisi harta ayah angkatnya yang telah wafat. Harta seorang ayah tetaplah menjadi hak anak kandung, bukan anak angkat. Maha adil Allah Yang Agung.


Gua Hira

"Berhala berhala yang bernama Hubal, Lata dan Uzza itu tidak pernah menciptakan seekor lalat sekali pun, bagaimana mungkin mereka akan mendatangkan kebaikan bagi manusia?" demikian pikir Muhammad.

"Siapakah yang berada di balik semua ini? Siapa yang berada di balik luasnya langit dan tebaran bintang? Siapa yang berada di balik padang pasir yang panas terbakar kilauan matahari? Siapa pencipta langit yang jernih dan indah, langit yang bermandi cahaya bulan dan bintang yang begitu lembut, begitu sejuk? Siapa pembuat ombak yang berdebur dan penggali laut yang begitu dalam? Siapa yang berada di balik semua keindahan ini?"

Demikianlah Muhammad tidak mencari kebenaran dalam kisah-kisah lama atau tulisan para pendeta. Ia mencari kebenaran lewat alam. Ia mengasingkan dirinya dari keramaian dan pergi ke Gua Hira.

"Betapa sia-sianya hidup manusia, waktu terus berlalu, sementara jiwa-jiwa rusak karena dikuasai khayal tentang berhala-berhala yang mampu melakukan ini dan itu. Betapa sia-sianya hidup manusia karena tertipu dengan segala macam kemewahan yang tiada berguna.'"

Beliau mengasingkan diri seperti itu beberapa hari setiap bulan dan sepanjang bulan Ramadhan. Semakin lama, jiwanya semakin matang dan semakin terisi penuh. Sampai suatu ketika, saat usia Muhammad menginjak 40 tahun, datanglah seseorang yang bukan dari dunia ini menemui beliau di Gua Hira. Muhammad yang pemberani dan tenang itu amat terkejut melihatnya.

*Diangkat Menjadi Utusan Allah*

Makhluk yang datang itu adalah Malaikat Jibril. Ia datang membangunkan Muhammad yang sedang tidur karena kelelahan. Jibril berkata kepada Muhammad, "Iqra (Bacalah)!"

Dengan hati yang masih rasa terkejut, Muhammad menjawab, "Apa yang harus saya baca."

Kemudian Malaikat Jibril mendekap sehingga Muhammad merasa lemas. Jibril melepaskan dekapannya, lalu berkata lagi, "Bacalah!"

Kejadian itu berulang sampai tiga kali. Kemudian, setelah Muhammad berkata, "Apa yang harus saya baca?" barulah Jibril membacakan Surat Al 'Alaq ayat pertama hingga ayat kelima:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبكَ الذِي خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Surah Al-'Alaq (96:1)

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Surah Al-'Alaq (96:2)

اقْرَأْ وَرَبكَ الْأَكْرَمُ

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Surah Al-'Alaq (96:3)

الذِي عَلمَ بِالْقَلَمِ

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Surah Al-'Alaq (96:4)

عَلمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Surah Al-'Alaq (96:5)

Setelah mengucapkan ayat-ayat itu, Malaikat Jibril pun pergi meninggalkan Muhammad yang hatinya terhujam oleh firman Allah tadi.

Muhammad mendadak tersentak sadar. Beliau terbangun dari ketakutan sambil bertanya-tanya dalam hati, "Siapa gerangan yang kulihat tadi? Apakah aku telah diganggu jin?"

Beliau menoleh ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak ada siapa pun. Muhammad diam sebentar dengan tubuh gemetar. Beliau lalu lari ke luar gua, menyusuri celah-celah gunung sambil mengulang pertanyaan dalam hati, "Siapa gerangan yang menyuruhku membaca tadi?"

Mendadak, Muhammad mendengar namanya dipanggil. Panggilan tersebut terasa dahsyat sekali. Beliau memandang ke cakrawala dan melihat malaikat dalam bentuk manusia. Muhammad tertegun ketakutan dan terpaku di tempatnya. Ia memalingkan wajah, tetapi di seluruh cakrawala, ke mana pun beliau memandang rupa malaikat yang indah itu tidak juga berlalu.

*Ketulusan Khadijah*

Di rumah, Khadijah tiba-tiba merasa khawatir dengan nasib suaminya. Beliau mengutus orang untuk mencari suaminya itu, tetapi tidak berhasil menemukannya.

Sementara itu, setelah rupa malaikat menghilang, Muhammad berjalan pulang dengan hati yang sudah di penuhi wahyu Allah. Dengan jantung yang terus berdenyut keras dan hati berdebar ketakutan, beliau pulang ke rumah.

"Selimuti aku," pinta Muhammad kepada Khadijah.

Khadijah segera menyelimuti suaminya yang menggigil kedinginan seperti terkena demam. Setelah rasa takutnya mereda, beliau memandang Khadijah dengan tatapan mata meminta kekuatan dan perlindungan.

"Khadijah, kenapa aku?" kata Muhammad.

Kemudian, Muhammad menceritakan semua yang telah terjadi. Beliau juga berkata bahwa ia takut semua itu bukan datang dari Allah, melainkan gangguan jin.

"Wahai putra pamanku," jawab Khadijah penuh sayang, "bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya engkau akan menjadi nabi atas umat ini. Sama sekali Allah takkan mencemoohkanmu sebab engkaulah yang mempererat tali kekeluargaan dan jujur dalam berkata-kata. Engkau selalu mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar."

Kata-kata Khadijah itu menuangkan rasa damai dan tenteram ke dalam hati suaminya yang sedang gelisah. Khadijah benar-benar yakin bahwa suaminya itu bukan diganggu jin. Beliau malah memandang suaminya itu dengan penuh rasa hormat.

Muhammad pun segera tenang kembali. Beliau memandang Khadijah dengan penuh kasih dan rasa terimakasih.
Tiba tiba, sekujur tubuhnya terasa amat letih dan beliau pun tertidur lelap.

Sejak saat itu, berakhirlah kehidupan tentang seorang Muhammad. Mulai saat itu, kehidupan penuh perjuangan keras dan pahit akan dilaluinya sebagai seorang *Rasulullah, utusan Allah*.

*Kabar dari Waraqah bin Naufal*

Khadijah menatap suaminya yang tertidur pulas itu. Dilihatnya kembali suaminya yang tertidur dengan nyenyak dan tenang sekali. Khadijah membayangkan apa yang baru saja dituturkan suaminya. Firman Allah dan Malaikat yang indah. Luar biasa!

"Semoga kekasihku ini memang akan menjadi seorang nabi untuk menuntun umat ini keluar dari kegelapan," demikian pikir Khadijah.

Saat berpikir demikian, senyumnya mengembang. Namun, senyum itu segera menghilang, berganti rasa takut memenuhi hati tatkala dibayangkan nasib yang bakal menimpa suaminya itu apabila orang-orang ramai menentangnya.

Demikianlah, pikiran bahagia dan sedih terus berganti-ganti dalam benak Khadijah. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menceritakan hal ini kepada seseorang bijak yang dipercayanya.

Khadijah pun pergi menemui pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani yang jujur, dan menceritakan semua yang didengarnya dari Muhammad.

Waraqah bertafakur sejenak, lalu berkata, "Mahasuci Ia, Mahasuci. Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Khadijah, percayalah, suamimu telah menerima 'namus besar' 1) seperti yang pernah diterima Musa. Sungguh, dia adalah nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap tabah."

Khadijah pulang. Dilihatnya suaminya masih tertidur. Dipandanginya suaminya itu dengan rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Tiba-tiba, tubuh suaminya menggigil, napasnya terlihat sesak dengan keringat memenuhi wajah.

___________________
1) *Namus Besar*

Namus besar yang dimaksud Waraqah bin Naufal berasal dari bahasa Yunani, noms, artinya kitab undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan. Namus bukan istilah dalam Al Qur'an.

Bagian 27

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Orang yang Berselimut*

Muhammad yang kini telah menjadi Rasulullah terbangun karena mendengar Malaikat Jibril membawakan wahyu kepadanya,

يَا أَيهَا الْمُدثرُ

Hai orang yang berkemul (berselimut), (QS: Al-Muddassir 74:1)

قُمْ فَأَنْذِرْ

bangunlah, lalu berilah peringatan! (74:2)

وَرَبكَ فَكَبرْ

dan Tuhanmu agungkanlah! (74:3)

وَثِيَابَكَ فَطَهرْ

dan pakaianmu bersihkanlah, (74:4)

وَالرجْزَ فَاهْجُرْ

dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (74:5)

وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ

dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (74:6)

وَلِرَبكَ فَاصْبِرْ

Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (74:7)

Khadijah memandang Rasulullah dengan kasih yang bertambah besar. Beliau perlahan mendekati suaminya. Khadijah dengan lembut memintanya agar kembali tidur.

"Waktu tidur dan istirahat sudah tidak ada lagi, Khadijah," demikian jawab Rasulullah.

"Jibril membawa perintah supaya aku memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak mereka, dan supaya mereka beribadah hanya kepada Allah. Namun, siapa yang akan kuajak? Siapa pula yang akan mendengarkan?"

Khadijah cepat cepat menentramkan hati suaminya. Diceritakannya apa yang tadi dikatakan Waraqah. Dengan penuh semangat, Khadijah menyatakan diri sebagai orang yang mengimani Rasulullah.

Dengan demikian, tercatat dalam sejarah bahwa orang pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah.

Untuk lebih menentramkan Rasulullah, Khadijah meminta suaminya memberitahu dirinya apabila malaikat datang.

Kemudian Jibril memang datang, namun hanya Rasulullah yang dapat melihatnya. Khadijah mendudukkan Rasulullah di pangkuan sebelah kiri, lalu ke pangkuan sebelah kanan. Malaikat Jibril masih terlihat oleh Rasulullah. Namun, ketika Khadijah melepas penutup wajahnya, Rasulullah melihat Sang Malaikat menghilang.

Dari kejadian itu, Bunda Khadijah merasa yakin bahwa yang datang itu benar-benar malaikat, bukan jin.

*Bertemu Waraqah*

Tidak lama kemudian, Rasulullah bertemu dengan Waraqah bin Naufal. Saat itu, Rasulullah sedang melaksanakan thawaf. Sesudah Rasulullah menceritakan keadaannya, Waraqah berkata, "Demi Dia yang memegang hidup Waraqah, engkau adalah nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan, disiksa, diusir, dan diperangi orang. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahui-Nya pula."

Kemudian, Waraqah mendekat dan mencium ubun-ubun Rasulullah.

Kini Rasulullah memalingkan wajah ke sekitarnya, melihat orang-orang yang menyembah patung-patung batu. Orang-orang ini juga menjalankan riba dan memakan harta anak yatim. Mereka jelas-jelas berada dalam kesesatan. Kepada orang orang inilah Rasulullah diperintahkan untuk menyeru agar mereka menghentikan perbuatan perbuatan itu.

Namun, apakah mereka mau berhenti begitu saja? Orang orang Quraisy itu benar-benar amat kuat dalam memegang keyakinan mereka.

Orang orang itu bahkan siap berperang dan mati untuk mempertahankan keyakinan mereka. Untuk itu, Rasulullah memerlukan datangnya wahyu penuntun lagi.

Namun, wahyu yang dinanti Rasulullah ternyata tidak juga turun. Jibril tidak pernah datang lagi untuk waktu yang lama. Rasulullah merasa amat terasing. Rasa takutnya kembali muncul. Beliau takut jika Allah melupakan bahkan tidak menyukainya. Rasulullah kembali pergi ke bukit dan menyendiri lagi di Gua Hira. Ingin rasanya beliau membumbung tinggi dengan sepenuh jiwa, menghadap Allah, dan bertanya mengapa dirinya seolah ditinggalkan.

Apa gunanya hidup ini kalau harapan besar Rasulullah untuk menuntun umat ternyata menjadi kering. Rasulullah saat itu, benar benar hampir merasa putus asa.

*Surat Adh Dhuha*

Tiba-tiba, wahyu itu turun:

وَالضحَىٰ

Demi waktu matahari sepenggalahan naik,
Surah Ad-Duha (93:1)

وَالليْلِ إِذَا سَجَىٰ

dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), (93:2)

مَا وَدعَكَ رَبكَ وَمَا قَلَىٰ

Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (93:3)

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ

Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). (93:4)

وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبكَ فَتَرْضَىٰ

Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. (93:5)

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? (93:6)

وَوَجَدَكَ ضَالا فَهَدَىٰ

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (93:7)

وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (93:8)

فَأَما الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ

Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.
(93:9)

وَأَما السائِلَ فَلَا تَنْهَرْ

Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
(93:10)

وَأَما بِنِعْمَةِ رَبكَ فَحَدثْ

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (93:11)

Rasa cemas dan takut di hati Rasulullah kini hilang sudah. Betapa damainya firman Allah itu terasa di hati beliau. Rasulullah harus menjauhi setiap perbuatan mungkar dan membersihkan pakaian. Beliau harus mengajak orang mengingat Allah. Beliau harus tabah menghadapi gangguan, tidak boleh menolak orang yang meminta bantuan, dan berlaku lembut kepada anak yatim.

Allah juga mengingatkan bahwa Rasulullah yatim, lalu Allah melindunginya lewat asuhan kakeknya, Abdul Muthalib, dan pamannya, Abu Thalib.

Dulu, Rasulullah hidup miskin, lalu Allah memberinya kekayaan. Allah pula yang telah menyandingkan beliau dengan Khadijah, yang menjadi kawan semasa muda, kawan semasa beliau ber-tahannuts, kawan yang penuh cinta kasih, yang memberi nasihat dengan rasa kasih sayang.

Allah telah mendapati Rasulullah tidak tahu jalan, lalu diberi-Nya beliau petunjuk kenabian. Cukuplah semua itu. Hendaklah mulai sekarang, Rasulullah mengajak orang kepada kebenaran, sedapat mungkin, sekuat mungkin.

*KISAH RASULULLAH ﷺ*

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Bagian 28

*Shalat*

Shalat adalah satu di antara ibadah pertama yang diajarkan Allah kepada Rasulullah ﷺ. Suatu saat, ketika Rasulullah ﷺ dan Khadijah sedang melaksanakan shalat, datanglah Ali bin Abu Thalib. Ali yang saat itu masih anak-anak, tertegun melihat Rasulullah ﷺ dan Khadijah rukuk, sujud, serta membaca ayat-ayat Al Qur'an.

"Kepada siapa kalian sujud?" tanya Ali ketika Rasulullah ﷺ dan Khadijah selesai shalat.

"Kami sujud kepada Allah," jawab Rasulullah, "Allah telah mengutusku dan memerintahkan aku mengajak manusia menyembah Allah."

Kemudian, Rasulullah ﷺ mengajak sepupunya itu untuk beribadah kepada Allah semata serta meninggalkan berhala-berhala semacam Lata dan Uzza. Rasulullah pun membacakan beberapa ayat Al Qur'an yang membuat Ali bin Abu Thalib terpesona karena ayat-ayat itu demikian indah.

Ali meminta waktu untuk berunding dengan ayahnya terlebih dahulu. Semalaman itu, Ali merasa gelisah.
Esoknya, ia memberitahukan kepada Rasulullah ﷺ dan Khadijah bahwa ia akan mengikuti mereka berdua, tidak perlu meminta pendapat ayahnya, Abu Thalib.

"Allah menjadikan saya tanpa saya perlu berunding dulu dengan Abu Thalib," demikian kata Ali, "apa gunanya saya harus berunding dengan dia untuk menyembah Allah?"

Jadi, *Ali* adalah anak pertama yang memeluk Islam. Kemudian, *Zaid bin Haritsah*, bekas budak yang ikut Rasulullah ﷺ, ikut masuk Islam juga.
Sampai di situ, Islam masih terbatas pada keluarga Rasulullah: istri beliau, sepupu beliau, serta bekas budak yang ikut beliau. Apa yang harus beliau lakukan untuk menyebarkan Islam lebih luas lagi? Beliau tahu betul betapa kerasnya dan betapa kuatnya orang-orang Quraisy menyembah berhala yang diwarisi dari nenek moyang mereka.

Walau demikian, Islam ini harus disebarkan, betapa pun kerasnya perlawanan orang.


*Keislaman Abu Bakar*

Abu Bakar bin Abu Quhafa dari kabilah bani Taim adalah teman akrab Rasulullah ﷺ sejak zaman sebelum Rasulullah diangkat menjadi utusan Allah. Rasulullah amat menyukai sahabatnya itu karena Abu Bakar adalah orang yang bersih, jujur, dan dapat dipercaya.

Suatu hari, Abu Bakar mendengar desas-desus tentang Rasulullah ﷺ. Beliau segera keluar mencari sahabatnya itu. Ketika mereka bertemu, Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah,

"Wahai Abu Qasim (salah satu panggilan Rasulullah), ada apa denganmu? Kini engkau tidak lagi terlihat di majelis kaummu dan kudengar orang-orang menuduh, bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan masih banyak lagi yang mereka katakan."

"Sesungguhnya, aku adalah utusan Allah," sabda Rasulullah ﷺ,

"Allah mengutusku untuk menyampaikan risalah-Nya. Sekarang, aku mengajak kamu kepada agama Allah dengan keyakinan yang benar. Demi Allah, sesungguhnya, apa yang kusampaikan adalah kebenaran. Wahai Abu Bakar, aku mengajak kamu untuk menyembah Allah yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan janganlah menyembah kepada selain-Nya, dan untuk selamanya kamu taat kepada-Nya."

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Rasulullah ﷺ memperdengarkan beberapa ayat Al Qur'an. Selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung memeluk Islam. Melihat keislaman sahabatnya itu, Rasulullah amat gembira. Tidak seorang pun yang ada di antara dua gunung di Mekah yang kegembiraannya melebihi kegembiraan Rasulullah saat itu.

Abu Bakar segera mengumumkan keislamannya itu kepada teman-temannya. Beliau juga mengajak mereka mengikuti Rasulullah.
Dalam waktu singkat, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abu Waqash pun menemui Rasulullah dan masuk Islam.

*Keislaman Utsman bin Affan*

Utsman bin Affan menuturkan sendiri tentang keislamannya:

"Aku datang kepada bibiku Urwah binti Abdul Muthalib untuk menjenguknya karena ia sakit. Tidak lama kemudian, Rasulullah ﷺ datang ke tempat itu juga dan aku perhatikan beliau. Waktu itu, tampak jelas kebesarannya. Beliau pun menghampiri aku dan berkata,
"Wahai Utsman, mengapa kau memerhatikan aku begitu rupa?"

"Aku menjawab, 'Aku merasa kagum terhadap engkau dan terhadap kedudukan engkau di antara kami. Aku juga kagum dengan apa yang dibicarakan orang-orang mengenai dirimu."

Utsman melanjutkan, "Kemudian, Rasulullah mengucapkan kalimat 'Laa illaha illallah'. Demi Allah, mendengar kalimat itu, aku langsung bergetar. Kemudian, Rasulullah membacakan ayat,

وَفِي السمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ ٢٢

فَوَرَب السمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنهُ لَحَق مِثْلَ مَا أَنكُمْ تَنْطِقُونَ ٢٣

"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. Maka, demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan."
(Adz Dzariyat, 51: 22-23).

Kemudian, Rasulullah ﷺ berdiri dan pergi keluar. Aku pun mengikuti beliau dari belakang. Kemudian, aku menghadap beliau dan aku masuk Islam."

*Pengorbanan Seorang Istri*

Khadijah yang berasal dari kalangan bangsawan Mekah, sadar betul bahwa suaminya kelak akan dibenci oleh orang-orang kafir. Beliau berjuang di sisi suaminya, memilih Islam, dan menjadi pengikut pertama.
Khadijah menukar segala harta miliknya dengan kejayaan Islam yang tidak pernah beliau nikmati.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Kaum Muslimin Awal*

Mengetahui betapa kerasnya kebencian orang-orang Quraisy, kaum Muslimin permulaan (Assaabiquunal Awaluun), melaksanakan ibadah mereka secara sembunyi-sembunyi. Jika hendak shalat mereka pergi ke celah-celah gunung di Mekah. Keadaan ini berlangsung selama tiga tahun berturut-turut. Sementara itu, sedikit demi sedikit Islam semakin meluas. Firman Allah yang turun satu demi satu semakin memperkuat keyakinan kaum Muslimin.

Ada satu hal yang membuat dakwah Islam berkembang, yaitu keteladan Rasulullah ﷺ, yang beliau contohkan dengan sangat baik. Beliau adalah orang yang penuh bakti dan penuh kasih sayang. Beliau juga sangat rendah hati sekaligus gagah berani. Tutur kata beliau lembut dan selalu berlaku adil. Hak setiap orang pasti ditunaikan sebagaimana mestinya. Perlakuan Rasulullah ﷺ terhadap orang-orang yang lemah, yatim piatu, orang sengsara, dan orang miskin adalah perlakuan yang penuh kasih, lembut dan sayang.

Pada malam hari beliau tidak cepat tidur, Beliau bertahajud dan membaca wahyu yang disampaikan Allah padanya. Beliau selalu merenung tentang nasib umatnya. Beliau juga merenungkan betapa luar biasanya penciptaan langit, bumi dan segala isinya. Seluruh permohonannya dihadapkan kepada Allah. Hal-hal seperti itu membuat orang-orang yang sudah beriman semakin bertambah cintanya kepada Islam dan semakin kukuh keimanannya. Mereka sudah berketetapan hati meninggalkan sesembahan nenek moyang mereka dan tidak takut siksaan orang-orang kafir yang membencinya.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Kalau orang lain telah Rasulullah ﷺ dakwahi bagaimana dengan keluarga beliau? Apakah beliau juga berdakwah kepada paman-paman beliau yang sebagiannya merupakan para pembesar Quraisy yang disegani? Apa yang mereka lakukan ketika mereka tahu bahwa Rasulullah ﷺ mengajak meninggalkan sesembahan berhala yang telah begitu lama diwariskan oleh nenek moyang mereka.

*Jamuan Makan Untuk Kerabat*

Tidak ada yang lebih dicintai Rasulullah ﷺ daripada kaum kerabatnya sendiri. Setelah tiga tahun, turunlah firman Allah yang memerintahkan agar beliau berdakwah kepada kerabatnya.

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
Surah Asy-Syu'ara' (26:214)

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.
Surah Asy-Syu'ara' (26:215)

فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِني بَرِيءٌ مِما تَعْمَلُونَ

Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan;
Surah Asy-Syu'ara' (26:216)

وَتَوَكلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرحِيمِ

Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,
Surah Asy-Syu'ara' (26:217)

Rasulullah ﷺ mengundang makan keluarga besar beliau. Mereka pun datang,

"Muhammad beri aku arak!" seru seorang paman beliau yang bernama Zubair.

Namun Rasulullah SAW hanya menyuguhkan susu. Setelah mereka makan, Rasulullah ﷺ berdiri dan berkata,

"Saya tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah masyarakat lebih baik dari yang saya bawakan kepada kamu sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Allah telah menyuruhku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu yang mau mendukungku?"

Setelah sesaat terpesona, semua orang menggerutu dan bangkit hendak pulang. Namun mereka kembali terperangah ketika Ali bin Abu Thalib yang masih remaja bangkit seraya berseru lantang,

"Rasulullah saya akan membantumu! Saya adalah lawan siapa saja yang engkau tentang!"

Rasulullah ﷺ menepuk bahu Ali sambil berkata kepada yang lain,

"Inilah saudara saya, pembantu, dan pengganti saya. Ikuti dan patuhilah dia!"

Mendadak tawa hadirin meledak. Seseorang berkata kepada Abu Thalib,

"Ia memerintahkan engkau supaya mendengar dan mematuhi anakmu sendiri"

Kemudian, semua orang bubar begitu saja. Tidak seorang pun di antara para undangan yang tertawa terbahak-bahak itu menyadari bahwa di antara mereka akan ditebas Ali memang bersungguh-sungguh dengan kata-katanya itu.

*Walid bin Mughirah*

Pada awal kenabian, ada seorang bernama Walid bin Mughirah. Ia mempunyai dua sahabat yang merupakan penyair hebat. Dengan syair-syairnya, mereka berusaha menjelek-jelekkan Rasulullah SAW. Dengan syair, Walid mempengaruhi orang banyak dengan dua sahabat penyairnya.

*Penduduk Mekah Tidak Hirau*

Meski ajaran Rasulullah ﷺ meluas dengan cepat, penduduk Mekah masih berhati-hati dan tidak terlalu hirau. Mereka menduga ajakan Rasulullah ﷺ akan hilang dengan sendirinya dan orang akan kembali menyembah kepercayaan nenek moyang mereka. Yang akhirnya, yang menang pasti Hubal, Latta dan Uza pikir mereka, tidak sadar bahwa keimanan murni yang diajarkan Rasulullah ﷺ tidak dapat dikalahkan.

Bagian 30

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Seruan dari Bukit Shafa*

Rasulullah ﷺ menaiki Bukit Shafa. Kemudian dengan suara lantang, beliau memanggil-manggil,
"Wahai orang-orang Quraisy! Wahai orang-orang Quraisy!"

Penduduk Mekah yang sibuk dengan urusannya terkejut dan menoleh.
"Muhammad berseru dari atas Shafa!" seru mereka.

Seketika, orang-orang datang berduyun sambil bertanya-tanya khawatir,
"Ada apa?"

Rasulullah SAW memandang kerumunan orang di bawah yang menatapnya dengan wajah penuh tanda tanya.

"Bagaimana pendapat kalian kalau kuberi tahu bahwa di balik-bukit ini ada pasukan berkuda yang siap menyerbu. Percayakah kamu kepadaku?"
tanya Rasulullah ﷺ.

"Kami percaya!" jawab orang-orang yang di berkerumun itu.

"Kami tidak akan meragukan kata-katamu. Tidak pernah kami mendengar engkau berdusta."

Rasulullah ﷺ menarik napas dan menyampaikan seruannya,

"Aku mengingatkan kalian sebelum datang siksa yang amat berat! Wahai orang-orang Quraisy, Allah memerintahkan aku untuk memberi peringatan kepada kalian bahwa yang terbaik bagi kehidupan dunia dan akhirat adalah mengucapkan kalimat 'Laa ilaaha illallaah Muhammadurrasulullah."

Sejenak orang-orang tampak terpesona. Namun, Abu Lahab yang juga hadir di situ, dengan cepat naik darah. Ia berseru keras-keras mencaci Rasulullah ﷺ,

"Celaka engkau, Muhammad! Binasa dan celakalah seluruh hari-harimu! Hanya untuk omong kosong itukah kamu mengumpulkan kami?"

Rasulullah ﷺ tidak berkata apa-apa dihina sekeras itu. Beliau hanya menatap tajam wajah Abu Lahab. Setelah teriakan Abu Lahab itu, orang-orang Quraisy seperti disadarkan dari rasa terpesonanya. Mereka bubar dengan bermacam tingkah. Ada yang mengerutkan kening, ada yang berbisik-bisik, ada yang melirik Rasulullah SAW sambil tersenyum mencibir.

Hinaan Abu Lahab itu tidak dibiarkan Allah.Turunlah firman yang mengutuk perbuatan itu.

*Turunnya Surat Al-Lahab*

Allah berfirman: mengutuk Abu Lahab

تَبتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَب

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Surah Al-Lahab (111:1)

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Surah Al-Lahab (111:2)

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Surah Al-Lahab (111:3)

وَامْرَأَتُهُ حَمالَةَ الْحَطَبِ

Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
Surah Al-Lahab (111:4)

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ

Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Surah Al-Lahab (111:5)

Wahai Abu Lahab, sekarang apa yang akan engkau katakan? Dengarlah, keponakanmu Muhammad tidak akan pernah lagi bungkam terhadap orang yang menentangnya. Keponakanmu Muhammad tidak akan pernah lagi menerima caci maki dan hinaan dari siapa pun sekali pun dari pamannya sendiri. Jika caci maki itu ditujukan pada ajaran Allah yang dibawanya. Keponakanmu Muhammad bahkan siap terjun ke medan laga untuk menghadapi orang-orang yang sombong dan congkak seperti dirimu.

Wahai Abu Lahab dengarkanlah! Dengarkanlah firman Allah yang baru turun itu! Bukankah firman itu seperti gelegar petir yang menyambar dirimu?

Dirimulah yang binasa, Abu Lahab! Seluruh hari-harimulah yang binasa! Binasalah kedua tanganmu dan sungguh engkau akan benar-benar binasa!

*Abu Lahab*

Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza. Abu Lahab artinya si "Umpan Api".
Bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Rasulullah ﷺ dihina Abu Lahab. Abu Lahab adalah paman Rasulullah ﷺ.
Lebih dari itu Rasulullah SAW menikahkan kedua putrinya, Ruqayyah dan Ummu Kultsum dengan ke dua putra Abu Lahab, Utbah dan Utaibah.

*Ummu Jamil*

Selain Abu Lahab, ada seorang lagi yang amat murka dengan turunnya Surat Al Lahab. Dia adalah Ummu Jamil, istri Abu Lahab. Begitu mendengar bunyi Surat Al Lahab yang disampaikan orang kepadanya, hati Ummu Jamil menggelegak marah. Ia keluar rumah dan berjalan ke sana kemari mencari sasaran pelampaisan kemarahan. Tidak lama kemudian, ia bertemu dengan Abu Bakar. Amarahnya naik ke ubun ubun.

"Apa maksud temanmu melantunkan syair tentang diriku?" bentak Ummu Jamil kepada Abu Bakar.

Abu Bakar mengerti bahwa yang dimaksud Ummu Jamil adalah Rasulullah. Sebenarnya, saat itu Rasulullah ada di sisi Abu Bakar, tetapi Allah menutupi beliau dari pandangan Ummu Jamil.

"Demi Allah, temanku itu tidak pandai bersyair!" sanggah Abu Bakar.

"Bukankah temanmu itu mengatakan bahwa di leherku ada tali dari sabut yang dipintal?"

Ummu Jamil meraba-raba lehernya. Di leher itu, ada untaian kalung yang amat indah. Ia mempertontonkan perhiasannya itu kepada Abu Bakar sampai Abu Bakar merasa jengah dan memalingkan wajahnya.

"Inilah tali sabut yang dimaksud temanmu itu?" ejek Ummu Jamil sambil tersenyum. "Tidakkah ini merupakan tali sabut paling indah di dunia?"

Ummu Jamil kemudian berlenggak-lenggok genit sambil mempermainkan kalungnya. Ia tertawa dengan congkak. Abu Bakar tidak membalas, beliau cuma memejamkan mata.

Melihat Abu Bakar yang tetap tenang, Ummu Jamil melengos pergi sambil mengomel,

"Semua orang Quraisy tahu bahwa aku adalah putri kebanggaan mereka!"

Ummu Jamil adalah wanita yang sangat cantik. Ummu Jamil berarti "Ibu Kecantikan". Namun, seperti suaminya, Ummu Jamil sangat membenci Rasulullah dan kaum Muslimin. Begitu bencinya sampai ia menyuruh budak-budaknya melemparkan kotoran dan batu kepada Rasulullah setiap kali beliau lewat.

*Minta Mukjizat*

Bersungguh-sungguh atau hanya sekedar mengejek, orang-orang Quraisy sering meminta mukjizat kepada Rasulullah.

"Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!" demikian seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.

"Muhammad! Kalau engkau benar benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!" seru yang lain.

"Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan membuat kami beriman!"

Rasulullah tidak menanggapi permintaan-permintaan aneh itu. Melihat Rasulullah yang tetap diam dan tenang, orang-orang Quraisy jadi semakin kesal. Dari waktu ke waktu, sering di muka umum dan disaksikan orang banyak, mereka mengajukan permintaan-permintaan lain yang lebih mustahil.

"Muhammad, kami dengar engkau sering membicarakan Jibril. Mengapa engkau tidak menampakkan Jibril di hadapan kami agar kami yakin?"

"Muhammad, kalau Tuhammu memang sehebat yang engkau katakan, mintalah Ia menghidupkan orangtua-orangtua kami yang sudah mati!"

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

"Muhammad, katamu engkau membawa agama kasih sayang buat seluruh alam! Kalau begitu, mintalah Tuhanmu agar memunculkan mata air yang lebih sedap dari sumur Zamzam! Bukankah engkau tahu bahwa penduduk Mekah sangat memerlukan air?"

"Ya, setidaknya mintalah Tuhanmu melenyapkan bukit-bukit yang mengurung Mekah agar kota ini dapat mudah dicapai orang dari arah mana pun!"

*Jawaban untuk Kaum Quraisy*

Allah sendirilah yang menjawab permintaan-permintaan itu melalui firman-Nya:

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرا إِلا مَا شَاءَ اللهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسنِيَ السوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Surah Al-A'raf (7:188)

Melalui ayat ini, Allah menyuruh Rasulullah mengatakan, "Wahai orang Quraisy, aku hanyalah seorang pemberi peringatan. Bukankah aku tidak meminta kepadamu hal-hal di luar kemampuan akal? Mengapa kamu justru memintaku menunjukkan hal-hal yang tidak masuk akal?

"Wahai orang Quraisy, bukankah Al Qur'an itu sendiri merupakan sebuah mukjizat? Kemudian, mengapa kamu masih meminta mukjizat yang lain? Apakah jika mukjizat itu benar-benar diturunkan, kamu akan beriman kepadaku? Bukankah jika mukjizat itu turun, kamu akan mengatakan bahwa aku hanyalah seorang penyihir yang mengada-ada?

"Wahai orang Quraisy, kalau kamu tidak mau menyembah Allah dan tetap menyembah berhala, mengapa tidak kamu minta saja mukjizat-mukjizat tadi kepada para berhala itu? Bukankah kamu tahu bahwa berhala-berhala itu tidak dapat mendatangkan kebajikan? Bukankah mereka tidak bergerak, tidak hidup, dan hanya terbuat dari batu dan kayu? Bukankah mereka tidak dapat membela diri jika ada orang yang datang dan menghancurkannya?

Demikianlah, Rasulullah menjawab dengan kata-kata yang tidak dapat lagi dibantah kebenarannya. Namun, apakah orang-orang kafir itu seketika mau menerima Islam? Tidak, mereka bahkan melakukan hal-hal lain untuk menyingkirkan Rasulullah.

*Ammarah bin Walid*

Sekali pun tidak memeluk Islam, Abu Thalib adalah pelindung Rasulullah. Jika ada orang yang membahayakan Rasulullah, Abu Thalib dan kabilahnya siap membelanya sampai titik darah penghabisan. Tidak ada musuh Rasulullah yang berani membunuh beliau tanpa menghadapi Abu Thalib dan kabilahnya. Karena mengetahui kokohnya perlindungan Abu Thalib ini, para pemuka Quraisy mendatangi orangtua itu di rumahnya.

"Abu Thalib," demikian mereka mengajak bicara,

"keponakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencaci agama kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Engkau harus menghentikan dia sekarang. Jika tidak, biarlah kami yang akan menghadapinya. Kalau kamu melindunginya juga, biar kabilah-kabilah kami yang akan menghadapi kabilahmu."

Abu Thalib menghela napas berat,
"Demi Tuhan Ka'bah, biar seluruh Mekah menghalangi jalanku, aku akan tetap melindungi kemenakanku itu."

Para pemimpin Quraisy itu saling berpandangan, lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Bagaimanapun, mereka belum sanggup menghadapi perang saudara yang akan menghancurkan kota Mekah. Mereka memutar akal dan menemukan muslihat lain.

Para pemimpin Quraisy itu kembali mendatangi Abu Thalib sambil membawa serta Ammarah bin Walid. Ia adalah pemuda Quraisy yang gagah perkasa dan paling tampan wajahnya.

"Ambillah dia! Jadikan dia sebagai anak. Ia jadi milikmu. Namun, serahkanlah keponakanmu yang menyalahi agama kita dan agama nenek moyang kita, yang memecah belah persatuan kita itu untuk kami bunuh!"

"Bagaimana, Abu Thalib? Bukankah ini pertukaran yang adil? Seorang laki-laki ditukar pula dengan seorang laki-laki!"

Wajah Abu Thalib berubah murka. Dengan mata menyala, ditatapinya para bangsawan itu satu demi satu.

"Betapa buruknya tawaran kalian kepadaku ini!" geram Abu Thalib.

"Bayangkan, kalian memberikan anakmu kepadaku untuk aku beri makan, sedangkan aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh! Demi Tuhan Ka'bah, ini adalah hal yang tidak boleh terjadi buat selamanya!"

Abu Thalib adalah pemimpin kabilah Bani Hasyim. Kini Bani Hasyim terpecah dua. Kaum miskinnya membela Abu Thalib, sedang kaum kayanya membela Abu Lahab.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Dahsyatnya Iman*

Abu Thalib memanggil Rasulullah dan berkata,

"Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, 'Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Oleh karena itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita. Suruh diam dia atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa! ' "

Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu katanya,

"Jagalah Aku, Nak. Jaga juga dirimu. Jangan Aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat kupikul. "

Rasullullah tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah. Rasullullah bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu.

Oleh karena itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah berkata,

"Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya."

Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah. Abu Thalib sampai tertegun dan gemetar mendengar tekad keponakannya itu. Rasulullah pergi sambil menitikkan airmata, tetapi Abu Thalib memanggilnya kembali sambil berkata,

"Anakku katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi."

*Utsman dan Ruqayyah*

Sore itu, Rasulullah pulang ke rumah dengan hati yang sangat sedih. Seharian, beliau melihat para pengikutnya disiksa.

Betapa berat penderitaan orang-orang Muslim saat itu. Khadijah menghampiri suaminya tercinta. Dihibur dan dikuatkannya kembali diri Rasulullah .

Tiba-tiba, pintu terbuka. Ruqayyah, putri kedua Rasulullah, tiba-tiba masuk sambil menangis. Ruqayyah mendekap pangkuan ibunya sambil menangis tersedu-sedu.

"Ada apa, sayang?" tanya Khadijah begitu lembut, menutupi kekhawatirannya sendiri akan berita buruk yang dibawa putrinya itu.

"Suamiku menceraikan aku, Bunda," isak Ruqayyah. "Ayah mertuaku, Abu Lahab, menyuruh suamiku menceraikan aku dan suamiku menurut. Ia dijanjikan akan dinikahkan kembali dengan putri bangsawan."

Rasulullah dan Khadijah saling bertatapan sedih. Sudah sekejam itu Abu Lahab bertindak untuk menyakiti Rasulullah dan keluarganya.

"Ummu Jamil, ibu mertuaku, merobek-robek bajuku," lanjut Ruqayyah pilu. "Abu Lahab memukuliku. Abu Lahab, Ummu Jamil, dan suamiku, Utbah, bersumpah tidak akan menerima lagi kehadiranku selama ayah masih tetap mendakwahkan Islam."

Seberapa pun tabahnya Khadijah, akhirnya air matanya menitik juga melihat putrinya yang kini menjadi orang terusir. Dengan lembut, Rasulullah memeluk putrinya itu dan menghapus air mata di pipinya.

"Aku lebih sayang Ayah dan Bunda daripada siapa pun di dunia ini," bisik Ruqayyah kepada Rasulullah.

Dengan hati pilu, Rasulullah pergi menemui Abu Bakar. Rasulullah menceritakan kejadian yang menimpa Ruqayyah.

"Ya Rasulullah," kata Abu Bakar dengan lembut.

"Sebenarnya, dari dulu, Utsman bin Affan sudah menaruh hati pada Ruqayyah, tetapi Utbah mendahuluinya. Utsman sangat menyesal tidak dapat menyunting putri Anda."

Mendengar penuturan Abu Bakar, Rasulullah pun kemudian menikahkan Utsman dengan Ruqayyah. Untuk sementara, berakhir satu kesedihan.

Masih banyak lagi cobaan dan ujian lain yang akan mendera Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.


*Duri-duri di Jalan*

Gangguan Ummu Jamil dan Abu Lahab semakin menjadi jadi. Setiap kali Rasulullah ﷺ berjalan untuk menemui para pengikutnya, setiap itu pula beliau menemukan duri-duri bertebaran di jalan. Perlahan dan berhati-hati, Rasulullah ﷺ melangkah agar duri tidak menembus kakinya. Namun, hampir setiap kali pula dalam keadaan itu, kotoran dan batu melayang ke arah beliau.

Suara tawa melengking terdengar jika Rasulullah ﷺ tengah sibuk menghindari lemparan batu dan kotoran. Sambil menghapus kotoran yang melekat di pakaian, Rasulullah menoleh ke arah suara tawa. Ummu Jamil dan Abu Lahab kelihatan begitu menikmati penderitaan Rasulullah ﷺ. Ummu Jamil berpakaian mencolok dan selalu menatap Rasulullah ﷺ dengan tatapan menghina.

"Lihat!" lengking Ummu Jamil,

"Inilah Muhammad, anak gembel yang berani membawa agama baru! Agama yang dikiranya dapat menyamakan kedudukan para bangsawan dan budak!"

Rasulullah ﷺ tidak berkata apa-apa untuk membalas. Beliau hanya balik menatap dengan tatapan yang tajam.

"Percuma kamu banyak berkata, istriku! Telinganya sudah tuli!" Sembur Abu Lahab. "Hai, para budak! Lanjutkan kesenangan kalian!”

Seketika itu juga, budak-budak kuat bertubuh besar milik Abu Lahab dan Ummu Jamil kembali melempari Rasullulah ﷺ dengan batu, kotoran, dan pasir. Diperlakukan seperti itu, Rasulullah ﷺ tidak membalas sedikit pun. Beliau hanya menghindar, menahan sakit, seraya bersabar dan terus bersabar.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Bilal bin Rabbah*

Beberapa pengikut Rasulullah yang pertama berasal dari kalangan miskin dan lemah. Ajaran Islam yang melarang penindasan membuat banyak budak dengan segera menjadi seorang Muslim. Namun, jika tuan mereka tahu akan hal ini, para budak itu dipaksa harus memilih:
kembali menyembah berhala atau disiksa habis-habisan.

"Lemparkan dia dan baringkan tubuhnya di atas pasir!" raung Umayyah bin Khalaf Al Juhmi. Rupanya, ia sangat murka mengetahui seorang budaknya, Bilal bin Rabbah, menjadi pengikut Rasulullah. Lebih murka lagi ia ketika tahu bahwa Bilal, si pemuda hitam itu, lebih memilih menghadapi siksa dan membangkang kehendaknya daripada harus keluar dari agama barunya itu.
Orang-orang suruhan Umayyah membuka seluruh baju Bilal. Kemudian, budak malang itu ditelentangkan di atas padang pasir yang panasnya begitu menyengat saat matahari berada di atas kepala.

"Budak jelek, engkau akan diperlakukan seperti ini hingga engkau mati atau engkau mengingkari Muhammad dan kembali menyembah Lata dan Uzza!".

Menghadapi ancaman itu, Bilal hanya berkata,
"Ahad! Ahad!" ("Maha Esa Allah! Maha Esa Allah! ")

Suara cambuk memerihkan telinga ketika Bilal disiksa, "Ahad! Ahad!"

"Letakkan batu besar di atas dadanya!" raung Umayyah.

Bilal merasa dadanya hampir remuk dan terasa sesak sekali, sehingga nyaris ia tidak dapat lagi bernapas atau pun bersuara, tetapi ia tetap melantunkan kalimat juangngya. "Ahad! Ahad! Ahad!"

Ibu Bilal, Hamamah, juga disiksa tuannya. Menurut suatu riwayat, ia gugur dalam penyiksaan itu dan wafat sebagai syuhada.
(Dalam riwayat yang lain, Hamamah, dimerdekakan Rasulullah).


*Khalid bin Sa'id*

Seperti Bilal, Khalid bin Sa'id termasuk orang-orang pertama yang beriman. Khalid adalah orang ke kelima yang masuk Islam. Ia bermimpi akan jatuh ke jurang api, tapi diselamatkan oleh seseorang yang ternyata ia adalah Rasulullah SAW.


*Siksaan Demi Siksaan*

Setelah melihat Umayyah menyiksa Bilal sedemikian kejam, para pemilik budak dan pembesar Quraisy yang lain ikut menyiksa para budak mereka yang ketahuan memeluk agama Islam. Beragam siksaan sangat kejam ditimpakan kepada para pemeluk Islam pertama itu.

"Hukuman apa yang harus kutimpakan kepada budak pembangkang ini, Tuan?" Tanya algojo.

Sang Tuan tersenyum sinis, "Cambuk dia sampai tanganmu tidak mampu lagi!"

Algojo melaksanakan tugasnya dengan patuh. Suara lecutan cambuk disertai erangan orang terdengar dari detik ke detik. Setiap lecutan membuat rasa sakit lebih perih dari lecutan sebelumnya. Sebagian orang yang kuat bertahan hingga pingsan. Sebagian yang lain gugur karena tidak kuat menahan derita.

Lebih dari itu, ternyata bukan hanya cambuk yang bicara.

"Buka pakaiannya!" perintah seorang bangsawan kepada tukang pukulnya.

Beberapa budak Muslim yang malang itu segera saja menjadi tidak berbaju.

"Pakaikan mereka pakaian besi yang ketat menempel di kulit!" seringai sang bangsawan.

Para tukang pukul segera menurut.

"Sekarang, bakar baju besi yang telah dikenakan itu!" seru bangsawan dengan buas.

Jerit kesakitan budak-budak Muslim itu amat memilukan karena baju besi yang dibakar itu menghanguskan seluruh kulit tubuh mereka.


*Ummu Ubais dan Zinnirah*

Ummu Ubais dan Zinnirah adalah dua perempuan Muslim yang disiksa sampai jadi buta. Orang-orang Quraisy mengejek dengan mengatakan bahwa kebutaan itu disebabkan mereka dikutuk berhala.
Akan tetapi, dengan izin Allah, keduanya kemudian dapat melihat lagi sehingga orang-orang Muslim dapat membalas ejekan orang-orang kafir.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Syahidah Pertama*

Sabar, demikian sabda Rasulullah ﷺ, setiap kali para pengikutnya mengadukan penderitaan mereka. Saat itu memang tidak ada lagi yang dapat diperbuat selain sabar sampai mati. Sabar yang demikian membuat para pemeluk Muslim pertama sanggup menanggung derita siksa di luar batas kemampuan fisik manusia.

Khabbab bin Al Arat pernah meminta agar Rasulullah ﷺ berdo'a kepada Allah dalam menghadapi penindasan ini. Mendengar ini, Rasulullah duduk dengan wajah merah padam seraya bersabda,

"Sungguh telah terjadi sebelum kamu, ada orang yang disisir badannya dengan sisir besi hingga dagingnya mengelupas dan terlihat tulang-tulangnya. Akan tetapi, ia tetap teguh memegang keyakinannya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى akan menyempurnakan urusan ini sampai seorang penunggang kuda berjalan dari Shan'a ke Hadramaut dan ia tidak takut kecuali kepada Allah. Ingatlah, serigala akan tetap ada di tengah-tengah gembalaan, hanya saja kalian lengah."

Sumayyah adalah ibu Ammar bin Yasir. Beserta suami dan anaknya, Sumayyah disiksa karena mengikuti ajaran Rasulullah. Ia diseret di jalan-jalan Kota Mekah, lalu dilempar ke padang pasir.

"Pukuli dia! Pukuli dia sekuat-kuatnya!" Perintah Abu Jahal.

Sumayyah pun dipukuli sampai pingsan. Kejadian ini dilakukan berulang-ulang selama berhari-hari. Namun, semakin sakit tubuhnya, iman Sumayyah malah semakin tinggi.

"Engkau mengikuti Muhammad karena tertarik pada ketampanannya!" ejek Abu Jahal.

"Tidak," geleng Sumayyah,
"Aku mengikuti Rasulullah karena percaya pada apa yang beliau sampaikan. Aku mengikuti Rasulullah karena beliau mengajarkan ada Tuhan yang lebih patut disembah daripada berhala-berhala kalian!"

Akhirnya, kesabaran Abu Jahal pun habis. Dia mengambil tombak dan menusuk Sumayyah.

Sumayyah tercatat dalam sejarah sebagai perempuan muslim pertama yang syahid (syahidah) karena membela Islam.

*Surga Untuk Keluarga Yasir*

Ketika Rasulullah ﷺ menyaksikan Yasir, Sumayyah dan putra Yasir yang bernama Ammar disiksa habis-habisan, beliau bersabda, "Sabar wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian adalah surga."


*PENEBUSAN*

Melihat saudara-saudara baru mereka disiksa demikian kejam, Abu Bakar, Utsman bin Affan, dan semua orang kaya yang beriman segera bertindak. Abu Bakar mendatangi Umayyah bin Khalaf yang sedang menyiksa Bilal.

"Bebaskan dia," pinta Abu Bakar.

"Tidak!" Cibir Umayyah.
"Engkau dan temanmu telah meracuni pikirannya! Justru aku yang minta kamu menghentikan pengaruh jahatmu terhadap budakku ini!"

Abu Bakar merasa bahwa hati Umayyah tidak mungkin dibujuk lagi, maka dia segera mengajukan penawaran.

"Kubeli Bilal darimu! Lihat, ini lima uqiyah emas! Ambil uang itu, dan berikan Bilal kepadaku!"

Dengan seringai penuh kemenangan, Umayyah menyambar uang-uang emas itu.

"Wahai Abu Bakar! Andaikata engkau menawar satu uqiyah saja, sudah tentu aku menjualnya! Dia sudah tidak berharga lagi bagiku!"

Wajah Abu Bakar memerah, bukan karena marah, melainkan karena dipenuhi rasa bahagia bisa menolong saudaranya yang tertindas.

"Jangan hanya lima uqiyah" ujar Abu Bakar sepenuh hatinya, "Andaikan engkau menjual seratus uqiyah pun, aku akan tetap membelinya!"

Kini giliran wajah Umayyah yang memerah. Terbayang keuntungan yang akan didapatnya seandainya ia menawar lebih tinggi lagi.

Abu Bakar yang baik hati kemudian membebaskan Bilal. Tidak berhenti sampai di situ, beliau pun terus menggunakan hartanya untuk membebaskan lima kaum muslimin lain yang tengah disiksa. Budak terakhir yang dibebaskan adalah budak milik Umar bin Khattab.

Orang-orang Quraisy mengejek Abu Bakar, "Alangkah sia-sianya Abu Bakar itu! Dia membuang-buang uang untuk membebaskan orang!"

Namun, semangat Abu Bakar justru membakar kaum muslimin lain untuk turut berusaha keras membebaskan saudara-saudara mereka.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Darul Arqam*

Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.

"Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku," usul Arqam. "Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yang sudah puluhan orang. Lagi pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk mengganggu kita."

Rasulullah pun setuju. Oleh karena itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah: para budak, buruh, orang miskin, perempuan-perempuan fakir, serta orang tertindas lain. Sisanya adalah golongan orang terpelajar dan pedagang kaya.

Sebenarnya, kebanyakan pedagang mulanya agak ragu.

"Bagaimana jika nanti ajaran baru ini menutup Mekah dari rombongan saudagar dari tempat-tempat lain? Kalau demikian yang terjadi, kita akan bangkrut." Ujar seorang pedagang.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Namun, keraguan itu ditepis Rasulullah. Islam tidak akan menutup Mekah. Islam juga tidak akan mengubah musim ziarah ketika justru banyak pedagang mancanegara berdatangan ke Mekah. Islam tidak melarang semua itu.

Hal yang dilarang adalah:
1. Menyembah berhala
2. Menyerahkan persembahan dan korban kepada bangsawan Quraisy
3. Bertelanjang ketika thawaf di Ka'bah
4. Menyelenggarakan pelacuran
5. Mengeluarkan kata-kata kotor dan tindakan buruk lain saat melaksanakan ziarah


*Rencana Para Pemuka Quraisy*

Setelah mendengar penjelasan Rasulullah, para pedagang pun merasa lega. Kebanyakan mereka bukan pedagang budak dan tidak menarik untung dari korban yang dipersembahkan untuk bangsawan-bangsawan Quraisy. Iman mereka pun semakin kuat.

Melihat Islam semakin dicintai para pengikutnya, para pembesar Quraisy pun menyusun rencana lain...

"Apa yang harus kita lakukan?" teriak seorang pemuka Quraisy.
"Abu Bakar dan teman-temannya terus membebaskan budak-budak kita! Tidak ada jalan lain, bunuh budak-budak itu agar yang lain ketakutan!"

"Tidak," geleng Abu Jahal lemah. "Sumayyah telah kubunuh, tapi itu tidak membuat yang lain takut. Cari saja cara yang lain!"

Seorang pemuka Quraisy berdiri cepat,
"Pukuli Muhammad sampai remuk! Dengan demikian, wibawanya akan hancur dan pengikutnya pun bubar ketakutan!"

"Namun, keluarga Muhammad dari Bani Hasyim akan membelanya!" lengking yang lain.

"Siapa? Abu Thalib sudah terlalu tua! Yang harus kita takuti dari Bani Hasyim adalah Hamzah! Namun, engkau lihat sendiri, Hamzah sibuk berfoya-foya sendiri! Ia tidak peduli pada nasib keponakannya itu! Pilihlah dua orang yang paling ditakuti di Mekah untuk melaksanakan tugas ini!"

Sejenak, orang-orang terdiam sambil memandang berkeliling. Kemudian, seorang dari mereka menunjukkan jarinya kepada pemuda bertubuh tinggi besar,
"Engkau, Umar bin Khattab! Engkau dan Abu Jahal! Tidak ada orang lain yang berani melawan kalau kalian memukuli Muhammad!"

Orang-orang berseru "setuju."

"Sabar," tiba-tiba seseorang berseru,
"langkah awal bukanlah serangan fisik! Hancurkan dulu wibawanya! Ku usulkan agar kita suruh para budak melempari Muhammad dan meneriakinya sebagai pembohong, orang gila, dan tukang sihir!"

Usul itu disetujui. Mulai hari itu, setiap Rasulullah melewati jalan-jalan di Mekah, para budak, para wanita yang nasibnya justru sedang diperjuangkan Rasulullah, meneriaki beliau,
"Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"

Suara mereka keras dan tajam layaknya orang sedang mengusir kucing yang masuk dapur. Kemudian, apa yang terjadi jika Abu Jahal atau Umar mulai memukuli Rasulullah


*Kuda Jantan*

Saat itu merupakan masa yang berat bagi Rasulullah. Beliau pergi ke sebuah tempat yang teduh, berbaring di atas batu, dan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding cacian dan celaan dari orang-orang yang justru sedang diperjuangkan Rasulullah mati-matian.

Sementara itu, di depan Ka'bah, Abu Jahal berkoar di depan teman temannya,
"Aku bersumpah untuk menghantam kepala Muhammad dengan sebuah batu ketika dia sedang sujud kepada Tuhannya!"

Beberapa orang bersorak memberi semangat, sedangkan yang lain saling pandang dengan terkejut. Itu adalah sebuah tindakan kejam yang dapat menimbulkan kematian. Jika Muhammad meninggal, Bani Hasyim pasti akan menuntut balas dan Mekah akan terpecah oleh perang saudara. Namun, Abu Jahal telah mengucapkan sumpah yang tidak dapat ditarik lagi tanpa mencoreng mukanya sendiri. Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengamati apa yang terjadi dengan dada berdebar-debar.

Kesempatan yang ditunggu Abu Jahal pun tiba. Saat itu, Rasulullah sedang shalat di depan Ka'bah. Ketika beliau sujud, Abu Jahal dengan cepat melangkah mendekat. Kedua tanganya yang menggenggam batu terangkat tinggi-tinggi, matanya menyala buas.

Namun, ketika batu akan dihujamkan sekuat tenaga, mendadak Abu Jahal berbalik pergi. Batu di tangannya lepas dan wajahnya pucat ketakutan.

"Ada apa?" semua teman- temannya bertanya kebingungan.

Dengan napas tersendat-sendat, Abu Jahal berkata,
"Demi Tuhan, di depanku tadi berdiri seekor kuda jantan. Belum pernah aku menyaksikan seekor kuda jantan serupa itu. Kepala, tengkuk, dan giginya sungguh mengerikan. Aku yakin dia akan menelanku seandainya batu tadi kuhantamkan!"

Abu Jahal pergi cepat-cepat untuk menenangkan diri.

Orang-orang memandang Rasulullah dengan heran dan takjub. Sementara itu, Rasulullah tetap melanjutkan shalat dengan khusyuk. Wajah beliau begitu teduh dan tenteram.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Singa Padang Pasir*

Orang-orang terus menertawakan Rasulullah setiap kali lewat. "Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"

Abu Jahal terus menyemangati orang-orang yang mengejek sambil kerap kali melontarkan caci maki juga.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Rasulullah mendadak berhenti melangkah. Beliau berpaling dengan tenang menghadap Abu Jahal, dengan sorot matanya tajam. Abu Jahal berhenti dan terdiam. Dengan wajah sayu penuh belas kasihan, Rasulullah memandang orang-orang kecil yang mengejeknya. Seketika, sorak-sorai pun mereda. Semua orang yang berada di sekitar tempat itu terpesona melihat keadaan Rasulullah. Baru kali ini mereka seolah disadarkan, betapa menyakitkannya ejekan mereka itu diterima Rasulullah.
Sorot mata Rasulullah seolah berkata, "Mengapa kalian mengejekku? Bukankah aku sedang berjuang menyelamatkan kalian dari kekejaman bangsa Quraisy dengan membawa Islam yang mulia? Seandainya kalian tahu, ejekan Abu Jahal itu tidak begitu menyakitkan dibanding kata-kata kalian, sebab kepada kalianlah Allah meyuruhku menebar kasih sayang."

Tanpa sepatah kata pun, Rasulullah berlalu. Orang-orang bubar dengan membawa perasaan masing-masing. Tatapan Rasulullah tadi sangat berkesan di hati seorang budak perempuan. Ketika budak itu berjalan pulang, ia melihat Hamzah bin Abdul Muthalib datang.

Hamzah adalah paman Nabi, usia mereka hampir sebaya. Dari kecil, Rasulullah dan Hamzah dibesarkan bersama, bermain bersama, dan menjadi sahabat karib. Karena itulah Hamzah begitu menyayangi Rasulullah.

Hamzah berjalan gagah dan bangga memasuki Mekah. Ia betul-betul laki-laki perkasa dengan perawakan tinggi dan kekar. Dengan wajah angkuh, Hamzah melangkah sambil menyandang busurnya. Ia habis berburu.

Orang-orang yang melihatnya pun berbisik kagum. Namun, budak perempuan tadi merasa ada yang janggal, mengapa orang segagah ini tidak membela Muhammad, keponakannya sendiri?
Mengapa ia bisa setenang itu?
Tahukah ia bahwa Muhammad keponakannya, dicaci maki orang?
Muhammad dihina pemimpin kabilah lain yang menjadi saingan Bani Hasyim!
Pantaskah ia disebut sebagai pemuda perkasa yang pantang menyerah pada lawan, sedangkan ia tidak berbuat apa pun ketika seorang keluarga Bani Hasyim dicaci maki orang?

Dengan dada hampir meluap, budak perempuan itu menegur Hamzah, "Tuan, tidak tahukah Anda apa yang menimpa kemenakanmu itu?"

Hamzah berhenti dan budak perempuan itu menceritakan apa yang dilihatnya. Dalam sekejap saja, wajah Hamzah memerah. Tanpa berkata apa pun, ia berbalik menuju Ka'bah dengan langkah bergegas. Ia mencari Abu Jahal.

*Kebimbangan Hamzah*

Di depan Ka'bah, Abu Jahal bercerita kepada beberapa temannya, "Puas rasanya melihat Muhammad dicaci begitu banyak orang", ujar Abu Jahal, "Kalau kuberi semangat sedikit lagi, bukan tidak mungkin mereka akan memukulinya."

Teman-temannya terlihat ikut bersemangat. Beberapa orang mulai ikut bicara, tetapi mendadak semuanya terdiam dan memandang ke satu arah. Abu Jahal ikut menoleh dan seketika kerongkongannya tercekat. Hamzah bin Abdul Muthalib, sang pahlawan Bani Hasyim, menjulang di belakangnya dengan mata menyala tanpa ampun.

"Beraninya engkau mencaci maki Muhammad, padahal aku telah memeluk agamanya? Coba lakukan penghinaanmu kepadaku jika engkau benar-benar jantan!"

Setelah berkata begitu, Hamzah melayangkan busurnya. Bunyinya mendecit, cepat , dan keras sehingga kepala Abu Jahal pun terluka.

Beberapa teman Abu Jahal serempak berdiri. Tampaknya, perkelahian tidak terhindarkan lagi. Ketika Abu Jahal melihat ini, ia mengangkat tangan untuk mencegah teman temannya. Abu Jahal yakin, dalam keadaan seperti itu, Hamzah tidak akan ragu-ragu membunuh orang.

Dengan napas tersengal, Abu Jahal memegangi kepalanya. Ia berkata sambil menahan marah, "Kita tinggalkan saja dia! Aku memang telah mencaci maki kemenakannya."

Mereka pun pergi dengan geram dan murung. Namun, hati Hamzah belum lagi lega. Ia pulang dengan bimbang, "Mengapa begitu mudah kutinggalkan agama nenek moyangku?"

Setelah melewati malam yang gelisah, Hamzah akhirnya berdoa, "Ya Tuhan, jika Muhammad benar, teguhkanlah hatiku. Jika Muhammad salah, jauhkanlah aku darinya!"

Hamzah menemui Rasulullah dengan sedih dan menceritakan semua kegelisahan hatinya. Rasulullah lalu membacakan beberapa ayat Al Qur'an.

Perlahan, hati Hamzah dipenuhi rasa tenang, haru, dan kagum. Dengan bulat hati, ia pun berkata,

"Aku menyaksikan bahwa engkau itu sungguh benar, maka itu tampakkanlah agamamu, hai anak saudaraku!"

Bukan main bersyukurnya Rasulullah. Kini, Islam telah memiliki benteng yang kuat dalam menghadapi kekerasan Quraisy. Hamzah memeluk Islam pada akhir tahun ke enam kenabian (nubuwwah).

Orang-orang Quraisy tidak putus asa, Mereka mempunyai cara lain untuk menekan perjuangan Rasulullah.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

*Singa Allah dan Singa Rasul-Nya*

Kemudian seluruh kegagahan Hamzah dibaktikannya untuk membela Allah dan agama-Nya, sehingga Rasulullah memberi Hamzah julukan istimewa, Singa Allah dan Singa Rasulullah. Hamzah adalah komandan Sariyah yang pertama.
Sariyah adalah pasukan Muslim yang berangkat tanpa disertai Rasulullah.

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Tawaran Utbah bin Rabi'ah*

"Sesak dadaku melihat Muhammad dan para pengikutnya!" teriak seorang pembesar Quraisy. "Setiap hari mereka semakin kuat!" geram yang lain. "Semua gangguan dan siksaan kita seolah tidak berpengaruh apa-apa. Sangat mengherankan!" gerutu yang lain menggelengkan kepala.

Ketika suasana bertambah panas, Utbah bin Rabi'ah berdiri. Semua orang memandangnya dan menunggu.

"Kalau jalan kekerasan tidak membuahkan hasil, sudah saatnya kita mencoba cara lain, " kata Utbah bin Rabi'ah.
Suaranya pelan dan tenang.

"Kalau kalian setuju, aku akan bicara dengan Muhammad dan menawarkan beberapa hal menarik kepadanya. Apakah kalian setuju?"

Setelah terdiam sejenak, akhirnya orang orang Quraisy itu pun setuju.

"Coba laksanakan usulmu! Kami bersedia memberi apa saja asal Muhammad mau bungkam!" kata mereka.

Utbah bin Rabi'ah pun menemui Rasulullah.

"Anakku," katanya lembut,

"engkau adalah orang terhormat. Namun kini, engkau membawa soal besar sehingga masyarakat kita tercerai-berai. Sekarang dengarlah, kami menawarkan kepadamu beberapa hal, mungkin sebagiannya bisa engkau terima. Anakku, kalau yang engkau inginkan adalah harta, kami siap mengumpulkan dan memberikan harta kami sehingga engkau akan menjadi seorang paling kaya. Kalau engkau ingin kedudukan, akan kami angkat engkau sebagai pemimpin kami sehingga kami tidak akan mengambil keputusan tanpa persetujuanmu. Kalau engkau ingin menjadi raja, akan kami nobatkan engkau menjadi raja kami. Jika engkau diserang penyakit yang tidak dapat engkau sembuhkan sendiri, akan kami biayai pengobatannya dengan harta kami sampai engkau sembuh."

Rasulullah terdiam sejenak. Utbah bin Rabi'ah merasa kata katanya yang berbunga itu seolah menguap tanpa jejak ke udara.


*Surat Fushilat*

Rasulullah lalu membaca ayat-ayat Al Qur'an Surat Fushilat mulai dari ayat pertama:

بِسْمِ اللهِ الرحْمنِ الرحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

(1). حم
Haa Miim. (Haa Miim) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksudnya.


(2). تَنْزِيلٌ مِنَ الرحْمنِ الرحِيمِ
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.


(3). كِتَابٌ فُصلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,


(4). بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.


(5). وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنةٍ مِما تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِننَا عَامِلُونَ
Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka lakukanlah (sesuai kehendak kamu); sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami)".

Rasulullah terus membacakan ayat-ayat lanjutannya yang menuturkan tentang Rasulullah hanyalah seorang pemberi peringatan, tentang gunung-gunung yang kokoh, tentang penciptaan langit dan tujuh lapisannya, tentang azab petir yang menimpa kaum Tsamud, tentang ngerinya nasib kaum kafir yang menolak wahyu dari Allah.

Ayat-ayat itu begitu memesona Utbah sampai ia lupa pada apa yang ia tawarkan kepada Rasulullah. Hatinya semakin hanyut, larut, dan...

"Cukuplah Muhammad. Cukuplah sekian saja!" seru Utbah. Ia diam sejenak, lalu kemudian bertanya lagi,

"Apakah engkau dapat menjawab selain yang tadi engkau baca?"

"Tidak".

Utbah terpana.

"Jadi, inilah Muhammad," pikirnya.
"Laki laki ini bukanlah orang yang ingin memiliki gunungan harta, kedudukan, kerajaan, dan sama sekali bukan orang sakit. Ia hanyalah orang yang ingin mempertahankan tugasnya dengan baik sekali dan ia tadi mengucapkan kata kata penuh mukjizat..."

Begitulah, akhirnya Utbah bin Rabi'ah kembali dengan tangan hampa. Para pembesar Quraisy pun kecewa karena Rasulullah menolak tawaran mereka. Kemudian, penganiayaan dan siksaan terhadap kaum Muslimin pun berlanjut dan semakin ganas.

*Ke Habasyah*

Gangguan terhadap kaum Muslimin semakin berat dari hari ke hari. Bahkan, beberapa orang gugur karena disiksa terlalu keras. Berdasarkan wahyu dari Allah, Rasulullah pun memerintahkan agar mereka berhijrah.

"Wahai Rasulullah, ke mana kami akan pergi?"

Rasulullah menasehati agar mereka pergi ke Habasyah yang rakyatnya menganut agama Kristen.

"Tempat itu diperintah oleh seorang raja dan tidak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi yang jujur, sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," demikian sabda Rasulullah.

Mematuhi perintah Rasulullah, berangkatlah rombongan pertama kaum Muslimin ke Habasyah pada bulan Rajab, tahun ke lima kenabian. Rombongan itu terdiri atas 12 orang pria dan 4 perempuan. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka meninggalkan Mekah, menyeberangi laut ke benua Afrika, dan tiba di pantai Habasyah. Seperti yang dikatakan Rasulullah, Najasyi, Raja Habasyah itu, memberi mereka perlindungan dan tempat yang baik.

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Kelak, ketika mendengar bahwa orang Quraisy tidak lagi menyiksa kaum Muslimin, mereka kembali pulang. Namun, ternyata berita itu tidak benar.
Di Mekah, keadaan justru semakin buruk bagi kaum Muslimin. Mereka pun berangkat kembali ke Habasyah, kali ini dengan jumlah rombongan yang lebih besar, terdiri atas 83 orang pria dan 18 wanita dipimpin oleh Ja'far bin Abu Thalib.

*Habasyah*

Saat itu Habasyah adalah negara yang meliputi bagian selatan Mesir, Erytrea, Ethiopia, dan Sudan. Habasyah artinya 'persekutuan'. Dahulu Habasyah bersekutu dengan kerajaan Saba atau Himyar. Kaum Muslimin berangkat dari Teluk Syu'aibah, sebelah selatan Jeddah.

*Amarah Umar*

Umar bin Khattab duduk termenung di rumahnya. Di seluruh Mekah, tidak ada seorang pun yang mampu melunakkan hati Umar. Ia begitu cepat naik pitam dan garang. Ia tidak pernah luluh oleh rayuan gadis-gadis penghibur setiap kali ia mendatangi para penjual khamr.
Ia tidak pula pernah terbujuk ikut bergabung dengan para pejalan malam yang suka bergerombol di pelataran rumah sambil mendengarkan para penabuh rebana.

Segalanya tidak mampu melembutkan kekerasan hatinya yang suka bertindak garang dan menakutkan.

Namun kini, ia tengah duduk termenung sendiri.

"Hamzah, apa yang terjadi padamu? Engkau menaklukkan dan mempermalukan Abu Jahal, temanmu sendiri! Apa yang membuatmu jadi seperti ini? Bahkan, engkau berani meninggalkan agama nenek moyang kita dan bergabung dengan Muhammad! Ini jelas akan membuat pengikut agama baru ini jadi sombong dan besar kepala!
Hamzah, bukankah engkau, Abu Jahal, Khalid bin Walid dan aku telah bersama membuat Quraisy jadi suku paling disegani? Semua itu berkat kerja keras dan keuletan kita berempat. Suku-suku yang lain iri kepada Quraisy karena Quraisy memiliki kita. Ini semua gara-gara Muhammad! Hamzah tidak lagi mau minum-minum bersamaku. Betapa sepinya malam-malam tanpa Hamzah!"

"Muhammad, engkau membuat pusing kepala orang-orang miskin, para budak, buruh kasar, dan para perempuan lemah! Engkau membuat mereka berani menentang para majikan! Apa yang engkau sampaikan pasti sebuah sihir.
Muhammad, tegakah engkau melihat para pengikut mu pergi meninggalkan tanah air nya ke Habasyah yang begitu jauh?
Ini benar-benar keterlaluan! Aku harus membunuh Muhammad sekarang juga! Meski aku harus berhadapan dengan Hamzah, aku akan membunuhmu dan membuat Mekah kembali seperti dulu!"

Setelah berpikir begitu, Umar bin Khattab mencabut pedangnya. Amarahnya dengan cepat naik ke ubun-ubun. Dengan langkah-langkah yang tidak bisa dirintangi, Umar berjalan cepat menuju Darul Arqam. Matanya mengandung api dan pedangnya membara! Tidak seorang pun bisa menghalangi Umar jika ia sudah bertekat dengan sunguh-sunguh!

*Duka Umar*

Ummu Abdillah adalah seorang perempuan tua. Ia juga tetangga Umar bin Khattab. Setelah ia sekeluarga memeluk Islam, Umar suka mengganggunya. Padahal sebelum itu, Umar cukup hormat dan bahkan menyayanginya.
Saat itu, Ummu Abdillah tengah membereskan barang-barang untuk dibawa hijrah ke Habasyah. Tiba-tiba, hatinya berdebar. Ia melihat Umar bin Khattab melangkah dengan pedang terhunus! Karena tidak ada waktu lagi untuk lari ke dalam rumah, Ummu Abdillah bersembunyi di balik barang-barangnya. Hatinya berdebar tidak karuan. Tanpa sadar, ia menahan napas ketika Umar semakin mendekat.

Akan tetapi, Umar melihatnya dan berhenti.

"Jadi engkau benar benar akan berangkat, wahai Ummu Abdillah?"

Ummu Abdillah keluar dari tempat persembunyiannya. Ia heran karena suara Umar tidak terdengar marah seperti biasanya.

"Ya, demi Allah. Engkau telah menyakitiku dan menindasku. Aku akan benar-benar pergi ke bumi Allah hingga Allah memberikan jalan keluar bagiku," sahut Ummu Abdillah.

Sesaat, Umar tampak merenung, "Ini dia tetanggaku, mereka akan pergi juga meninggalkan Mekah."

Umar berpaling, menatap wajah tua Ummu Abdillah dan berkata dalam hati, "Begitu jauh jalan yang akan ditempuh orang tua ini, begitu sedikit barang yang bisa dibawanya."

Akhirnya Umar melangkah pergi sambil berkata parau, "Semoga Allah senantiasa menyertaimu."

Ummu Abdillah terpana. Belum pernah Umar berlaku selembut ini sejak mereka memeluk Islam.

"Tidakkah engkau melihat kelemahlembutan dan kedukaan Umar terhadap kita?" tanya Ummu Abdillah kepada putranya.

"Apakah Ibu berharap ia akan memeluk Islam?" tanya sang putra. "Dia tidak akan pernah memeluk Islam sebelum keledai bapaknya juga masuk Islam!"

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Berita untuk Umar*

Umar melanjutkan langkahnya menuju Darul Arqam.
"Sudah jelas, Muhammad-lah yang menyebabkan semua kesengsaraan ini! Aku harus membunuhnya agar Mekah kembali damai dan tenang. Mengenai Hamzah, aku akan bertarung dengannya. Aku yang mati atau Hamzah yang mati, itu tidak terlalu membuatku risau."

Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika Nu'aim bin Abdullah menegurnya, "Hendak kemana, wahai putra Khattab?"

"Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita. Dia yang memecah belah masyarakat Quraisy. Dia memiliki banyak angan-angan bodoh. Dia yang mencaci tuhan-tuhan kita. Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!"

"Demi Allah, engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah tindakanmu membunuh Muhammad akan dibiarkan saja oleh Bani Abdi Manaf? Tidakkah lebih baik engkau pulang dan mengurusi keluarga mu sendiri?"

Umar berhenti melangkah dan bertanya tajam, "Keluarga ku yang mana?"
"Saudara sepupumu sendiri, Sa'id bin Zaid bin Ammar dan istrinya yang tak lain adalah adik perempuanmu, Fathimah binti Khattab. Mereka telah mengikuti ajaran Muhammad, urusi saja mereka dulu!"

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Umar segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju ke rumah adiknya.

"Kalau itu benar, aku akan bertindak pada Sa'id bin Zaid seperti yang pernah dilakukan oleh ayahku yang garang. Al Khattab, kepada ayah Sa'id, Zaid bin Ammar! Berani-beraninya dia memeluk Islam, sedangkan dia tahu aku membenci agama itu!"

Dengan keras, Umar bin Khattab menggedor pintu rumah Sa'id bin Zaid dan Fatimah. Suaranya berdentum-dentum keras mengejutkan siapa saja yang ada di dalam rumah. Sudah bisa diduga, kali ini akan jatuh lagi korban dalam penganiayaan yang menimpa kaum Muslimin.

*Amuk Umar bin Khattab*

Di dalam rumah, Sa'id dan Fathimah binti Khattab sedang mengikuti ayat Al Qur'an yang dibacakan oleh Khabbab bin Al Arat. Begitu pintu berguncang diketuk Umar, Sa'id dan Fathimah segera menyembunyikan Khabbab. Fathimah segera menyembunyikan lembaran-lembaran yang tadi mereka baca di bawah pahanya.

Sa'id membuka pintu dan Umar bergegas masuk.
"Suara apa yang baru kudengar itu?" bentak Umar.

" Tidak.... kami tidak mendengar suara apa pun tadi "

Seketika amarah Umar bin Khattab meledak, "Kudengar kalian telah mengikuti ajaran Muhammad!"

Belum sepatah kata pun keluar dari mulut kedua suami istri itu, pedang Umar sudah terayun dan gagangnya mengenai Sa'id hingga ia jatuh terjerembab di lantai dan luka. Melihat suaminya berdarah, Fathimah bangkit berusaha melerai, tetapi tangan Umar cepat sekali menampar wajahnya.

Fathimah jatuh di samping suaminya dengan darah mengucur dari wajahnya.
Meski garang, Umar terkenal lembut dan penyayang kepada keluarganya sendiri. Melihat darah Fathimah, Umar tertegun.

"Fathimah berdarah," pikirnya, "Mengapa aku bisa sampai begitu? Aku menyayangi adikku itu sepenuh hati, bahkan lebih mirip rasa sayang antara ayah kepada putrinya!"

Fathimah yang lembut dan biasanya selalu patuh kepada Umar, kali ini mengangkat wajah, menentang langsung paras kakaknya itu.

"Baiklah," seru Fathimah
"lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki!"

Fathimah sudah siap menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ia siap disiksa oleh kakaknya sendiri yang dari kecil begitu menyayanginya, ia bahkan siap untuk mati. Kedua tangannya terentang, seolah siap menerima tikaman pedang Umar ke dadanya.

*Al Qur'an bukan Mantra Syair*

Suatu malam, Umar bin Khattab diam-diam mendengar Rasulullah ﷺ membaca Al Qur'an pada malam hari, Umar terpesona. Namun, ia berkata dalam hati, "Ah, ini pasti ucapan seorang penyair". Bisik hati Umar.

Saat itu Rasulullah ﷺ membaca surah Al Haqqah ayat 41,

وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ ۚ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ

"Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."

Kembali, Umar bin Khattab diam-diam datang ke rumah Rasulullah pada tengah malam dan mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an. Umar berkata dalam hati, "Kalau ini bukan ucapan tukang tenung, ini pasti ucapan Muhammad, bukan Firman Tuhan."
Namun, sesegera itu juga, Rasulullah membaca Surah Al Haqqah ayat 43:

تَنْزِيلٌ مِنْ رَب الْعَالَمِينَ

"Ia (Al Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam."

اَللهُم صَل عَلَى مُحَمدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Surat Thohaa*

Akan tetapi, Umar tidak bisa melawan rasa sayang kepada adiknya. Amarahnya padam seperti api terguyur hujan. Ia duduk, diam dalam penyesalan. Ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam, disesalinya luka akibat tamparannya tadi.

"Perlihatkan lembaran-lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad bawa," pinta Umar.

"Kami khawatir engkau merampas lembaran-lembaran itu."

"Tidak perlu takut, perlihatkanlah. Aku bersumpah akan mengembalikannya."

Saat itu, timbul harapan di hati Fatimah agar kakaknya memeluk Islam.

"Kakak engkau adalah penyembah berhala, karena itu engkau kotor. Sesungguhnya, lembaran ini tidak boleh disentuh kecuali orang yang suci."

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Tanpa berkata lagi, Umar berdiri lalu mandi. Setelah itu ia kembali dan membaca lembaran-lembaran yang berisi surat Thohaa.

طه

Thaahaa.

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ

Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;

إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ

tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),

تَنْزِيلًا مِمنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسمَاوَاتِ الْعُلَى

yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.

الرحْمنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy.

لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثرَىٰ

Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.

وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنهُ يَعْلَمُ السر وَأَخْفَى

Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.

اللهُ لَا إِلهَ إِلا هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ

Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),

............

Umar terus membaca sebagian besar lembaran-lembaran tadi, lalu berhenti. Tangannya terkulai. Matanya sayu.
Dikembalikannya lembaran-lembaran tadi ke tangan Fatimah. Dengan rasa heran dan penuh harap, Fatimah memerhatikan wajah kakaknya.

Kemudian di dengarnya Umar mendesah. "Alangkah bagus dan agung kata-kata ini."

Seolah mendadak matahari yang terang benderang muncul dari balik awan. Khabbab bin Al Arat segera keluar dari persembunyiannya.

"Wahai Umar!" serunya meluap-luap, "aku sungguh berharap mudah-mudahan Allah mengistimewakan dirimu. Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, "Ya Allah! kuatkanlah Islam dari dua Umar, Abu Jahal bin 'Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!"

Mendengar itu, Umar segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam. Namun, tangannya masih menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.

*Keislaman Umar bin Khattab*

Berdentum-dentum pintu Darul Arqam diketuk Umar. Sebelum membuka pintu, seorang sahabat mengintip keluar dan terkejut, seperti baru mengalami mimpi buruk.
"Pengetuk pintu adalah Umar bin Khattab!" desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang di dalam, "Dia datang dengan pedang terhunus!"

Hamzah bin Abdul Muthalib berdiri dan berkata tenang. "Biarkan saja dia masuk. Jika dia datang dengan maksud baik, kita sambut dengan baik. Namun, jika dia datang dengan maksud jahat, kita bunuh saja dia dengan pedangnya"

Setelah berkata begitu, tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya. Suasana tambah mencekam ketika pintu dibuka. Namun, Umar tidak juga masuk, ia tetap berdiri dengan sikap garang di depan pintu.

Melihat itu, Rasulullah pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar. Dengan kecepatan yang bahkan tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia bergerak dan mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.

Dengan suara tegas yang tidak bisa dibantah, Rasulullah berkata,

"Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau berhenti dengan sikap dan tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana untukmu"

Kerongkongan Umar tersekat karena begitu terkejut. Kesombongannya runtuh, bahkan rasa takut menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata "Wahai Rasulullah....... "

Semua orang di Darul Arqam tercengang. Mereka lebih tercengang lagi mendengar Umar bin Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya,

"Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya"

Rasulullah melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh rasa syukur, "Subhanallah ....."

PELUANG ALTERNATIF MENDAPATKAN PENGHASILAN TAMBAHAN HARIAN

Takbir Hamzah membahana. Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin Khattab, Sahabat berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat dalam tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat. Dengan kegembiraan yang tiada tara, Rasulullah mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar