Demo 1812 gagal total. Juga kegagalan FPI, KAMI, FUI dan 212 menciptakan chaos. Sekaligus kecerdasan strategi sinergi. Oleh TNI-Polri. Cipta kondisi cerdas dilakukan. Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo bersinergi dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran. Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman juga tampil ke depan. Mendukung langkah Polri menghantam para pembangkang.
Munarman adalah otak FPI bersama Sobri Lubis. Muhammad Rizieq Shihab (MRS) hanyalah pion jualan obat FPI. Efektif. Yang mengeruk keuntungan besar Munarman dan Haikal Hasan. Maka mereka berjibaku menyelamatkan Rizieq Shihab. Dan, bersaing dengan menantu MRS Hanif Alatas untuk menguasai pundi bisnis FPI.
Munarman tampil di depan. Bersaing dengan Hanif Alatas. Untuk mengeruk pundi duit dari bohir demo yakni para koruptor, Cendana, Cikeas, dan Chaplin, maka sosok provokator yang bisa menyetir umat, mengelabuhi kalangan kadrun dan umat lugu, agar termakan bujuk rayu atas nama agama, MRS harus diselamatkan.
Maka Munarman pun dengan lantang melakukan konferensi pers, menyebarkan berita bohong terkait 6 orang begundal FPI yang tewas di jalan tol. Bukan mati di jalan Allah. Sekaligus mengangkat 6 orang begundal penyerang polisi menjadi pahlawan dengan satu strategi: one for all.
Yakni 6 teroris ini diangkat oleh Munarman dan FPI menjadi pahlawan. Untuk mendorong publik melawan Jokowi. Maka demo 1812 diarahkan ke Istana. Cocok dengan bohir pendana: Cendana, Cikeas, Chaplin. Tambah bukti lagi. Masuknya kadrun baru berjudul Najwa Shihab.
Mereka digambarkan didzolimi oleh Polisi. Oleh Jokowi. Karena sejatinya FPI adalah proxy penjatuhan Jokowi. Yang senyantanya FPI adalah organisasi teroris, dengan 37 orang FPI terbukti terlibat terorisme. Termasuk menyembunyikan teroris Noordin M. Top. Enam orang yang tewas pun sedang berupaya melindungi MRS yang melakukan pembangkangan hukum.
Maka martirisasi terhadap 6 teroris FPI yang menyerang aparat terus digaungkan oleh Munarman, KAMI, Komnas HAM, Mata Najwa, gelandangan politik 212. Politikus apkiran Amien Rais, Marwan Batubara, HTI, dan para teroris bawah tanah.
Untuk menjawab hal itu, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo tampil ke permukaan. Dia memberikan bukti serbuk jelaga mesiu letusan senjata api di tangan dua teroris yang tewas. Orang waras paham. Bahwa memang 6 orang yang tewas adalah teroris yang menyerang aparat. Clean and clear. Publik berubah pikiran.
Namun, demi duit, demo 1812 harus terus berlangsung. Kalau perlu rusuh. Agar terlihat aparat represif. Namun berbeda dengan 411 pada 2016, 1812 yang hendak dijadikan simbol awal mengeruk duit bohir gagal. Munarman kehilangan kepercayaan bohir. Untuk membuktikannya terpaksa Munarman bagi-bagi duit di jalanan. Karena para bohir tidak percaya kepada FPI dan Munarman.
Di samping, Munarman jelas tengah dibidik oleh Polri terkait press conference tandingan yang memuat berita bohong. Maka untuk menarik bohir koruptor, Cikeas, Cendana, Chaplin, yang tidak percaya pada Munarman, maka Munarman memaksakan aksi 1812 tetap berlangsung. Di tengah Pandemi Covid-19 dan pemberlakuan PSBB. Bukan ke Polda yang menahan MRS, ke Istana.
Munarman tampak sendirian. Hanif Alatas menarik diri. Anies Baswedan dan Ridwan Kamil – yang memiliki kuasa menyebar duit lewat yayasan afilisasi PKS dan FPI – dicengkeram Polda Metro dan Polda Jabar. Chaplin pusing. Cikeas sedang berusaha membersihkan mobilisasi Cikeas-Cengkareng soal kerumunan Bandara Soetta. Cendana sama sekali tidak percaya pada Munarman.
Dilema meliputi Munarman. Dia memimpin ormas illegal FPI terkait teroris dengan 37 anggotanya jadi teroris. Ormas rongsokan yang terbukti gagal mendatangkan 70 juta orang di Jakarta.
Demo 1812 gagal total. Akibat kesigapan TNI-Polri. Kolaborasi Pangdam Jaya Dudung Abdurachman dan Kapolda Metro Jaya Fadil Imran dan Listyo Sigit Prabowo.
Lucunya, untuk menunjukkan dia punya uang di depan Chaplin, dia menyebar uang demo di muka umum. MRS tetap mendekam di bui. FPI ditinggal bohir. Munarman akan masuk bui terkait berita bohong tewasnya begundal laskar FPI. Bersama kebangkrutan FPI.
✍️Ninoy N Karundeng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar